Aluna, 23 tahun, adalah mahasiswi semester akhir desain komunikasi visual yang magang di perusahaan branding ternama di Jakarta. Di sana, ia bertemu Revan Aditya, CEO muda yang dikenal dingin, perfeksionis, dan anti drama. Aluna yang ceria dan penuh ide segar justru menarik perhatian Revan dengan caranya sendiri. Tapi hubungan mereka diuji oleh perbedaan status, masa lalu Revan yang belum selesai, dan fakta bahwa Aluna adalah bagian dari trauma masa lalu Revan membuatnya semakin rumit.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon triani, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab 29. Aku akan mengeringkannya
Srekkkk
Aluna dengan sisa kekuatannya kembali mendorong tubuh Revan memberi jarak diantara mereka hingga pagutan mereka terlepas, Revan masih menatap Aluna dengan tatapan yang sulit di artikan, kemudian mengusap bibir Aluna yang basah dengan jari jempolnya.
"Aku tidak akan membiarkanmu pergi."
"Hahh?"
Sekali lagi Aluna gagal faham, belum selesai dengan pikirannya sendiri, tiba-tiba tubuhnya melayang di udara.
"Pak Revan, apa yang kamu lakukan?"
Pertanyaan itu seolah menguap begitu saja karena pria itu tidak menjawabnya dan memilih mendaratkan tubuh Aluna di tas tempat tidur.
Apa ini ....? Apa kami akan ....
Aluna memejamkan matanya saat berpikir tentang apa yang terjadi hingga ia tidak sadar jika Revan kini sudah merangkak di atas tubuhnya.
Ya ampun.....
Aluna kembali di buat terkejut saat membuka mata karena kini wajah Revan berada begitu dekat di atasnya, bahkan kini tubuhnya berada di bawah kungkungan pria itu.
"Pak Revan ...," suara Aluna seolah tertahan di tenggorokan.
"Aku ingin menjadikanmu milikku seutuhnya." ucap Revan dingin dan terdengar begitu tegas.
"Maks_,"
Belum Aluna menyelesaikan ucapannya, Revan lagi-lagi sudah membungkam bibir Aluna dengan bibirnya.
Kali ini Aluna tidak melakukan perlawanan, ia menikmati setiap lum*tan yang di diberikan oleh Revan, ia bahkan mengimbanginya hingga tanpa sadar tangannya mulai meraih tubuh Revan, mengalung di lehernya seolah memberi kebebasan pria itu untuk melakukan lebih padanya.
Hingga beberapa menit ciuman panas itu berlangsung, tiba-tiba Revan menghentikannya, menjauhkan bibirnya dari bibir Aluna,
"Aku akan mandi." ucapnya singkat lalu beranjak dari atas tubuh Aluna, meninggalkan Aluna yang terbaring di atas tempat tidur, hingga tubuhnya menghilang di balik pintu kamar mandi.
Apa ini? Kenapa aku kecewa dengan ini? Kenapa aku kecewa saat Revan menyudahinya?
Aluna masih menatap pintu kamar mandi yang sudah tertutup, ia tidak suka dengan ini. Ia tidak suka saat Revan meninggalkannya begitu saja.
"Enggak Aluna, apa sih yang kamu pikirkan. Mungkin memang biasanya dia begini, kamu bukan wanita pertamanya, banyak wanita di luar sana yang mungkin bahkan sudah ia tiduri. Hampir setiap malam ia pergi ke club dan mabuk, siapa tahu yang dia lakukan di sana." Aluna menyerah dengan dirinya sendiri, tidak mau berharap terlalu banyak dengan pria yang berstatus suami kontraknya itu.
Ia pun segera beranjak dari tempat tidur, mengambil baju gantinya dan pergi ke kamar mandi lain, ia tidak mungkin semalaman tidur dengan gaun pestanya.
***
Di dalam kamar mandi
Revan tengah berdiri di bawah pancuran air dingin, membiarkan air dingin itu mengguyur tubuhnya. Ia bahkan tidak melepas satupun baju yang ia kenakan, kemejanya yang basah terkena air membuat lekukan dan membentuk tubuhnya yang berotot. Tangannya sesekali menyunggar rembut basahnya yang mulai turun dan hampir mengenai matanya, tangan satunya ia gunakan untuk menopang tubuhnya ke dinding kamar mandi.
Kenapa tubuhnya seperti magnet? Apa aku sudah benar-benar melupakan traumaku? kenapa dia begitu menarik perhatianku? Kenapa?
Entah rasa sakit yang mana, ia bahkan tidak memahami rasa sakit yang telah ia pendam bertahun-tahun seolah menguap dengan kedatangan Aluna di sisinya.
Membayangkan gadis itu akan membencinya dan pergi membuatnya takut.
Tidak, dia tidak boleh pergi ..., mungkin dengan memilikinya seutuhnya akan membuatnya tetap tinggal ...
Revan berkali-kali menyunggar rambutnya yang basah seolah-olah menggambarkan betapa ruwet otaknya saat ini.
Entah sudah berapa lama ia berada di dalam kamar mandi, ia pun segera menyudahi mandinya. Menyambar handuk yang terlipat di rak yang ada di sisi kamar mandi dan membalut tubuh bawahnya dengan handuk, membiarkan begitu saja tubuh bagian atasnya basah.
Ceklek
Saat tangannya meraih handle pintu kamar mandi hingga pintu itu terbuka, ia kembali mendapati sosok Aluna sudah terdiri di dalam kamar dengan baju tidurnya.
Dia sudah mandi ....
Revan baru menyadari kalau dirinya terlalu lama di dalam kamar mandi, Aluna tersenyum hangat. Membiarkan dirinya seolah-olah tidak terjadi apa-apa sebelumnya, di tangannya juga ada secangkir susu hangat.
"Aku sudah buatkan susu hangat untuk pak Revan. Duduklah, aku akan mengeringkan rambutmu." ucap Aluna yang di buat begitu santai meskipun kini dadanya seperti genderang yang ditabuh.
Ia meletakkan cangkirnya di atas meja, kemudian menghampiri Revan, menggandeng tangan Revan dan menuntunnya untuk duduk di kursi kecil berbentuk lingkaran tanpa sandaran.
Revan pun tidak menolak saat Aluna memintanya duduk, manik matanya terus mengekori kemanapun langkah kaki Aluna yang bergerak lincah menuju ke lemari yang ada di sudut ruangan dan tangannya segera mengambil handuk kecil, membawanya kembali menghampiri Revan, Aluna berdiri tepat di balik punggungnya.
"Aku akan mengeringkannya." ucap Aluna seperti biasa, seolah tanpa beban.
Bersambung
Happy Reading