Follow ig @abil_rahma
Icha gadis cerdas disekolahnya, terbukti dari segudang prestasi yang dia dapatkan. Tetapi sayangnya dia gadis yang terlihat culun dan jarang bergaul, itu disebabkan karena Ayahnya mengatakan kalau dia sudah dijodohkan sejak bayi dengan anak sahabat Ayahnya. Yang dia tau sahabat Ayahnya itu orangnya sangat baik sekali. Tetapi dia tidak tau siapa orang yang sudah dijodohkan dengannya.
Vicky Al Ghifari seorang cowok yang terkenal playboy disekolahnya, suka gonta-ganti pacar. Dia juga tahu kalau sudah dijodohkan sejak bayi, tetapi keadaan itu dia manfaatkan buat mencari pacar sebanyak-banyaknya. Karena dia tak tahu siapa yang sudah dijodohkan dengannya.
Mereka harus menikah saat masih SMA kelas XII karena suatu alasan. Akankah mereka bisa menerima pernikahannya dan hidup bahagia atau sebaliknya?Karena ternyata orang yang dijodohkan tak sesuai dengan harapan mereka.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Abil Rahma, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
DMS 28
Sebelum Al menjawab, Icha yang baru datang menyela lebih dulu.
“Gak mau datang kemana emangnya?” tanyanya.
Ketiganya menoleh ke sumber suara.
“Ke acara ultah ku, kenapa kamu gak datang Cha?” tanya Martha.
“Kapan? Aku gak tau, Al juga gak bilang sama aku?” Icha terlihat bingung.
Kini tatapannya beralih kewajah Al, yang tadinya menatap Martha.
“Kenapa kamu gak bilang kalo Martha ngundang kita ke acara ultahnya? Kalo bilang aku juga gak akan keberatan jika kita datang,” ucap Icha penuh selidik.
“Aku emang sengaja gak bilang Cha,” jawab Al, lalu tatapannya dia alihkan kearah Martha, “Maaf Tha, gue emang sengaja gak bilang Icha,” ucapnya kemudian.
“Yaudah gak apa-apa, aku ngerti kok,” ucap Martha dengan sendu, ternyata Al sudah melupakannya sampai gak mau datang ke acara ultahnya, tapi Martha gak bisa berbuat apa-apa, pikirnya.
“Ayo pulang Cha, kita duluan ya,” ucap Al lalu keduanya berjalan mendekati mobil dan masuk kedalamnya.
“Tha, Al punya alasan gak keacara ultah lo, karena Nasita,” jelas Alvian pada Martha setelah keduanya berlalu.
Kemudian Alvian menceritakan kalau Nasita pernah bertemu dengan Al dan Icha dia mengatakan sesuatu yang tidak mengenakkan, dan untuk menghindari Nasita, Al pun tidak datang ke acara ultah Martha.
“Oh jadi itu alasannya ya, gue udah mikir kalo gak di bolehin sama Icha, tapi tadi Icha malah gak tau juga ternyata,” ucap Martha setelah tahu alasan sebenarnya.
Lalu keduanya pulang dengan kendaraan masing-masing.
Di tempat lain, tepatnya di mobil Al dan Icha.
“Al kenapa kamu gak ngomong sana aku, kalo Martha ngundang kita keacara ultahnya, kasian kan dia?” tanya Icha penasaran.
“Gak apa-apa Cha, aku males aja datang, udahlah gak usah bahas itu. Sekarang kamu mau pulang apa ikut aku ke kantor aja?” Al mengalihkan pembicaraannya, Icha hanya mendengus karena tak mendapatkan jawaban yang memuaskan.
“Sayang, ditanya kok malah diem sih?” Al menoleh sekilas ke arah Icha.
“Ikut, aku males dirumah sendirian, kalo gak boleh ikut anter aku ke rumah Mama, setidaknya disana ada Raffa,” jawab Icha tanpa melihat Al.
“Yaudah ikut aja ya, kita makan dulu ya,”
“Makan di kantor aja bisa kan?”
“Iya tuan putri, kita makan di kantor, ntar delivery aja kalo gitu,” Al menyetujui permintaan Icha.
Mereka memasuki kantor masih menggunakan seragam SMA, tetapi para pegawai kantor tetap menunduk saat Al datang, meskipun masih menggunakan seragam sekolah.
Keduanya memang membawa baju ganti, tetapi akan berganti pakaian ketika sudah berada di dalam kantor.
Sebelum masuk kedalam ruangannya, Al lebih dulu berhenti didepan meja sekertaris, sedangkan Icha langsung masuk keruangan Al.
“Mbak Bila, apa Mas Rio ada pertemuan hari ini?” tanya Al.
Rio adalah orang kepercayaan Papanya Al, dia yang selama ini mengurusi perusahaan.
“Ada Pak, tapi sepertinya sudah kembali beberapa menit yang lalu,” jawab sekertaris itu.
“Sudah berapa kali aku bilang, jangan panggil Pak, kok masih aja panggil aku Pak sih Mbak, serasa sudah tua aku Mbak,” protes Al tak terima di panggil Pak.
“Suruh dia nemuin aku ya Mbak,” ucapnya lagi.
Sekertaris yang usianya lebih tua sepuluh tahun darinya itu pun tersenyum lalu mengangguk, mengiyakan perintah Al.
Al pun meninggalkannya dan masuk ke dalam ruangannya.
Setelah berkutat dengan pekerjaannya yang melelahkan, Al meregangkan otot-ototnya, dia belum melaporkan pekerjaan hari ini pada Papanya. Karena setiap hari dia akan melaporkan semuanya pada Sang Papa.
Al lebih memilih beranjak dari kursi kebesarannya, dia masuk kedalam kamar yang ada diruangan itu, di sana ada Icha yang setia menunggunya bekerja. Saat sampai kedalam kamar, Al melihat Icha tertidur dengan buku yang berserakan di sekitar Icha.
Al tahu Icha pasti tadi mengerjakan tugas sekolah, mungkin dia kecapean dab tertidur.
“Sayang ayo kita pulang,” ucap Al pas ditelinga Icha, dia juga meniup-niup telinga Icha, supaya sang empunya terbangun.
Benar saja, Icha membuka matanya, dia merasa kegelian karena telingannya ditiup oleh Al tadi.
“Geli Al, kenapa ditiup sih?” protes Icha.
“Gak apa-apa, mau aja,” jawab Al santai.
“Ayo pulang, udah sore ini, pekerjaanku juga sudah selesai, tinggal laporin ke Papa,” ucapnya lagi.
“Aku beres-beres dulu ya,” ucap Icha lalu mengemasi semua buku-bukunya.
“Al tadi pekerjaan sekolahmu ada yang aku buat, tapi gak semua hanya beberapa saja.” Ucap Icha sambil mengemasi semua alat tulis.
“Harusnya kamu gak usah lakuin itu sayang, biar nanti aku kerjakan dirumah,” ucap Al sedikit tidak enak.
“Gak apa-apa, itung-itung aku bantu kamu, kasian kamu sudah capek kerja terus harus ngerjain tugas juga,” ucap Icha, dia merasa kasihan dengan kegiatan melelahkan suaminya.
“Lagian aku hanya mengerjakan tugas sejarah saja, suamnya aku dapatkan dari buku paketmu ini,” ucap nya lagi.
“Ayo aku udah selesai,” Icha mengajak Al keluar dari kamar tersebut.
Lalu keduanya pulang bersama, tentunya mereka sudah berganti kostum dan tidak menggunakan seragam SMA lagi.
Setelah sampai dirumah, Icha langsung kedapur untuk membuat makan malam, dia tidak begitu lelah seperti Al, karena dia banyak tiduran waktu di kantor, sedangkan Al harus bekerja.
Satu jam berkutat dengan dapur, Icha pun menyusul Al kedalam kamar, terlihat Al masih sibuk dengan laptop dipangkuannya, pakaian yang dia kenakan pun masih sama, berarti dia belum mandi pinkir Icha.
“Sayang kok kamu belum mandi sih, kerjaannya selesaikan nanti, ini juga sudah mau maghrib. Kamu bilang tadi udah selesai pekerjaannya, tapi ini masih sibuk aja,” Icha sedikit protes saat melihat Al masih saja bekerja.
“Bentar sayang, ada sedikit yang harus aku benahi, ini juga udah selesai,” ucap Al, lalu dia mematikan laptopnya, karena memang pekerjaannya telah usai.
Aku siapin air hangat dulu ya,” ucap Icha lalu masuk kedalam kamar mandi.
Setelah menyiapkan air hangat, Icha kembali mendekati Al yang masih duduk di sofa.
“ Mandi dulu sana, ntar gantian sama aku, biar kusiapkan baju mu,” titah Icha lalu dia mengambilkan baju ganti buat Al.
Bukannya kearah kamar mandi, Al justru mendekati Icha.
“Kita mandi bareng ya sayang,” bisik Al ditelinga Icha, tangannya meraih pinggang Icha.
“Jangan macam-macam Al, ayo sana mandi udah sore juga,” Icha mengusir Al supaya masuk kamar mandi.
“Gak mau mandi kalo gak bareng sama kamu,” ucap Al dengan manja.
“Kalo gak mau mandi biar aku aja yang mandi, kamu terserah mau mandi apa nggak,” ucap Icha yang jengah melihat Al bersikap seperti anak kecil.
“Oke aku mandi,” ucap Al lalu masuk kedalam kamar mandi.
Sedangkan Icha lebih memilih mandi di kamar sebelah, karena waktu sudah menjelang maghrib, jika dia menunggu Al selesai mandi, sudah dipastikan kalau akan ditinggal Al sholat dahulu.
Setelah mandi mereka melaksanakan sholat berjamaah, lalu membaca beberapa lembar mushaf Al-Qur’an. Itu sudah menjadi rutinitas mereka setiap harinya, mereka saling mengingatkan satu sama lain, tapi lebih sering Icha yang mengingatkan.
Malam harinya setelah makan malam dan sholat isya’ mereka berdua mengerjakan tugas sekolah masing-masing, mengingat sebentar lagi ujian nasional.
Bersambung.....
jangan lupa like n komennya ya,
sholat terus maksiat jalan