NovelToon NovelToon
Demi Semua Yang Bernafas Season 2

Demi Semua Yang Bernafas Season 2

Status: sedang berlangsung
Genre:Spiritual / Balas Dendam / Identitas Tersembunyi / Raja Tentara/Dewa Perang / Pulau Terpencil / Kultivasi Modern
Popularitas:13.7k
Nilai: 5
Nama Author: Babah Elfathar

Yang Suka Action Yuk Mari..

Demi Semua Yang Bernafas Season 2 Cerita berawal dari kisah masalalu Raysia dan Dendamnya Kini..

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Babah Elfathar, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

Bab 34

Bab 34 -

Rial bersama beberapa orang lainnya segera bergegas meninggalkan kerumunan. Mereka mencari tempat yang agak sepi, lalu duduk bersama sambil mulai berbincang dengan nada serius namun akrab.

Harsono menatap satu per satu wajah di hadapannya, suaranya tenang namun sarat makna.

“Kita sudah hampir sampai di tujuan. Kalian semua pasti sudah saling mengenal, bukan? Ingat, aku pernah bilang akan mengirim kalian ke suatu tempat?”

Mereka semua mengangguk pelan.

Wajah-wajah itu tampak menunggu penjelasan lebih lanjut.

Harsono menarik napas panjang sebelum melanjutkan, “Dunia ini menyimpan rahasia besar yang tidak banyak diketahui orang. Dunia yang kita tinggali bisa runtuh kapan saja, bahkan tanpa peringatan.”

Ucapan itu membuat suasana menjadi hening. Ketika ia hendak melanjutkan, tatapannya beralih pada dua cucunya.

“Kalian tahu kalau Rangga adalah bagian dari Night Watcher,” katanya lirih, “tapi kalian belum benar-benar memahami apa yang mereka lakukan. Mereka melindungi kita dari bahaya yang tidak terlihat. Karena itu, kita juga harus bergerak dan melakukan apa pun yang bisa kita lakukan!”

Rial mengerutkan kening, matanya dipenuhi kebingungan.

“Lalu apa hubungannya semua ini dengan perjalanan kita sekarang, Kek?”

Harsono menatapnya, sedikit putus asa.

“Bagaimana aku bisa menjelaskannya, Nak? Intinya… mungkin saja Night Watcher tak akan sanggup melindungi kita lagi. Karena itu, aku harus memastikan kalian pergi dari sini.”

“Pergi?” Elyza—yang sejak tadi diam—merasa kata itu terdengar aneh.

“Pergi ke mana, Kek?”

Harsono tersenyum samar. “Kalian akan tahu nanti. Tapi ingat, kalau suatu saat kalian tidak lagi punya siapa pun untuk diandalkan, bersatulah satu sama lain. Keluarga harus tetap jadi keluarga.”

Rial mendengus kecil. “Kek, jangan bilang ini semacam syuting film misteri ya? Nggak ada kamera tersembunyi ‘kan? Kami nggak mau ikut main peran aneh-aneh!”

“Sudah, sudah! Kalian berangkat sekarang juga. Kalau semuanya sudah aman, aku sendiri yang akan membawa kalian pulang,” kata Harsono tegas.

Rial masih terlihat ragu dan merasa ada yang ganjal.

Sementara Elyza sudah bisa membaca bahwa suasana hati sang kakek sedang tidak stabil. Ia dengan cepat menepuk lengan Rial, memberi isyarat agar diam dan tak memperpanjang perdebatan.

“Kalau begitu... Rangga bagaimana, Kek?” tanya Elyza hati-hati.

“Dia pasti sedang menuju medan pertempuran,” jawab Harsono dengan napas berat, seolah menahan kecemasan yang dalam.

 

Voyage…

Organisasi itu tidak tampak besar di permukaan, namun rahasia di baliknya luar biasa. Banyak tokoh dari kalangan atas diam-diam berinvestasi dan menaruh harapan pada mereka. Bahkan beberapa anggota Night Watcher sendiri mendukungnya secara tersembunyi.

Kini, Voyage menjadi harapan terakhir—satu-satunya upaya untuk bertahan di tengah kehancuran yang mendekat.

 

Rangga dan timnya melangkah keluar dari gedung dengan langkah cepat dan mantap.

Udara malam terasa berat, mencampur antara rasa waspada dan tekad.

Thania menggumam pelan, “Kupikir orang tua itu sengaja menyuruhmu pergi.”

Rangga menghela napas dan menjawab dengan nada dingin, “Kita harus segera bergerak, mengalahkan Red Ghost, lalu secepatnya kembali untuk membantu mereka.”

Ia menatap langit yang mulai kelabu. “Masuklah ke mobil. Kita berangkat sekarang. Kalau kita cepat, semuanya bisa selesai sebelum terlambat.”

“Lucu ya,” sahut Krish dengan tawa sinis, “kita sudah keluar dari Night Watcher, tapi tetap saja disuruh menjalankan misi mereka.”

Thania dan Sisil saling pandang sebelum menimpali, “Kamu ikut atau tidak? Kalau nggak, ya tinggal di sini saja.”

“Sudah, nggak perlu banyak omong,” potong Sisil dengan nada tajam tapi bersahabat. “Yang setuju lebih banyak, jadi kita jalan!”

Belum sempat Rangga masuk ke mobil, terdengar suara memanggil dari belakang.

“Rangga!”

Ia menoleh cepat. Di kejauhan, Fella berjalan bersama seorang perempuan berwajah dingin yang tadi sempat ia temui.

“Siapa sangka, ya?” ucap Fella dengan senyum samar. “Tiga tahun tak bertemu, dan sekarang kamu sudah jauh lebih kuat. Tapi kuberi saran: jangan terlalu keras pada Dirman. Orang tua itu sudah cukup tertekan belakangan ini.”

Ia menatap Rangga lebih dalam sebelum menambahkan, “Cepat atau lambat, Night Watcher akan jatuh ke tanganmu juga. Semua orang akan tunduk padamu—dan bersama itu, beban yang kamu pikul juga akan jauh lebih berat.”

“Persetan!” Rangga menyahut kesal. “Aku cuma mau menyelesaikan urusanku sebentar. Kalian tunggu di mobil!”

Fella menyeringai. “Jadi, kapan kamu akan mengenalkanku pada mantan istrimu? Kudengar kamu dulu kerja kasar selama tiga tahun? Wah, cinta sejati banget, ya?”

Beberapa orang di sekitar mereka tertawa.

“Brengsek!” Rangga mendengus, lalu berlari menuju gedung yang tampak suram itu.

Ia melesat secepat kilat menuju ruang rapat.

Di dalam, Diego dan Dirman belum pergi. Melihat Rangga kembali, Dirman langsung menggerutu, “Hei, bocah! Apa lagi yang kamu lakukan di sini?”

Rangga menatapnya serius. “Aku mau tanya satu hal. Bagaimana kondisi Barbar City sekarang?”

“Tak bisa dihubungi,” jawab Diego dengan berat. “Kalau mereka bisa ikut bertempur, kamu dan Mahatir akan jadi kombinasi hebat. Tapi tanpa mereka, bahkan Dirman pun akan kesulitan. Seharusnya Hedges sudah menyeret Mahatir ke sini.”

Rangga menatap mereka dengan dingin. “Aku bisa menumbangkan satu Gold Ghost sendiri. Tapi jangan mati dulu, Pak Dirman. Aku belum siap mengambil alih Night Watcher—aku sudah muak dengan semua ini.”

Tanpa menunggu jawaban, ia berbalik dan keluar lagi.

 

Di bawah, timnya sudah siap. Orang-orang itu bukan sembarang prajurit; mereka terlatih dan paham medan. Target mereka jelas: Blue Ghost dan terutama Red Ghost.

Sebuah mobil off-road hitam menunggu dengan mesin berderu. Semua perlengkapan sudah disusun rapi di bagasi.

“Ayo jalan!” seru Rangga.

“Alamat sudah kutaruh di maps,” ujar Vela dari kursi depan. “Perjalanan sekitar empat jam. Tapi... tempat itu tidak aman.”

Nada suaranya berubah tegang.

Di wilayah itu, banyak pengembara yang tinggal. Orang-orang biasa yang tidak tahu apa-apa. Kalau Red Ghost bertahan terlalu lama di sana, korban akan berjatuhan.

“Ini tugas Night Watcher,” Rangga menghela napas. “Mau bagaimana lagi, kita selesaikan saja. Mudah-mudahan Luke juga di sana—biar sekalian kita bereskan semua.”

Dua puluh satu mobil berderet, melaju seperti ular hitam di jalanan gelap.

Setiap kendaraan sudah dimodifikasi agar bisa menampung dua belas orang dengan nyaman.

Di dalam mobil, Rangga menatap Raysia yang duduk di sebelahnya. Sebelum ia sempat bicara, gadis itu sudah berucap lebih dulu.

“Jangan khawatir. Memang aku belum pernah melawan mereka secara langsung, tapi aku juga bukAn orang biasa. Aku bisa menyesuaikan ritme pertarungan mereka.”

Rangga mengangguk. “Baik. Krish menyetir dulu. Nanti kita bergantian tiap satu jam. Semua harus tetap fokus. Target kita cuma satu: Red Ghost. Siapkan diri kalian.”

 

Sementara itu, jauh di Negara NewJersey…

Di sebuah kasino bawah tanah yang juga berfungsi sebagai laboratorium, Prof. Q duduk di balik meja, sementara Eben bersandar di sofa dengan wajah datar.

“Masih mau ikut perang?” tanya Prof. Q tanpa mengangkat kepala.

“Tentu,” jawab Eben singkat, matanya menatap kosong ke lantai.

“Kalau begitu pergilah,” kata Prof. Q tersenyum tipis. “Aku tidak pernah mengekang kebebasanmu. Tapi jangan salahkan aku kalau kamu tewas di sana.”

Eben menatapnya lekat-lekat. “Profesor… sebenarnya kau berpihak pada siapa?”

Prof. Q terkekeh pelan. “Kalau kamu masih perlu menanyakannya, berarti kamu belum benar-benar memahami tujuanku. Sekarang pergilah ke Kota Binjai. Bawa seragam baru ini pada mereka. Kalau Night Watcher sampai kalah terlalu banyak, penelitianku akan terganggu.”

Eben terdiam beberapa detik sebelum mengambil pakaian itu. Ia menunduk singkat, lalu menjawab lirih, “Baik, Profesor.”

Dan tanpa menoleh lagi, ia melangkah pergi meninggalkan ruangan itu.

Mendebarkan, Siapa Pihak Siapa, Kita tunggu di bab selanjutnya..

Bersambung…

1
Was pray
ya memang Rangga dan raysa yg harus menyelesaikan permasalahan yg diperbuat, jangan melibatkan siapapun
Was pray
Rangga memang amat peduli sama orang2 yg membutuhkan pertolongan dirinya tapi tidak memikirkan akibatnya
hackauth
/Pray/ mantap update terus gan
Was pray
MC miskin mantaf ..
Was pray
Rangga. dalam rangka musu bunuh diri kah?
adib
alur cerita bagus..
thumb up buat thor
adib
keren ini.. beneran bikin marathon baca
Maknov Gabut
gaskeun thor
Maknov Gabut
ceritanya seru
Maknov Gabut
mantaff
Maknov Gabut
terima kasih thor
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!