kisah lama yang belum usai, membuatku masih hidup dalam bayang-bayang masa lalu. Aku selalu menyesali apa yang terjadi saat itu, aku selalu menginginkan masa itu terulang kembali. Walaupun aku tau itu mustahil, aku tetap memimpikannya. Aku ingin memperbaiki kesalahanku yang besar kepada cinta pertamaku, karena aku sudah menghancurkan hatinya sampai tak berbentuk. Masih pantaskah aku jika menginginkannya kembali padaku?
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Ashelyn, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Masa Kini 34
Tahun demi tahun berlalu, melewati banyak luka tanpa ada suka. Mungkin itulah perjalanan hidup yang sudah dijalani seorang wanita cantik yang tidak beruntung dalam hidupnya. Kini dia berumur 28 tahun, yang itu tandanya dia sudah menjalani kehidupan pernikahan yang tidak dia inginkan selama 9 tahun. Dia menjalani kehidupan yang sama sekali tidak pernah membuatnya bahagia, walaupun dia menjadi menantu keluarga kaya seperti keluarga besar Adia.
Harta yang berlimpah tidak mampu membeli kebahagiaan atau penyesalan di hatinya. Pada kenyataannya, sampai hari ini dia masih terbayang-bayang dengan masa lalunya. Sampai detik ini, Teresa masih mengucapkan kalimat permintaan maaf 100 kali di setiap harinya. Setiap langkah dan hembusan nafasnya adalah penyesalan.
‘PRANG!!
“Kau gila?”
Suara pecahan kaca dan kalimat menyakitkan kembali terdengar, Teresa hanya diam sembari menoleh ke arah sumber suara. Disana, Arnold sedang menatapnya tajam setelah dia memecahkan sebuah piring yang berisi sop hangat buatannya. Dengan menguatkan hatinya, Teresa mengambil tisue dan segera membersihkan lantai yang kotor.
“Wanita jalang!” Teriaknya lagi.
Teresa menatapnya setelah Arnold menyebutnya sebagai jalang. Sifat buruk dan kasar Arnold mulai terlihat semenjak dia bisa berbicara, sejak saat itu dia lebih sering mengumpat pada Teresa. Beruntung hanya satu tangannya yang bisa bergerak, sehingga dia hanya bisa melempar mangkok untuk membuat keributan.
“Kenapa kau terus menyebutku jalang?” Tanya Teresa.
“Kau pikir aku tidak tau rahasiamu dan keluargamu?” Ucapnya, membuat Teresa mengernyitkan dahi.
“Kau pernah keguguran satu bulan setelah menikah denganku, dan aku tau kau mengandung anak mantan kekasihmu,” ucapnya lagi sembari terkekeh.
“Kau ingin mengungkapkannya pada ibumu?” Tanya Teresa berusaha untuk tetap tenang.
“Tidak, biarkan waktu yang menjawab. Aku tidak sudi melibatkan diriku sendiri dengan kebohongan keluargamu yang mengincar harta keluargaku,” ucap Arnold.
“Kau pasti tau, bahwa aku tidak pernah menginginkan pernikahan ini. Keluargaku memaksaku, jadi kau jangan terus menyiksaku seperti ini,” ujar Teresa.
“Entahlah, aku hanya tidak menyukaimu. Menyiksamu adalah hiburan bagiku,” ucapnya terkekeh.
Teresa memilih untuk tidak menanggapinya lagi. Dia melanjutkan membersihkan pecahan mangkok yang masih berserakan di lantai. Tangannya yang semula cantik, kini penuh dengan luka goresan kaca. Disana ada luka lama dan luka baru, tidak bisa hilang. Karena setiap dia akan menyembuhkan luka lama, luka yang baru pasti akan datang setelahnya.
“Minggu depan kita akan kembali ke kampung halaman,” ucap Arnold dengan tiba-tiba.
“Untuk apa?” Tanya Teresa.
“Untuk kembali dan menetap disana, ibuku sedang memulai bisnis baru disana,” jelas Arnold.
Teresa memalingkan wajahnya begitu saja, dia kembali membersihkan pecahan kaca. Di balik rambutnya yang kini sudah panjang, Teresa menyembunyikan senyum tipisnya. Karena dia memang sangat merindukan kampung halamannya.
“Dan ibuku ingin bertemu dengan madam lonceng,” ucapnya lagi, dan kali ini berhasil membuat Teresa terdiam membeku.
“Kenapa? Kenapa ibumu ingin bertemu dengan cenayang itu?” Tanya Teresa tanpa menatap kearah lawan bicaranya.
“Jangan kawatir, ibuku hanya ingin menemuinya di saat-saat terakhirnya. Karena madam lonceng sudah lanjut usia, dia mungkin tidak akan bertahan lama,” ucap Arnold.
Teresa akhirnya menoleh untuk menatap suami yang tidak dia inginkan. Dia menyadari bahwa Arnold seperti memiliki dua kepribadian yang berbeda. Pria itu terkadang baik, tapi dia juga bisa tiba-tiba bersikap kasar padanya. Teresa juga tau, bahwa kondisi kesehatannya belum juga membaik sampai hari ini. Tubuh lemah pria itu, seperti tidak mampu di obati apapun. Sampai keluarga Adia putus asa, dan membuat mereka mempercayai semua ucapan dan ramalan madam lonceng.
...ΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩ...
Hari demi hari berlalu, hari ini adalah hari dimana seluruh anggota keluarga Adia kembali ke kampung halaman mereka. Dengan menaiki pesawat kelas mewah, mereka akhirnya sampai dengan selamat di bandara terdekat dari mansion milik keluarga Adia yang sudah lama di tinggalkan.
Teresa mendorong kursi roda Arnold melewati keramaian. Di setiap perjalanan langkah kakinya, Teresa tersenyum tipis sembari menghirup udara segar yang dia rindukan.
Di depan bandara, sebuah mobil mewah sudah menunggu kedatangan mereka. Supir dan Teresa mulai membantu Arnold untuk masuk ke dalam mobil, sementara Kenan hanya diam sembari memegang kipas di tangannya. Tangannya mencengkeram bahu Teresa dengan kuat saat dia bersiap untuk masuk ke dalam mobil.
“Tolong bersihkan sepatuku,” ucapnya menyodorkan kakinya ke depan wajah Teresa.
“Baik bu,” ucap Teresa dan langsung melepas heels yang di pakai Kenan.
Teresa membersihkannya dengan sapu tangan miliknya yang dia simpan di dalam tas. Saat sepatunya sudah bersih, Teresa kembali memasangkan heels itu ke kaki ibu mertuanya. Beberapa orang yang lewat tentu saja menatap Teresa dengan tatapan sulit di artikan. Mungkin mereka menganggap bahwa Teresa hanyalah pelayan keluarga kaya.
“Oke, bagus!” Ucap Kenan dan tersenyum tipis pada Teresa.
Mereka berada dalam satu mobil yang sama langsung pergi menuju ke kediaman Adia. Di perjalanan, Teresa membuka kaca mobilnya, dia menghirup angin yang menerpa wajahnya. Dia juga menikmati pemandangan kota masa lalunya. Kepulangannya setelah sekian lama, bisa menjadi obat yang bagus untuk penderitaannya selama ini.
Dan saat mereka terjebak macet, mobil yang mereka naiki berhenti tepat di depan tempat les Teresa dulu. Seperti sebuah takdir, Teresa kembali mengenang masa lalunya. Tanpa sadar bibirnya membentuk sebuah senyuman tipis, tapi dadanya justru terasa sesak setelah mengingatnya momen itu lagi. Apalagi saat matanya menangkap sebuah momen manis dari pasangan muda yang bersepeda bersama. Seketika senyum tipis itu bahkan menghilang setelah melihatnya, digantikan dengan air mata yang menetes di pipinya.
“Pasti dia sudah menjadi dokter yang hebat sekarang,” batinnya.
Mobil kembali melaju, Teresa kembali menutup kaca mobilnya. Dia membuka ponselnya, dan menatap sebuah aplikasi media sosial yang selama ini tidak pernah dia sentuh lagi. Karena sesungguhnya, Teresa terlalu takut untuk membukanya. Karena dia belum siap jika harus melihat kebahagiaan Prince dengan pasangannya yang baru.
“Apa kau tidak akan mengunjungi teman-teman sekolahmu Teresa? Kau pasti merindukan mereka,” ucap Kenan.
“Aku sudah tidak memiliki teman,” batin Teresa.
“Pasti mereka semua sudah menikah, apalagi temanmu yang bernama Zeva itu, kurasa dia juga sudah menikah,” ucap Kenan lagi.
“Iya bu,” balas Teresa singkat.
Setelah mendengar ucapan ibu mertuanya. Raut wajah Teresa langsung berubah, dia bahkan meremas ujung roknya dengan kuat saat dia harus menerima fakta bahwa di usianya yang sekarang, mungkin benar bahwa teman-teman sekolahnya pasti semuanya sudah menikah. Dan Teresa sangat yakin bahwa cinta pertamanya juga sudah menikah, karena cinta pertamanya adalah seorang pria yang sangat baik.
“Prince, Zeva dan Leo. Apa kabar kalian? Pasti kalian sudah menikah dan mempunyai anak kan? Usia kita hampir 30 tahun, di usia ini memang seharusnya kita sudah menikah dan hidup bahagia dengan orang yang kita cintai. Apa kalian bahagia? Dan yang menjadi pasangan Prince sekarang, kurasa kau adalah wanita paling beruntung di dunia ini, aku sungguh iri padamu.” Teresa.
...----------------...