I Miang tidak sengaja menemukan membuka kotak terlarang milik leluhurnya yang diusir oleh keluarga seratus tahun lalu. Kotak itu berisi badik keemasan yang bila disentuh oleh Miang bisa berkomunikasi dengan roh spirit yang terpenjara dalam badik itu.
Roh spirit ini membantu Miang dalam mengembangkan dirinya sebagai pendekar spiritual.
Kenapa roh spirit itu bisa terpenjara di dalam badik? misteri apa yang dimiliki badik Punnawara?
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Mia Lamakkara, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Hadiah Dari Ruang Latihan Leluhur
Hari ini, keluarga inti sarapan di rumah kepala keluarga. Ini seperti pertemuan keluarga. Meski mereka tinggal di tempat yang sama, kesibukan membuat mereka jarang sekali berkumpul secara lengkap.
“Kami sepakat membiarkanmu memasuki ruang latuhan leluhur untuk berkultivasi. Hal baik apa yang akan kamu temui, itu tergantung dari usaha dan takdirmu.” La Guritcie berbicara.
“Apakah ini tidak terlalu cepat? seingatku kakak memasuki ruang latihan leluhur saat dia berusia lima belas tahun. Sekarang, saya baru 13 tahun dan ini masih ujian awal.” Kata I Miang.
“Waktu itu kakakmu hanya memenangkan juara umum kota. Sekarang berbeda, kamu menjadi peringkat ketiga kerajaan.” La Dacong mengunyah pisang goreng panas dengan santai.
“Bukankah kamu layak. Bakat itu tidak disesuaikan dengan umur.”
“Situasi sekarang juga berbeda, kita dituntut menjadi lebih kuat. Beberapa bagian kerajaan sekarang lagi tidak aman. Gelombang binatang buas sering terjadi.” Puang menuangkan kopi ke cangkir suaminya.
“Sebagai anak kepala keluarga, kamu sebaiknya menjadi motivasi anak-anak yang lain untuk terus meningkatkan spiritual mereka untuk melindungi diri.”
“Baik. Miang mengerti.”
Ibunya bukan orang yang menuntut banyak pada anak-anaknya. Mendengar dia mengatakan ini, I Miang punya firasat hal besar yang mengancam akan terjadi. Setahu dia, nenek dari pihak ibunya seorang paranormal. Ibu mengatakan ini seperti peringatan dini.
“Pamanmu, La Dacong akan mengantarmu ke ruang latihan leluhur. Saya tidak bisa menemanimu untuk saat ini. Ada kasus yang harus saya tangani. Kamu akan berlatih selama 24 jam disana. Besok pagi, saya usahakan menjemputmu. Pergilah bersiap!.” Perintah La Guritcie.
“Apa situasi kerajaan Pinra memang ada masalah? Kenapa gelombang binatang buas semakin sering terjadi?.” I Nintang bertanya dengan serius. Kemarin dia juga menerima surat dari suaminya kalau dia diminta aktif kembali untuk melatih para ksatria muda.
“Ini belum dikatakan secara terbuka. Hanya beberapa orang kepercayaan raja yang diminta bersiap.”
Meski keluarga La Wero terlihat tidak menonjol dan rata-rata pejabat menengah. Mereka tetaplah orang-orang raja.
“Tentu saja agar tidak membuat panic dan membuka peluang orang-orang memanfaatkan situasi membuat kekacauan.”
“Puang Sori, ingatlah untuk mengirimi anakmu hal bagus untuk menyelamatkan nyawa. Anak itu sangat bertekad menjadi warrior.” I Nintang mengingatkan.
“Dalam beberapa hari ini, Saya akan memasuki istana untuk melakukan pemeriksaan rutin. Saya akan menemuinya di barak setelah itu.”
“Itu bagus.” I Nintang mengangguk.
“Kita hanya memiliki dia sekarang.” Dia setengah mengeluh.
“Ah…saya akan berangkat sekarang. Ini sudah siang.” La Guritcie segera bangkit diikuti Puang Sori.
Mata I Nintang mengikuti kepergian sepasang suami istri itu.
“Dia akan menghindar setiap kali saya mengeluh tentang keturunan.”
“Puang, kamu juga tahu kalau kakak saya ini tidak akan menerima selir. Kata La Dacong.
“Siapa yang ingin memberinya selir?.” I Nintang mendelik. “Puang Sori masih muda dan tahu pengobatan.Dia masih bisa melahirkan dua atau tiga anak lagi.”
“Kakak ipar terlalu sibuk sekarang.” Kata La Dacong sambil menunjuk piring yang kosong. Pelayan dengan cepat membawa piring yang berisi penuh pisang goreng yang mengepul.
“Puang Todi juga belum tua-tua amat. Dia masih kuat. Kudengar, kakak punya saudara ipar baru yang muda dan cantik.” La Dacong tertawa kecil menggoda.
“Puang Todi semakin bingung, dia mengambil wanita muda dari tempat seperti itu. Benar-benar…..” I Murni tidak melanjutkan ucapannya hanya menggeleng dan mengangkat cangkir tehnya.
“Hhu….!! Siapa yang ingin menjadi ipar dari wanita-wanita liar itu. Mereka hanya selir dan gundik.” I Nintang mendengus marah.
“Sudah lama saya tidak datang memarahinya. Dia pikir, jabatan menterinya bisa membuatnya melakukan sesuatu yang memalukan!.” Api amarah I Nintang berkobar.
“Puang, jangan marah. Selain La Topa, kita masih memiliki La Adda.” Kata I Murni cepat.
“Anak nakal itu, entah kemana dia perginya. Enam tahun sudah berlalu dan dia belum muncul juga.”
“ Puang Dacong, bukankah katamu, dia pergi menyelesaikan masalah keluarga neneknya?.”
“Memang benar. Masalah itu telah berlalu bertahun-tahun lalu.” La Dacong mencomot satu pisang lagi. dan berkata sebelum memasukkan pisang itu kedalam mulutnya.
“Dia masih muda, biarkan saja. Sudah sewajarnya anak muda berkeliaran mencari pengalaman hidup.”
“Kamu….!!.” Teriakan I Nintang menyentak La Dacong membuat dia kewalahan memakan pisang goreng yang masih sangat panas itu.
“Dia masih muda! Tapi kami sudah tua! Satu tahun ini, kamu mencari calon istri dan melahirkan anak!.”
“Kalau cuma melahirkan anak, aku bisa menemukan wanita cantic untuk memberimu keponakan untuk kamu jaga.” Kata La Dacong santai.
“Apa maksudmu menemukan wanita? Kamu menarik wanita secara acak dan tidur dengannya? Menjijikkan! Kamu mau bermain-main dengan ahli waris keluarga?! Lihat Puang Tonggeng?! Itu anak wanita acak!.”
I Nintang menampar lutut adiknya karena kesal.
“Kak, aku juga anak dari pelayan.”
“Bisakah itu sama?! Ibumu penjaga tingkat satu, bukan budak. Dia masih pejabat tingkat 7 secara hukum kerajaan. Ibumu dan ibuku saudara sesumpah.”
La Dacong tidak membantah lagi.
“Satu tahun, bawa calon menantu pulang.”
“Satu tahun ini, saya sangat sibuk. Tidak ada waktu menemukan wanita baik.”
“Baiklah. Dua tahun kemudian!.”
“La Dacong mengangguk.
“Entahlah. Apakah dua tahun nanti kita bisa lolos dari bencana.” Kata La Dacong dalam hati. Dia mengulurkan tangan meraih pisang goreng lagi.
“Kamu ini….”I Nintang makin kesal melihat kelakuan La Dacong yang hanya masih memikirkan pisang goreng saat dia membahas pernikahan dengannya.
“Kamu sangat menyukai pisang goreng panas, kan?!.” I Nintang tersenyum tapi matanya menyala kemerahan membuat La Dacong tertegun.
“Makan ini!.” I Nintang memasukkan setengah pisang goreng yang sangat panas ke mulut La Dacong secara paksa dan menutupnya. Mulut La Dacong terasa terbakar dan mati rasa. Ada air mata menggantung di matanya.
“Makan tuh pisang goreng!.” Sungut I Nintang, dia pergi dengan kesal.
“Wanita itu sangat menakutkan.” Keluh La Dacong mengipasi mulutnya yang terkena bencana.
I Murni tertawa senang melihat penderitaan La Dacong. “Cepat rapikan dirimu. Kamu seperti orang yang habis dianiaya.”
“Saya memang dianiaya!.” Teriak La Dacong kesal membuat burung-burung beterbangan.
“Jangan biarkan dirimu muncul berantakan di depan I Miang. Dia mungkin sudah menunggumu.”
Mendengar itu. La Dacong cepat menyesuaikan diri sebelum menjemput I Miang. Menggunakan kapal perak terbang, La Dacong membawa I Miang ke gunung di belakang kediaman keluarga La Wero.
Di kaki gunung, La Dacong menyentuh pembatas tak terlihat dan formasi muncul. Dengan cekatan tangannya menonaktifkan formasi dan tanah bergeser di depan mereka. Terbuka lorong panjang dan gelap. Keduanya masuk di depan pintu, La dacong meletakkan tangannya dan pintu terbuka.
“Kamu mengambil peta ruangan ini dari tetua, kan?.”La Dacong bertanya.
I Miang mengangguk.“Ya, aku membawanya.”
“Kamu memiliki waktu 24 jam. Kamu mengaturnya sendiri berapa lama kamu akan menyerap energy, berapa lama kamu akan berlatih fisik dan berapa lama kamu akan menjelajah.”
“Ingatlah untuk masuk di goa berwarna coklat muda. Itu harusnya cocok untuk tingkat spiritual mu saat ini. Untuk goa hijau, jangan menjelajahinya. Disana tersimpan hal-hal yang belum terverifikasi. Berbahaya. Ingat untuk menjaga keamanan yang paling penting.”
I Miang dengan patuh memperhatikan nasehat La Dacong.
“Iya, paman. Saya akan mengingatnya.”
“Saat kamu selesai, pintu penghalang akan terbuka dan cahaya teleportasi akan membawamu ke pintu ini.”
“Masuklah dan berdiri di dalam cahaya itu.” La Dacong menunjuk cahaya biru muda yang tiba-tiba muncul di tengah ruangan.
Keluar dari sana, La dacong merasakan firasat buruk. Dia pergi ke sisi lain gunung dan mengetuk tanah disekitarnya. Sebuah lobang muncul dan dia melompat. Disana juga ada lorong panjang, di setiap sisi ada pintu yang tertutup. La Dacong pergi ke pintu paling ujung.
“Kakak, keponakanmu berkultivasi diatas. Aku berharap kamu menjaganya.” Setelah mengatakan itu, La Dacong keluar dari lubang dan kembali ke kediaman La Wero.