Sebuah novel romansa fantasi, tentang seorang gadis dari golongan rakyat biasa yang memiliki kemampuan suci, setelahnya menjadi seorang Saintes dan menjadi Ratu Kekaisaran.
Novel itu sangat terkenal karena sifat licik dan tangguhnya sang protagonis menghadapi lawan-lawannya. Namun, siapa sangka, Alice, seorang aktris papan atas di dunia modern, meninggal dunia setelah kecelakaan yang menimpanya.
Dan kini Alice hidup kembali dalam dunia novel. Dia bernama Alice di sana dan menjadi sandera sebagai tawanan perang. Dia adalah pemeran sampingan yang akan dibunuh oleh sang protagonis.
Gila saja, ceritanya sudah ditentukan, dan kini Alice harus menentang takdirnya. Daripada jadi selir raja dan berakhir mati mengenaskan, lebih baik dia menggoda sang duke yang lebih kejam dari singa gurun itu. Akankah nasibnya berubah?
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Nuah, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
(S2) Bab 1: Akademi Kekaisaran
Sebuah pagi cerah datang menyambut remaja di Akademi Kekaisaran Harferd. Asrama tampak begitu ramai dengan pintu berjajar di sepanjang lorong.
“Mulai sekarang Anda akan tinggal di kamar ini, Pangeran. Selama di sini, status dan kebangsawanan Anda tidak akan ada artinya. Semua yang ada di sini semuanya setara. Bila melakukan perundungan, maka akan dikenakan sanksi tegas,” ucap seorang penjaga asrama pada pria berambut merah bata dengan mata yang tampak indah.
“Baik, saya mengerti,” ucapnya, menerima baju seragamnya yang baru dan membuka pintu asrama itu.
Sebuah kamar dengan satu ranjang nyaman, meja belajar, lemari, dan rak buku dengan banyak buku berjajar. Sebuah kamar mandi, pencuci baju otomatis menggunakan teknologi sihir, dan juga dapur kecil yang diperuntukkan memasak bila dalam keadaan darurat.
“Nyaman,” gumam Argares tersenyum lebar. Dia melangkah dan menutup pintu kamarnya. Argares membersihkan dirinya dan mengganti pakaiannya dengan baju seragam. Baru pertama masuk dan kini dia juga harus mengikuti pelajaran pertama di akademi tersebut. Lelah sudah pasti, namun menyerah itu tidak akan.
Argares membuat makanan sederhana dengan bahan makanan yang tersedia di sebuah lemari pendingin di kamar itu. Argares begitu takjub dengan semua teknologi sihir yang berada di sana. Semuanya serba luar biasa, seperti alat penerangannya—bukan menggunakan api seperti di Kerajaan Vincent, namun menggunakan lampu yang berpijar begitu cerah.
Argares keluar dari kamarnya saat pengumuman terdengar bahwa para peserta didik baru diwajibkan melapor ke aula. Semua bergegas, dan ternyata di satu lorong yang ditempati Argares, semuanya adalah siswa baru.
“Halo, selamat siang Lucifer?” ucap seorang remaja ke arah sosok pria berwajah dingin.
“Pagi. Menjauhlah dariku!” ucapnya mengibaskan tangannya. Tampaknya hanya Argares seoranglah di sana yang tidak memiliki kenalan.
Tampak keakraban di murid baru di akademi tersebut. Entah mereka satu kerajaan atau memang bangsawan di Kekaisaran Harferd itu sendiri.
“Selamat pagi. Ambil jurusan apa?” tanya seorang pria berkacamata dengan senyum canggung menyapa Argares.
“Jurusan?” tanya Argares bingung. Semua yang melihat tatapan bingung Argares terkekeh.
“Sobat, kau berasal dari mana?” tanya seorang remaja pria lainnya merangkul bahu Argares.
“Bukankah asal-usul kita menjadi rahasia di sini?” tanya Argares balik, mengingatkan bahwa hal itu tidaklah penting.
“Oke, tapi setidaknya Anda harus tahu bahwa di akademi ini memiliki banyak jurusan. Seperti si muka es itu, dia mengambil jurusan sihir. Mananya luar biasa, dia adalah salah satu jenis sihir dengan mana berwarna perak. Dan si muka tembok itu,” ucap teman yang merangkul Argares, menunjuk seorang pria yang tampak tak tahu malu terus berdekatan dan sok akrab dengan orang lain.
“Dia berasal dari jurusan kebangsawanan. Dan kamu lihat si kacamata ini. Jangan hanya lihat kacamatanya saja, Bro, dia adalah jurusan teknologi sihir,” ucapnya menunjuk pria di samping mereka yang semula menyapa Argares.
“Lalu Anda sendiri?” tanya Argares bingung. Remaja itu tampak menopang kepala bagian belakangnya sambil berjalan.
“Dia jurusan tidur,” bisik seorang gadis sembari memukul kepala pria itu gemas.
“Astaga, kau ini!” gertaknya, menjitak gadis yang memukulnya, dan keduanya tampak tertawa lepas.
“Dia dari jurusan kesatria. Meski dia tukang tidur di kelas materi, namun dia adalah calon sword master yang hebat,” pria berkacamata di samping Argares menjelaskan.
“Ternyata begitu.” Argares tersenyum lembut. Kini dia juga tahu harus mengambil jurusan apa.
Namun kedamaian itu belum sempat dirasakan lama oleh Argares. Para senior mereka juga tampak keluar dari asrama mereka dengan tatapan dingin dan mengintimidasi.
Jelas bahwa setiap angkatan tampak tidak begitu bersahabat. Itu juga sudah menjadi rahasia umum di akademi, dan Argares dapat merasakan itu dengan jelas.
“Lihatlah para murid baru itu. Mereka tampak kampungan sekali ya?” ucap seorang wanita dengan kepala terangkat dan berjalan begitu tenang.
“Dia adalah Putri Count Z. Sifatnya memang buruk,” bisik pria berkacamata di samping Argares.
“Ah ya, siapa nama Anda?” tanya Argares pada sosok di sampingnya itu.
“Aku Heades. Ini Natasya dan si kacamata ini namanya Heal. Tidak pakai marga, karena itulah aturan di tempat ini,” ucap Heades dengan senyum mengembang.
“Saya Argares. Senang berjumpa kalian semua.” Argares menunduk memberi hormat layaknya bangsawan.
“Bro, ini bukan kelas kebangsawanan dan bukan juga dunia sosialita. Ingat, di sini kita semua sama,” Heades mengingatkan. Argares mengangguk paham.
Beberapa pria berbaju merah marun—itu pertanda bahwa kelas mereka berada di kelas tinggi sebelum masuk ke kelas emas, di mana hanya akan ada satu orang di kelas emas, dan kelas emas tidak bisa dimasuki sembarang murid.
“Wah wah, lihatlah bocah-bocah yang cari mati ini!” gertak mereka dengan tidak sopan, menarik rambut Natasya.
“Apa-apaan kalian, hah!” Heades mencengkeram lengan pria di hadapannya dengan tatapan tajam.
“Wah, bukankah ini si anak yatim piatu itu? Mau sok jadi pahlawan sepertinya,” ucap seseorang yang tampaknya pemimpin dari komplotan tersebut.
“Mengganggu sesama murid, hukumannya cambuk 30 kali. Batu sihir siap atas dasar bukti. Perekam jejak sudah ada,” Heal memperlihatkan bentuk kekerasan yang baru saja dilakukan kakak kelas mereka.
“Kau yakin bisa memberikan itu pada pengawas?” Sontak batu sihir itu direbut. Heal terdiam sejenak.
Meski hukum di akademi begitu ketat, namun konsep orang yang kuat berkuasa itu masih tetap menjadi hal utama di manapun berada.
“Kalian mau menggunakan kekerasan?” Seringai muncul di bibir Heal tanpa rasa takut. Pada umumnya, sosok berkacamata tebal dengan rambut acak-acakan seperti Heal biasanya adalah siswa terintegrasi di sekolah. Namun, tampaknya Heal bukan orang yang mudah diintimidasi begitu saja.
Beberapa teknologi sihir muncul dari lengan Heal, dan kakinya mengeluarkan sejenis mesin hebat yang entah apa fungsinya. Sontak para pria itu terkejut bukan main.
“Kau menantang kami?” gertak mereka. Salah satu dari mereka mengeluarkan senjata dari teknologi sihir, dan beberapa lagi tampak mengeluarkan pedang.
“Minggir, sampah!” Seorang gadis kecil menghadiri para pria besar itu dan dalam satu jentikan jari mampu membuat mereka semua terbang dan jatuh dari langit dalam kondisi yang begitu memalukan.
“K-kau beraninya!” tunjuk pemimpin orang-orang itu. Namun, melihat baju gadis kecil itu, sontak mereka mundur beberapa langkah.
“Kau tahu Zisilus itu kebal hukum di manapun? Cari mati!” bentaknya. Ya, dia adalah Elicia Zisilus, sang suksesor Duchess Zisilus. Manusia yang kebal dari semua hukum duniawi.
“L-Lady Zisilus, ma-maafkan kami!” ucap mereka, sontak menunduk lemas di hadapan Elicia.
“Ck. Ikut aku, Arga!” Elicia menarik lengan Arga. Sontak semua orang tertegun melihat hal tersebut.
“A-apa itu barusan?” Heal mengangkat kacamata. Dia takut bila kejelasan matanya kembali berkurang.
“D-dia Lady Zisilus, bukan?” gumam Natasya juga. Heades sampai tak dapat berkata-kata dengan mulut menganga melihat Argares yang ditarik oleh Elicia.
.
.
Kata katanya untuk hari ini lagi kebawa baper sama novel yang digarap di link dibawah ini, jadinya berasa uhuk!
...Kata kata hari ini: ...
...Dalam cinta yang dewasa, pengorbanan bukan kelemahan, tetapi cerminan keberanian dan integritas seorang pria....