NovelToon NovelToon
In The Shadow Of Goodbye

In The Shadow Of Goodbye

Status: sedang berlangsung
Genre:Selingkuh / Nikah Kontrak / Cerai / Angst
Popularitas:607
Nilai: 5
Nama Author: Cataleya Chrisantary

Salma dan Rafa terjebak dalam sebuah pernikahan yang bermula dari ide gila Rafa. Keduanya sekarang menikah akan tetapi Salma tidak pernah menginginkan Rafa.
"Kenapa harus gue sih, Fa?" kata Salma penuh kesedihan di pelaminan yang nampak dihiasi bunga-bunga.
Di sisi lain Salma memiliki pacar bernama Narendra yang ia cintai. Satu-satunya yang Salma cintai adalah Rendra. Bahkan saking cintanya dengan Rendra, Salma nekat membawa Rendra ke rumah yang ia dan Rafa tinggali.
"Pernikahan kita cuma pura-pura. Sejak awal kita punya perjanjian kita hidup masing-masing. Jadi, aku bebas bawa siapapun ke sini, ke rumah ini," kata Salma ketika Rafa baru saja pulang bekerja.
"Tapi ini rumah aku, Salma!" jawab Rafa.
Keduanya berencana bercerai setelah pernikahannya satu tahun. Tapi, alasan seperti apa yang akan mereka katakan pada orang tuanya ketika keduanya memilih bercerai nanti.
Ikuti petualangan si keras kepala Salma dan si padang savana Rafa.

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Cataleya Chrisantary, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

Kalimat maut

23

              Rasanya kecewa dan sakit sekali ketika Salma terus membahas tentang cerai dan cerai. Ingin rasanya Rafa berkata untuk mencoba dulu. Tidak ada salahnya mereka mencoba meskipun mereka sahabat dan pasti canggung tapi kenapa tidak untuk mencoba.

              Rasanya energinya telah habis dibabat oleh karena satu kata yaitu, cerai. Satu kata yang sejak mereka tiba di Canada selalu di ucapkan oleh Salma. Satu kata yang nampaknya lebih sering Salma katakan dibandingkan dengan kalimat lainnya.

              Rafa menatap Salma dengan tatapan sendu. Rafa tidak berkata-kata lagi lalu ia menutup pintu. Seolah sedang menutup lubang kecewa yang sedang ia kubur diam-diam. Rafa lalu membaringkan dirinya di beanbag di depan televisi.

              Rafa menutup matanya. Tangannya sekarang mengepal berada di keningnya. Rasanya kepalanya mendadak pening sekali. Rafa menutup matanya dan tidak lama suara Salma terdengar berada di depannya.

“Mau ngomong apa?” kata Salma.

              Begitu Rafa membuka mata, Salma telah berdiri di depannya. Nampaknya Salma penasaran dan masih memburu dan menyangka jika Rafa akan mendiskusikan masalah perceraian. Padahal bukan.

Rafa lalu duduk di beanbagnya. Sementara itu, Salma duduk di kursi santai di dekat Rafa. “Besok pagi-pagi aku harus berangkat ke bandara.”

“Terus?” kata Salma.

Rafa lalu duduk menatap Salma yang terlihat seperti tidak tertarik. “Aku pengen kamu kalau mau keluar jangan terlalu jauh dulu. Aku tahu kamu gak bodoh, bisa gunain maps tapi ini bukan Jakarta.”

              Rafa sebenarnya khawatir meninggalkan Salma sendirian selama mungkin hampir lima belas hari kedepan. Rafa takut Salma keluar tidak tau arah hingga akhirnya ia nyasar di kota yang cukup besar ini.

“Aku tahu kamu udah dewasa. Bisa melakukan segalanya sendiri, kamu mandiri. Tapi ini bukan Indonesia, ini Canada. Dimana di negara ini kamu Cuma punya aku aja. Disini tidak ada orang tua kamu apalagi sahabat yang bsia jemput kamu gitu aja.”

“Hmmm,” kata Salma. Meskipun diam-diam Salma juga sebenarnya takut.

“Minggu ini kita gak punya waktu buat jalan-jalan.”

“Aku gak mau jalan-jalan sama kamu!” kata Salma memotong.

              Jalan-jalna disini bukan berati mereka jalan berdua. Tapi lebih ke Rafa akan memperkenalkan sedikit demi sedikit lingkungan tempat mereka tinggal. Setidaknya Salma harus tau toko-toko terdekat sini.

“Bukan jalan-jalan yang ada dipikiran kamu, Salma. Tapi kamu harus tahu daerah sini. Beberapa titik yang wajib kamu ketahui. Aku juga tau kamu gak akan mau aku ajak jalan-jalan kok, udah jangan berpikir ke sana.”

“Terus,” kata Salma.

              Rafa sekarang berdiri. Ia menjelaskan sediktinya tentang tempat tinggal mereka. Cara-cara dan beberapa hal yang harus Salma lakukan di rumah. Juga ada beberapa tagihan-tagihan minggu depan yang harus Salma bayar, termasuk pemisahan sampah-sampah.

              Salma memperhatikan setiap arahan Rafa. Karena ini menyangkut mereka juga. Ada kesalahan dikit saja pasti mereka kena denda. Dan Salma gak mau mereka berdua sampai kena denda itu.

              Hari dimana Rafa berangkat tiba. Rafa tidak membawa barang banyak karena katanya Rafa nanti akan naik helikopter menuju tempat dia bekerja. Dan lagi, besok pagi-pagi sekali Rafa juga harus naik pesawat terlebih dahulu.

              Sedari dulu sebenarnya Salma heran mengapa Rafa tinggal di Quebec sementara ia harus terbang dulu menuju pangkalan tempat ia akan di terbangkan oleh perusahaannya.

“Kalau ada apa-apa langsung telepon. Tapi kalau aku gak angkat teleponnya berati aku lagi kerja.”

“Iya,” kata Salma.

“Kalau misalkan pengen pergi ke tempat tertentu karena butuh sesuatu kamu bilang dulu ke aku nanti aku kasih tau tempatnya dimana.”

“Iya, ah bawel deh.”

              Rafa lalu menatap Salma lagi. ingin rasanya Rafa mencium kening Salma atau sekedar memeluk perempuan itu sebelum berpisah namun apa daya. Itu adalah sebuah kemustahilan.

              Rafa berjalan sendirian di bandara dan rasanya sangat hampa sekali. Apalagi ketika melihat orang-orang yang diantar dan di berikan pelukan hangat sebelum berpisah. Sementara Rafa, jangankan dipeluk, dilihat dengan wajah tersenyum saja tidak.

              Salma benar-benar menampilkan wajah ketus, kesal, marah, kecewa, sedih. Semua bercampur di wajah Salma. Sementara itu, Salma sekarang duduk sendirian di balkon apartemen mereka.

              Udaranya memang dingin tapi entah mengapa mendadak dingin itu tidak Salma rasakan. Hatinya telah hancur. Bukan Cuma hati saja, tapi kehidupan Salma juga ikut hancur gara-gara pernikahan ini.

              Salma seperti mendapatkan karma buruk dan karma baik setelah menikah dengan mendadak dengan Rafa. Ia baru saja menerima pesan singkat dari Vania. Kakak ipar sekaligus kakak Rafa.

              Nampaknya pindah ke Canada tidak menjamin kehidupan Salma akan tenang dari gangguan Vania, kakak iparnya sendiri.

“Kalau gue punya kakak atau adik pasti gue dibelin nih,” kata Salma bergumam sendirian.

              Tidak lama, Salma masuk dan kembali berbaring di beanbag milik Rafa. Bean bag yang menjadi kasur Rafa setelah Salma datang ke apartement ini.

              Kehidupan Salma berubah  drastis. Tidak jatuh tapi tidak naik juga. Cenderung flat dan stabil jika di lihat dari sisi ekonomi. Salma melihat kartu yang dimiliki Rafa.

“Uang kamu ada berapa sebenarnya?” tanya Salma

              Perempuan itu menerima uang dua ratus rupiah tanpa basa basi. Meskipun Salma tau itu adalah uang yang diberikan Rafa untuk mengganti uang miliknya yang keluar. Dan sekarang, Rafa memberikan kartu kredit miliknya, dan uang dapur selama dua minggu meskipun persediaan makanan telah Rafa siapkan.

              Tidak lupa Rafa juga memberikan uang untuk keperluan Salma. Keperluan untuk mempercantik dirinya. Pandangan Salma sekarang beralih ke meja dengan dua amplop dari Rafa.

              Ya amplop itulah serta dua kartu milik Rafa yagn membuat Salma bertanya-tanya. Bahkan pertanyaan itu sekarang sampai pada “Apa jangan-jangan Rafa suka sama gue, yah,” Salma membathin sendiri.

              Tapi buru-buru Salma menggelangkan kepalanya. Hal itu tidak mungkin terjadi. Ia dan Rafa telah bersahabat dari kelas satu SMA. Rafa tahu baik buruknya Salma seperti apa. Pun dengan Salma. Mereka tahu selera dan kriteria pasangan masing-masing seperti apa.

“Gue sekarang terjebak,” kata Salma berbicara sendiri. “Rafa memang punya uang. Pekerjaan bagus. Tapi, ini bukanlah habbit yang gue pengen. Jadi ibu rumah tangga bukan passion gue. Ini bukan gue, gue wanita karir.”

              Salma berbicara sendirian. Salma mulai dihantui rasa bosan padahal ia baru saja di tinggal Rafa beberapa jam saja. Dan sekarang karena kesendiran inilah, Salma mulai merasakan kehampaan yang luar biasa.

              Mulai merasakan penyesalan yang luar biasa karena memilih untuk pergi ke Canada bukannya bertahan. Salma adalah orang yang baik tapi jika di injak Salma biasanya melawan bukan menyerah seperti ini.

              Perlahan Salma mulai menyesal mengapa dia tidak memilih untuk bertahan saja di Jakarta apapun resikonya. Harusnya ia bisa melawan Vania ataupun melawan Rhea. Harusnya ia juga bisa melawan Rendra.

Dan saat sedang melamun seperti ini,  smartphone miliknya berbunyi. Kali ini, Rendra meneleponnya. Satu detik dua detik Salma biarkan saja panggilan itu. Dua panggilan tidak terjawab dan keduanya dari Rendra.

Baru di panggilan ketiga Salma akhirnya mengangkat telepon dari Rendra. Untuk pertama kalinya setelah mereka putus secara sepihak oleh Salma, Rendra kembali mengejar dan meneleponnya.

Awalnya hening. Rendra pun terdiam selama beberapa detik. Baru setelah sepuluh detik mereka habiskan untuk saling diam suara berat Rendra menyapa telinga Salma.

“Hallo, Sal. Apa kabar?”

Bersambung

1
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!