Permata Hatiku

hari ini bukanlah hari kemarin. Berlian mencoba melangkah baru kembali.

hatinya membeku, semua sudah pudar seperti catatan usang yang termakan usia.

entah apa yang difikirkan oleh wanita ini. hatinya sekuat baja yang tak tergoyahkan. bahkan kejadian seperti itu tak membuatnya menangis meraung seperti yang lainnya.

dia hanya diam dan tak banyak berkata. bahkan saat ini pula dia sedang disibukkan dengan design terbarunya.

menyibukkan diri adalah hal yang paling ampuh untuk melupakan kejadian waktu itu.

klek, pintu kantor Berlian terbuka. muncullah sosok dua orang wanita yang senantiasa menjaganya.

mereka duduk memperhatikan Berlian yang tak sedikitpun berhenti membuat sketsa designnya.

" hentikan itu ! apa kau tak lelah sepanjang hari duduk seperti itu ? " tanya Tasya penuh rasa cemas.

tapi Berlian tak mengindahkannya. dia tetap senang dengan dunianya.

" kak..... makanlah ! kau belum makan sejak tadi. " Amey menyodorkan kotak makan tepat di tangan Berlian.

Berlian berhenti dan menatap kotak merah muda itu. senyum getir tersirat di wajahnya.

" apa kalian sedang mengejekku ? " tanya Berlian dengan menaikkan sebelah alisnya.

mereka mengkerutkan alisnya tak mengerti ucapan berlian.

" hatiku berduka dan kalian memberikan aku kotak bekal makan berwarna hati. " ucap Berlian dengan menggelengkan kepalanya.

Amey dan Tasya mengangkat cepat kedua tangannya ke udara dan melambaikan tangannya. " ma - maksud kami bukan begitu " sanggah Tasya cepat agar Berlian tak salah paham.

Berlian yang melihat kegugupan diwajah mereka pun jadi tertawa kecil. " aku hanya bercanda " Berlian tersenyum kepada mereka.

" kau memiliki kami. jadi jangan pendam semua dukamu itu. " ucap Tasya melembut dengan menggenggam tangan Berlian.

" aku tahu itu " Berlian memeluk Amey dan Tasya.

' hatimu terbuat dari apa kak. ' pikir Amey yang tanpa aba air matanya mengalir. di usapnya air mata itu agar Berlian tak mengetahuinya.

*******

seminggu setelah itu, hari haripun berjalan seperti biasanya. Berlian tetap menikmati hari harinya.

Rean masih tetap berjuang mendapatkan hati Berlian kembali. Berlian dan Rean kini suka pergi bersama, tapi bukan sebagai kekasih melainkan seperti sahabat. bagi Berlian, Rean kini hanya sahabat. tapi untuk Rean, Berlian adalah segalanya.

saat ini pun Rean menjemput Berlian untuk mengantarnya kembali ke rumahnya.

hari ini Frans menyuruh mereka berkumpul di rumah. awalnya gustav sang kakak melarang Berlian untuk pulang ke rumah itu. tapi dengan keyakinan gustav mengijinkan Berlian pergi ke rumah itu.

setibanya mereka di pelataran rumah, Rean dan Berlian memperhatikan sebuah mobil yang tampak familiar di ingatan mereka.

mereka berdua berjalan memasuki rumah itu. ketika sampai di ruang keluarga, betapa terkejutnya mereka melihat sosok pria duduk di antara mereka semua.

pria itu menatap dan tersenyum tipis ke arah Berlian. Rean dan Berlian sama sama terdiam tak membalas senyum itu sehingga pria itu mendatarkan senyumannya.

" mau apa kau disini ? " suara itu bukan dari bibir madu Berlian tapi suara bass milik Rean dengan tatapan tajam pada pria itu.

reant mengepalkan tangannya tak kala melihat pria itu tak tahu malunya datang kembali. Diordan kini yang berada di tatapan matanya.

berani sekali dia menampakkan wajahnya setelah lari dari hari pernikahannya.

" sudah, nanti saja bicaranya. kita akan bicara nanti setelah makan malam ". ucap Frans melerai Rean yang tengah di rundung amarah.

Berlian berlalu begitu saja berjalan ke arah kamarnya. Rean pun mengikuti Berlian dari belakang.

saat hendak di depan pintu, Berlian menghentikan langkah Rean yang ingin ikut masuk juga kedalam kamarnya.

" mau apa ? " tanya Berlian dengan berkacak pinggang.

" ya mau ganti baju " jawab Rean dengan setengah menggoda.

Berlian merotasikan kedua bola matanya malas. " ganti baju dirumahmu dan di kamarmu ! jangan mengikuti ku ! " tegas Berlian seraya menutup pintu kamarnya.

Rean terkekeh melihat kejengkelan Berlian. di ketoknya pintu kamar Berlian itu " hey, apa kau tak ingin ku bukakan bajumu itu ? " tanya Rean menggoda.

" cari mati ya " teriak Berlian di dalam kamarnya yang masih terdengar Rean sehingga membuatnya tertawa lantang.

ke akraban mereka itu tak luput dari perhatian seseorang yang berdiri di lantai bawah dengan tatapan mata tak suka dan mengepalkan kedua tangannya.