Anna adalah anak haram yang hidup menderita sejak kecil. Jalan hidupnya ditentukan oleh keluarga Adiguna secara kejam. Bahkan Anna harus menikahi calon suami kakak tirinya yang kabur meninggalkan pernikahan. Lion Winston, kekasih kakak tirinya, mereka saling mencintai, tapi entah kenapa kakak tirinya meninggalkan laki-laki sempurna itu. Tetapi Anna, gadis malang yang akan menerima penderitaan akibat kesalahan kakak tirinya.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Elizabetgultom191100, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Merayunya
Tiga hari serasa tiga tahun bagi Leon. Istrinya masih marah dan tidak ingin melihatnya. Setiap jam dia selalu menghubungi Alana untuk menanyakan kabar Anna, sedang apa dan apakah sudah mau bertemu dengannya. Tiga hari diberi kesempatan berpikir, ia sudah memutuskan mempertahankan istrinya dan tetap bertanggungjawab pada putra yang dilahirkan oleh mantan kekasihnya. Memang terkesan egois, namun ia sudah tidak punya pilihan lain. Ia tidak ingin berpisah dari Anna, tetapi juga tidak bisa menelantarkan darah dagingnya sendiri. Anna dan bayi itu adalah sosok yang tidak bisa dipisahkan darinya.
Namun Leon tidak tahu perasaan Anna. Bagi wanita yang baru merasakan jatuh cinta, ia hanya ingin memiliki laki-laki yang mencintainya seorang. Betapa hancur hatinya jika ternyata pria yang dicintai memiliki anak dari perempuan lain. Anna tidak mampu menerima kenyataan itu. Terkesan egois, tapi begitulah sifat wanita. Wanita mana yang rela suaminya memiliki anak dari wanita lain?
"Al, aku tidak mau lagi bersama dengan Leon." Anna mencurahkan perasaannya pada teman barunya itu. Sudah tiga hari dia menginap di rumah Alana. Anna merasa segan tinggal berlama-lama di rumah itu karena akan mengganggu aktivitas Alana. Namun dia tidak tahu mau pergi kemana lagi sebab dia tidak mau kembali ke rumah Leon.
Alana yang turut merasakan perasaannya duduk di sofa setelah mandi. Wanita itu baru pulang bekerja, ia meninggalkan Anna sendirian di apartemennya. Alana tidak merasa terganggu dengan kehadiran Anna, bahkan dia senang memiliki teman bicara ketika dia pulang bekerja.
"Aku tahu Leon yang salah, namun kalian adalah pasangan suami istri, tidak mungkin kau pergi begitu saja. Lebih baik kalian bicarakan dari hati ke hati. Kalau memang Leon memang benar-benar mencintaimu, anak itu tidak akan berarti apa-apa bagi hubungan kalian." tutur Alana.
"Aku maklum kalau kau tidak bisa menerima anak itu, tapi apakah menurutmu anak itu bersalah? Semua itu adalah kesalahan Leon dan Laura, jadi salahkan sja mereka. Kalau kau benar-benar tidak ingin bersama Leon, ya tinggalkan. Meski aku ragu kau bisa melakukannya."
"Apa maksudmu Al?" Anna mempertanyakan kalimat terakhir Alana.
"Cara Leon memperlakukanmu sangat berbeda. Aku bisa melihat cintanya yang besar untukmu, tidak sama dengan cara Leon saat bersama Laura dulu." Kini Alana menatap Anna intens. "Percaya padaku Anna, Leon sangat tergila-gila padamu dan aku tidak yakin kau bisa lari darinya."
Anna hanya diam dan mencerna setiap kata dari Alana. Sungguh, kepalanya sangat kacau memikirkan ini semua.
"Coba pikirkan sekali lagi Anna. Bukankah lebih baik kau bertahan dan menerima anak itu? Kau memiliki Leon dan seorang anak sekaligus. Menurutku itu lebih baik, dari pada kau membuat Leon mengurungmu agar tidak bisa lari."
Alana benar-benar memiliki alasan membujuk Anna. Jika dia di posisi Anna, tentu dia akan berpikiran sama dengannya. Alana juga tidak akan sudi menerima anak dari mantan kekasih suaminya. Namun, Alana mengenal Leon dengan baik. Leon adalah psikopat gila ketika barang kesayangannya menghilang. Untuk sekarang memang Leon tampak normal, itu karena Anna masih menurut dan bisa ditoleransi. Selain itu, Baron selalu juga terus mengawasi sikap dan pergerakannya.
"Al... jangan menakutiku. Leon tidak seseram itu." Anna kesal karena menurutnya Alana terlalu berlebihan.
Alana menghela nafas, dia sebenarnya ragu menceritakan hal ini pada Anna. Namun wanita di depannya ini adalah istri dari sahabatnya, menurutnya Anna perlu mengetahui masa lalu kelam itu.
"Kau tidak tahu siapa sebenarnya..."
ting tong
Bel rumah berbunyi membuat kalimat Alana terpotong. Keduanya saling menatap, menebak siapa yang datang malam-malam begini.
Keduanya menebak bahwa Leon yang datang. Ketika Alana membuka pintu, memang benar itu adalah Leon, namun dia tidak sendirian. "Bibi, kau juga datang?" sapa Alana.
"Iya sayang. Bibi harus turun tangan mengurus rumah tangga anak ini." Diana dan Alana berpelukan singkat, kemudian Alana mempersilahkan mereka masuk.
Begitu mereka bertemu dengan Anna, suasana menjadi canggung. Anna kaget melihat mertuanya. Mata mereka saling bertautan, tatapan Diana begitu teduh, memberi tanda bahwa dia turut prihatin padanya.
"Menantuku sayang." Diana menghampirinya lalu memeluk Anna erat. "Astaga, anak itu bodoh sekali. Dia malah menyakitimu."
Anna yang sudah tidak menangis lagi hari ini malah terpancing. Dia seperti menemukan tempat pengaduan yang sempurna. Ia kembali menangis di pelukan mertuanya.
Leon dan Alana duduk berdampingan di sofa, menunggu mertua dan menantu itu selesai dengan urusannya. Hati Leon selalu sakit melihat istrinya menangis. Ingin sekali rasanya memeluknya, tapi Anna membangun benteng yang kokoh di antara mereka membuatnya enggan melakukannya.
Tiga hari tidak bertemu, rasa rindunya sudah menggunung. Anna terlihat kacau dan tidak terurus, padahal biasanya istrinya itu selalu tampil cantik dan elegan.
Setelah Anna tenang dan dapat berpikiran jernih, Diana mulai bicara." Anna, jawab dengan jujur. Jawabanmu yang akan menentukan nasib pernikahan kalian. Mengerti?" ucap Diana sambil mengusap sisa air mata menantunya itu.
Anna mengangguk pelan, berusaha tenang, meski risih merasakan tatapan Leon dari seberangnya.
"Apakah kau mencintai Leon?" tanya Diana.
Pertanyaan yang sangat tidak ingin dia jawab. Tentu dia mencintai Leon, tapi ia tidak sudi mengakuinya di depan pria itu sendiri. Diana menunggu jawaban, terutama laki-laki yang dimaksud, Leon menunggu pengakuan yang belum pernah Anna ucapkan padanya. Jika diingat lagi, istrinya belum pernah mengakui perasaannya meski tindakannya sudah menunjukkan cinta untuknya.
"Suruh dia pergi dari sini." Anna menunjuk Leon menggunakan lirikan matanya.
Alana menahan tawanya mendengar ucapan Anna dan melihat ekspresi kecewa Leon. Hanya Anna yang berani mengusir tuan muda Winston.
"Biarkan Leon di sini, agar dia tahu apakah kau mencintainya atau tidak. Kami sudah sepakat sebelum datang kemari. Jika kau memang tidak mencintai putraku, maka lebih baik kalian bercerai." tutur Diana dengan serius.
Leon tidak setuju dengan ucapan ibunya, bagaimana jika Anna malah sengaja mengatakan tidak cinta padanya? Pria itu ketakutan sekarang.
Anna mencerna kalimat itu. Tiga hari menjauh dari Leon, marah dan kecewa padanya. Namun, dalam tiga hari ini bercerai dari Leon belum pernah terpikirkan olehnya. Memang mulutnya selalu mengatakan tidak ingin bersamanya, namun karena dia tahu Leon tidak akan melakukannya. Tapi kini yang bicara adalah Diana, tentu setiap ucapannya selalu serius. Sekali dia mengatakan tidak, maka ia bukan lagi menantu keluarga Winston.
"Aku..." Anna sungguh tidak sudi mengakui perasaannya di depan pria itu. Anna langsung menghambur di pelukan Diana setelah tangisnya kembali pecah, "Ya, aku memang mencintainya. Tapi dia sangat mengesalkan."
Mendengar itu, Diana tersenyum puas sambil mengedipkan matanya pada Leon dan Alana.
👏🏻👏🏻👏🏻👏🏻👏🏻
⭐️⭐️⭐️⭐️⭐️
❤️❤️❤️❤️❤️