Lin Zhiyuan, adalah pemuda lemah yang tertindas. Ia menyelam ke kedalaman Abyss, jurang raksasa yang tercipta dari tabrakan dunia manusia dan Dewa, hanya untuk mendapatkan kekuatan yang melampaui takdir. Setelah berjuang selama 100.000 tahun lamanya di dalam Abyss, ia akhirnya keluar. Namun, ternyata hanya 10 tahun terlalui di dunia manusia. Dan saat ia kembali, ia menemukan keluarganya telah dihancurkan.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon SuciptaYasha, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
11 Kemarahan Patriak Wang
Nama itu jatuh seperti petir sunyi. Senyum tipis muncul di bibir Zhiyuan. Tenang. Nyaris ramah.
“Lama tidak bertemu, Patriark Wang.”
Patriark Wang menatap lebih dekat—dan akhirnya mengenalinya. Bocah kurus yang dulu selalu menunduk. Yang dipanggil dengan sebutan “sampah keluarga Lin”. Orang yang anak-anaknya pukuli, ejek, dan jadikan bahan olok setiap hari hanya karena ia tidak bisa berkultivasi.
Wang Liu, putra pertama Patriark Wang, memekik tertawa. “Hahaha! Ternyata benar! Sampah itu akhirnya kembali!”
Wang Feixuan hanya mendecih jijik sambil mengibas rambut merahnya. “Memalukan. Bahkan para pelayan pun menatapnya dengan kasihan dulu. Dan sekarang dia datang kembali? Untuk apa? Mengemis?”
Para pelayan keluarga Wang tertawa pelan. Beberapa bahkan tampak tersinggung—seolah kehadiran Zhiyuan hanya mencemari udara aula yang sakral.
Patriark Wang bersandar, sudut bibirnya terangkat dingin. “Jadi kau kembali setelah sepuluh tahun, bocah?”
Patriark Wang mengangguk-angguk perlahan. “Apa kau ingat? Dulu aku pernah berkata pada anak-anakku?”
Ia menatap putra-putrinya sambil tersenyum puas. “Jangan pernah menjadi sepertimu... Sampah yang tak punya bakat dan lari seperti pengecut.”
Gelak tawa bergema di aula, penuh ejekan dan rasa puas. Para murid, para penatua, bahkan beberapa pelayan di pinggir ruangan ikut menunduk sambil menutup mulut, menahan tawa seolah mereka menyaksikan badut yang kembali hanya untuk dihina.
Mereka semua seakan-akan lupa alasan Zhiyuan dibawa ke sini. Lupa bahwa dia bukan datang tanpa alasan. Lupa bahwa kekeringan spiritual yang membuat seluruh kota menderita masih belum terjawab.
Zhiyuan menunggu tawa itu mereda. Tidak terganggu. Tidak tersinggung. Bahkan tampak menikmati absurditas itu.
Lalu, perlahan, matanya bergeser ke arah Wang Liu dan Wang Feixuan. Dia mengamati mereka berdua seolah memeriksa serangga di bawah kaca pembesar.
“Aneh....”
Suaranya pelan, namun langsung memotong tawa di udara.
Wang Liu berhenti tertawa lebih dulu. Wajahnya kaku. “Apa yang kau bicarakan, hah?”
Zhiyuan menatapnya dengan wajah bingung yang dibuat-buat. “Dimana adik kalian?” tanyanya membuat semua orang terdiam.
Zhiyuan berkedip pelan, nada suaranya ringan, nyaris polos. “Patriark Wang, bukankah kau punya tiga anak?”
Patriark Wang memicingkan mata. Tawa di aula mereda sepenuhnya. Semua kepala mulai menoleh perlahan, seperti tersadar pada sesuatu yang mereka lupakan.
Zhiyuan tersenyum setipis benang. “Kalau tidak salah namanya Wang Qiang, bukan?Anak yang selalu makan tiga kali hidangan pesta, tapi tidak pernah kenyang.”
Senyumnya melebar sedikit. “Yang bentuknya seperti—ah, apa julukannya dulu?—‘babi keluarga Wang’?”
Wang Feixuan menegang, wajahnya memerah karena marah. Wang Liu terdiam. Sementara Patriark Wang membeku.
Zhiyuan memiringkan kepala, pura-pura bingung. “Lucu. Dengan tubuh sebesar itu, tapi aku tidak melihatnya disini. Apa dia sedang diet?”
Tak ada tawa. Tak ada suara. Hanya dengungan tekanan spiritual yang mulai naik di udara—marah, takut, bingung bercampur jadi satu.
Tatapan Patriark Wang perlahan berubah, dari yang awalnya dipenuhi kesombongan, menjadi cemas.
Ia mengingat jika Wang Qiang pergi ke Linzhang untuk membunuh Zhiyuan, sekarang Zhiyuan ada disini, tapi tidak dengan anaknya, kemana dia pergi? Apa yang terjadi padanya?
Zhiyuan melihat perubahan itu—dan tersenyum sangat lembut, hampir penuh iba.
“Ah, sepertinya aku melupakan sesuatu." Kemudian ia menoleh pada Jinzu, lalu bertanya dengan ringan.
“Jinzu.”
Jinzu menelan ludah keras. “Y—Ya, Tuan muda.”
“Ingatan-ku agak kabur. Kemarin… apakah kau melihatku membunuh bocah gemuk seperti babi?”
Suasana langsung runtuh.
Jinzu menegang, keringat menetes. Semua mata menatapnya, seolah ingin mendengar jawaban jujur darinya.
Jinzu menghela napas panjang, menunduk… lalu mengiyakan. “Benar. Tuan muda… Anda membunuhnya.”
Semua mata membulat sempurna, bahkan Patriark Wang nyaris lupa bernafas.
“A—apa dia bilang membunuh Wang Qiang?”
“Tidak mungkin… Tuan Muda Wang berada di ranah Prajurit Alam tingkat 3…”
“Tapi Wang Qiang pergi mencari dia. Kalau begitu dimana dia sekarang?”
Zhiyuan menatap Patriark Wang. Senyumnya dingin, tipis, tapi damai seperti pembawa kabar kematian yang sudah hapal tugasnya.
“Babi itu tiba-tiba datang dan ingin membunuhku..." Zhiyuan mendesah kecil, seolah mengenang sesuatu yang artistik, bukan tragis. “Sayangnya, tubuh gemuk itu tidak bertahan lama.”
Zhiyuan menoleh pada Jinzu lagi. “Bagaimana caraku membunuhnya?”
Seluruh tubuh Jinzu bergetar, namun ia tetap menjawab, suaranya serak. "Anda membuat Wang Qiang tercekik, matanya keluar, darahnya kering, tulang-tulangnya remuk, dan akhirnya mati dengan cara paling menyakitkan."
“ZHIYUAN!!!”
Teriakan itu mengguncang pilar-pilar batu, membuat lantai bergetar.
Hawa membunuh yang sangat besar meledak dari tubuh Patriark Wang, membuat semua orang memegangi rambutnya oleh tekanan angin yang menerpa seluruh ruangan dan menghancurkan kaca-kaca.
Patriark Wang akhirnya bangkit dari singgasananya, aura menggelegar seperti badai jiwa.
Tapi Zhiyuan hanya menatap balik, mata merahnya bersinar lembut. Ia tersenyum, seolah sudah menantikan momen itu.
"Kenapa kau sangat marah, Patriark Wang? Aku hanya membunuh satu anggota keluargamu, belum semuanya seperti yang kau lakukan pada keluargaku. Bukankah itu yang namanya keadilan?"
Aula Agung dipenuhi tensi yang hampir bisa disentuh—tebal, mencekik, seperti udara sebelum badai hitam meledak. Di antara pilar giok yang bergetar, dua sosok berdiri berhadapan.
Zhiyuan, tenang seperti malam sebelum kiamat. Patriark Wang, mengaum bak binatang terluka, siap meledak kapan saja.
Murid-murid sekte tersungkur, dada mereka seperti ditindih gunung. Para penatua menggertakkan gigi, beberapa bahkan harus menopang tubuh dengan batang pedang agar tidak jatuh.
Namun di tengah ketegangan itu—di balik rahang yang mengeras dan mata yang bersinar buas—Wang Liu melihat sebuah kesempatan.
Matanya melebar, pupil gemetar karena campuran kebencian dan keserakahan. Rantai spiritual yang mengikat kedua tangan Zhiyuan masih terlihat. Cahaya segel kuno itu tak tergoyahkan, simbol belenggu absolut.
'Ini kesempatan emas! Jika aku membunuhnya sekarang… aku akan jadi pahlawan. Keluarga Wang akan kembali disegani. Ayah akan bangga. Dunia akan tahu namaku!' pikirnya.
Wang Liu menggenggam pedangnya lebih kuat, napasnya tersengal penuh ambisi. Bisikan keji itu terlintas di otaknya.
Wang Feixuan yang berdiri di sebelahnya melihat perubahan raut kakaknya. Matanya membesar.
“Wang Liu—jangan!”
Tapi terlambat. Wang Liu sudah melesat dari tempatnya. Pedangnya berkibar seperti kilat, aura membunuh menjerit di udara.
“MATI KAU, BAJINGAN!!!”
Sorak histeris itu membelah ruang, menggetarkan hati banyak orang. Bahkan Patriark Wang tersentak, terkejut melihat kecerobohan putranya.
Zhiyuan menoleh perlahan, menunggu pria itu sampai ke hadapannya. Dan dalam sekejap—
KRRRK—
Rantai spiritual yang mengikat tangannya retak. Cahaya segel purba berkedip lalu hancur, pecah menjadi serpihan cahaya yang lenyap bagai debu bintang.
Seluruh aula menegang melihat kehancuran borgol spiritual yang bahkan dapat membuat orang di ranah Raja Alam tidak bisa berkutik.
Wang Liu juga sama terkejutnya, namun sudah terlambat. Zhiyuan mengangkat tangannya seperti sedang mengibaskan debu dari lengan bajunya.
Gerakannya ringan. Santai. Tapi Wang Liu dapat merasakan sesuatu yang dingin menyentuh jiwanya. Kematian.
SWIIING—
DUAARRR!!!
mlh kalo baru awal2..kek semua tokoh tu mukanya smaaaaaaa..🤣🤣