NovelToon NovelToon
Jodohku Si Anak Band

Jodohku Si Anak Band

Status: sedang berlangsung
Genre:Nikahmuda / Cintapertama
Popularitas:9
Nilai: 5
Nama Author: santisnt

Melodi terpaksa menerima perjodohan yang sebenarnya ditujukan untuk kakaknya. Ia dinikahkan dengan Gilang, gitaris sekaligus vokalis terkenal berusia 32 tahun—pria dingin yang menerima pernikahan itu hanya demi menepati janji lama keluarganya.

Sebelum ikut ke Jakarta, Melodi meminta sebuah perjanjian pribadi agar ia tetap bisa menjaga batas dan harga dirinya. Gilang setuju, dengan satu syarat: Melodi harus tetap berada dekat dengannya, bekerja sebagai asisten pribadinya.

Namun sesampainya di Jakarta, Melodi mendapati kenyataan pahit:
Gilang sudah memiliki seorang kekasih yang selalu berada di sisinya.

Kini Melodi hidup sebagai istri yang tak dianggap, terikat dalam pernikahan tanpa cinta, sambil menjalani hari-hari sebagai asisten bagi pria yang hatinya milik orang lain. Namun di balik dinginnya Gilang, Melodi mulai melihat sisi yang tak pernah ditunjukkan sang selebritis pada dunia—dan perasaan yang tak seharusnya tumbuh mulai muncul di antara mereka.

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon santisnt, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

tersesat

Akhirnya pesawat mereka tiba dan para penumpang mulai bersiap masuk.

“Ayo,” ucap Gilang singkat.

“Duluan aja. Gue bukan anak TK,” sahut Melodi ketus.

“Ya udah. Masih untung gue ngajak,” balas Gilang, lalu melangkah cepat membawa tas kecilnya.

Sepeninggalan Gilang, Melodi mulai menggerutu sambil mendorong koper besarnya. Di sepanjang antrean, suasana makin riuh. Ternyata cukup banyak orang yang mengenali Gilang.

Namanya terdengar dari berbagai arah.

Pujian, bisik-bisik, dan suara kamera ponsel menyatu.

Melodi menghela napas kasar.

“Mbak, bisa saya duluan nggak?” ucap Melodi pada seorang perempuan di depannya.

“Antri, Mbak,” jawab perempuan itu singkat—matanya masih sibuk mencari Gilang.

“Ya udah, buruan masuk kalau gitu,” gumam Melodi kesal.

Satu per satu penumpang masuk ke dalam pesawat. Gilang sudah lebih dulu berada di dalam.

“Mas, boleh minta tolong angkatin ini?” ucap Melodi pada pramugara sambil menunjuk kopernya.

“Baik, Mbak. Boleh ditunjukkan kursinya di mana?” ucap pramugara ramah.

Melodi menyerahkan tiketnya.

Pramugara melirik, lalu tersenyum kecil.

“Kursinya bersebelahan, Mbak.”

Melodi langsung mengernyit.

“Mas, bisa nggak saya pindah aja?” ucapnya datar.

“Harus sesuai nomor kursi ya, Mbak,” jawab pramugara sopan.

Melodi mendesah, lalu menoleh ke penumpang di seberangnya—seorang perempuan cantik dan modis.

“Mbak fans Gilang ya?” tanya Melodi tiba-tiba.

Perempuan itu mengangguk antusias.

“Nah, tukeran yuk. Saya duduk persis di sebelah dia,” ucap Melodi cepat.

“Emang boleh, Dek?” tanya perempuan itu ragu tapi jelas senang.

“Boleh dong,” jawab Melodi sambil tersenyum tipis.

Ia menoleh ke pramugara.

“Mas, kita tukeran nggak apa-apa kan?”

“Baik, silakan,” jawab pramugara.

“Makasih ya, Dek,” ucap perempuan itu bahagia sebelum duduk di kursi Gilang.

Melodi langsung menuju kursi seberang tanpa ragu.

Gilang yang sejak tadi memperhatikan hanya bisa menahan kesal.

Sampai segitunya banget, batinnya.

Duduk di sebelah gue aja nggak mau.

Ia menoleh sekilas ke arah Melodi.

Namun perempuan itu sudah memasang headset, menatap lurus ke depan—seolah keberadaan Gilang sama sekali tidak berarti.

Dan untuk pertama kalinya, Gilang merasa…

ditolak tanpa kata.

Selama perjalanan, mereka tetap diam.

Melodi lebih banyak tidur—meski sebenarnya rasa takut naik pesawat masih menguasainya. Ia memejamkan mata erat, headset terpasang, seolah dunia di sekitarnya tidak ada.

“Noleh dikit juga nggak,” gumam Gilang pelan, hampir tak terdengar.

“Ada apa, Mas Gilang?” tanya perempuan di sebelahnya yang mendengar gumam itu.

“Nggak apa-apa,” jawab Gilang singkat.

Perjalanan mereka lalui tanpa percakapan berarti. Hingga pesawat mendarat dan penumpang mulai turun, situasi kembali ricuh.

Begitu keluar dari pesawat, Gilang langsung dikelilingi petugas bandara. Beberapa orang kembali mengenalinya, suasana mendadak ramai. Gilang digiring cepat menuju jalur khusus.

Melodi tertinggal.

“Ahhh… kalau begini gue jadi gembel di Jakarta,” gerutunya bingung.

Ia berusaha tetap tenang, mengikuti arus penumpang lain. Setelah cukup lama berdesakan, akhirnya Melodi berhasil keluar juga. Namun begitu sampai di area kedatangan, ia terdiam.

Ia tidak tahu harus ke mana.

Tak melihat Gilang, tak melihat siapa pun yang dikenalnya, Melodi akhirnya memilih duduk di salah satu kursi sambil memeluk kopernya.

Sementara itu, Gilang sudah diamankan dan dijemput oleh asisten pribadinya, Adi.

“Gila, panas banget,” ucap Gilang begitu masuk ke dalam mobil.

Namun Adi masih berdiri di luar. Ia membuka pintu kembali.

“Buruan jalan,” ucap Gilang.

Adi justru menoleh ke sekitar.

“Bini lo mana, kocak?”

Gilang terdiam.

Sejenak.

“Anjir…”

Ia tersadar. “Gue… kayaknya ninggalin dia deh. Gue nggak tau kalau dia nggak ikut gue keluar.”

“Gimana sih,” ucap Adi kesal. “Harusnya lo liatin dia.”

“Mana gue tau, tadi seramai itu,” jawab Gilang defensif.

“Yaudah, lo diem di sini. Gue bantu cari,” ucap Adi cepat lalu menutup pintu mobil.

Gilang menyandarkan kepalanya ke kursi, menghela napas panjang.

Untuk pertama kalinya sejak menikah, dadanya terasa sesak.

“Bisa-bisanya gue lupain dia,” gumamnya pelan.

Dan entah kenapa, bayangan Melodi duduk sendirian—bingung, lelah, tanpa siapa pun—terus muncul di kepalanya.

1
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!