NovelToon NovelToon
Pemain Terahir DiGame Sampah Mendapatkan Class Dewa!

Pemain Terahir DiGame Sampah Mendapatkan Class Dewa!

Status: sedang berlangsung
Genre:Dikelilingi wanita cantik
Popularitas:1k
Nilai: 5
Nama Author: Nocturnalz

Di dunia yang dipenuhi oleh para gamer kompetitif, Kenji adalah sebuah anomali. Ia memiliki satu prinsip mutlak: setiap game yang ia mulai, harus ia selesaikan, tidak peduli seberapa "ampas" game tersebut. Prinsip inilah yang membuatnya menjadi satu-satunya pemain aktif di "Realms of Oblivion", sebuah MMORPG yang telah lama ditinggalkan oleh semua orang karena bug, ketidakseimbangan, dan konten yang monoton. Selama lima tahun, ia mendedikasikan dirinya untuk menaklukkan dunia digital yang gagal itu, mempelajari setiap glitch, setiap rahasia tersembunyi, dan setiap kelemahan musuh yang ada.
Pada sebuah malam di tahun 2027, di dalam apartemennya di kota metropolitan Zenith yang gemerlap, Kenji akhirnya berhasil mengalahkan bos terakhir. Namun, alih-alih layar ending credit yang ia harapkan, s

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Nocturnalz, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

Bab 34: Tangan Seribu Senjata

Katedral Senja telah dibersihkan. Kami menutup rift bayangan itu dengan ritual pemurnian kecil yang diajarkan oleh Elara, dan stasiun pemadam kebakaran kami kini terasa lebih aman dari sebelumnya. Party-ku telah mencapai tonggak sejarah Level 20. Kami memiliki equipment yang luar biasa, anggota party yang beragam, dan benteng yang kokoh. Di atas kertas, kami adalah kekuatan yang tak terhentikan.

Namun, di tengah semua kesuksesan ini, sebuah masalah pribadi yang telah lama kusembunyikan mulai memburuk.

Malam itu, di atap stasiun yang sunyi di bawah cahaya dua bulan, aku berlatih sendirian. Di tanganku ada Astrafang, Pedang Penusuk Bintang. Sebuah senjata legendaris. Di tanganku, pedang itu seharusnya menjadi akhir dari semua pertarungan. Namun, saat aku mengayunkannya, gerakanku terasa... salah.

Aku mencoba sebuah parry yang kuingat dari animasi di dalam game. Hasilnya, bilah pedangku bergetar hebat dan aku nyaris menjatuhkannya, rasa sakit menjalari pergelangan tanganku. Aku mencoba mengeksekusi [Tebasan Bintang Jatuh]; alih-alih busur energi yang anggun, yang keluar adalah gelombang yang mentah dan tidak fokus. Itu kuat, ya, tapi boros dan tidak efisien.

Inilah jurang perbedaan yang memisahkanku dari kekuatanku yang sebenarnya.

[Ingatan Sempurna]-ku adalah sebuah perpustakaan. Aku memiliki pengetahuan teoritis tentang setiap gerakan, setiap kuda-kuda, setiap teknik dari ribuan skill senjata di "Realms of Oblivion". Aku tahu apa yang harus dilakukan. Tapi tubuhku, yang terbiasa menekan tombol 'F' untuk menyerang, tidak tahu bagaimana melakukannya. Di dalam game, menekan tombol skill akan memicu animasi yang sempurna secara otomatis. Di sini, di dunia nyata, aku harus menggerakkan ototku sendiri. Aku harus memiliki keseimbangan, pernapasan, dan bentuk yang benar.

Selama ini, aku menutupi kekurangan ini dengan kekuatan mentah. Gada Ogre-ku yang hancur itu sempurna untuk menutupi kekuranganku—senjata itu tidak butuh kehalusan, hanya kekuatan brutal. Tapi Astrafang berbeda. Pedang ini adalah instrumen presisi, dan di tanganku yang canggung, pedang ini terasa tumpul.

"Bilah pedang yang hebat tidak ada artinya di tangan seorang amatir."

Suara Elara yang tenang memecah keheninganku. Ia telah mengamatiku dari pintu atap.

"Kau melihatnya," kataku, tidak menyembunyikan rasa frustrasiku.

"Aku melihat seorang jenius strategis yang terperangkap dalam tubuh seorang pemula," katanya lembut. "Kau tahu di mana harus menyerang, tapi kau tidak tahu cara menyerang. Jiwamu dan tubuhmu tidak sinkron."

Dia benar. Dan ironisnya, jawaban atas masalahku juga datang dari perpustakaan di kepalaku. Sebuah legenda yang bahkan lebih kabur daripada [Master Artificer] atau [Lunar Strider]. Sebuah quest yang 99% pemain anggap sebagai mitos atau pemborosan waktu.

"Ada sebuah tempat," kataku, lebih pada diriku sendiri. "Sebuah dojo tersembunyi. Bukan untuk melatih skill, tapi untuk melatih diri. 'Dojo Cermin Ketenangan'. Di dalam game, tidak ada yang bisa menyelesaikan ujiannya. Tidak ada monster untuk dibunuh, tidak ada loot untuk diambil. Hanya sebuah ruangan kosong."

Aku menoleh pada Elara. "Aku harus pergi ke sana. Sendirian. Ini bukan sesuatu yang bisa mereka bantu."

Elara mengangguk, matanya yang bijaksana menunjukkan pemahaman. "Beberapa pertarungan terbesar... harus dihadapi sendirian. Pergilah. Kami akan menjaga benteng."

Keesokan paginya, aku mengumumkan kepergianku. Reaksinya beragam. Ryo tampak cemas, "Pergi sendiri? Tapi bagaimana jika Vanguard atau Geng Burung Bangkai—"

"Mereka tidak akan menyerang benteng yang dijaga olehmu, Elara, dan Anya," potongku.

Anya, yang kini lebih percaya diri, menatapku dengan tatapan tajam seorang pemburu. "Ini... tentang pedang itu, bukan?" tanyanya. Dia telah melihat kecanggunganku.

Aku hanya mengangguk.

Nephie adalah yang paling sulit. Ia menatapku dengan mata emasnya yang besar, tidak mengerti mengapa aku akan pergi tanpanya. "Tuan... pergi?"

Aku berjongkok dan menepuk kepalanya. "Aku akan kembali. Kau harus berlatih dengan Elara. Lindungi rumah kita."

Dengan janji itu, aku berangkat. Perjalanan solo pertamaku sejak kiamat dimulai.

Dojo itu terletak di distrik taman Zen tua kota, sebuah area yang secara ajaib nyaris tak tersentuh oleh kehancuran. Seolah-olah mana liar menghormati ketenangan tempat itu. Dojo itu sendiri tersembunyi di balik sebuah air terjun bonsai kecil, di dalam sebuah gua yang tenang.

Aku masuk. Bagian dalamnya persis seperti yang kuingat: lantai kayu tatami yang bersih, tidak ada debu sedikit pun. Di tengah ruangan ada sebuah lingkaran yang digambar dengan kapur. Di satu sisi, ada sebuah rak senjata yang berisi setiap jenis senjata yang bisa dibayangkan—tombak, kapak, pedang, rantai, busur, bahkan nunchaku. Di sisi lain, hanya ada satu kata yang terukir di dinding: "Kenali Dirimu."

Aku melangkah masuk ke lingkaran itu.

Seketika, cahaya lembut muncul di seberangku. Cahaya itu menyatu, membentuk sesosok tubuh. Sosok itu adalah aku. Salinan yang sempurna. Ia mengenakan pakaian yang sama, memiliki ekspresi tenang yang sama. Satu-satunya perbedaan adalah di tangannya: ia memegang sebuah pedang kayu sederhana.

Inilah Ujian Cermin.

Aku menghunus Astrafang. Pedang legendarisku melawan sepotong kayu. Ini seharusnya mudah.

Aku menerjang maju, menggunakan [Tebasan Bintang Jatuh]. Salinanku tidak menghindar. Ia hanya mengangkat pedang kayunya. Dengan satu gerakan pergelangan tangan yang mustahil—sebuah parry yang sempurna secara fisik—ia menangkis bilah cahaya bintangku, membelokkan seranganku ke lantai dan membuatku kehilangan keseimbangan.

Sebelum aku bisa pulih, ia melangkah maju. Pedang kayunya bergerak dalam tiga serangan kabur. Tap. Tap. Tap. Ia mengenai pergelangan tangan, bahu, dan lututku. Tidak ada kerusakan, tetapi rasa sakit yang tajam dan memalukan menjalar di tubuhku. Aku terhuyung mundur, Astrafang terasa begitu berat.

Aku mencoba lagi. Kali ini, aku menggunakan sihir. "[Sumur Gravitasi]!"

Salinanku tidak melawan. Ia hanya berdiri diam saat medan gravitasi menariknya. Dan tepat sebelum ia mencapai pusatnya, ia menggunakan momentum tarikan itu untuk meluncur ke arahku dengan kecepatan yang lebih tinggi, pedang kayunya mengarah ke leherku. Aku terpaksa berguling menghindar dengan kikuk.

Aku bertarung melawannya selama satu jam. Setiap strategi, setiap skill, setiap trik gamer yang kuketahui... ia mematahkannya dengan mudah. Bukan dengan kekuatan yang lebih besar, tetapi dengan teknik yang sempurna. Ia adalah perwujudan dari apa yang seharusnya bisa kulakukan. Ia adalah jembatan antara otak gamer-ku dan dunia nyata.

Aku terduduk kelelahan, berkeringat, dan dipermalukan. Aku tidak bisa mengalahkannya. Dia tahu setiap gerakanku bahkan sebelum aku melakukannya.

Aku menatap salinanku, yang berdiri dengan tenang, pedang kayu di sisinya, menunggu.

"Kenali Dirimu."

Aku akhirnya mengerti. Aku tidak bisa mengalahkannya. Dia adalah aku. Aku tidak bisa mengalahkannya dengan kekuatanku saat ini karena kekuatanku saat ini penuh dengan celah—celah antara niat dan eksekusi. Aku tidak di sini untuk mengalahkannya. Aku di sini untuk menjadi dia.

Ini bukanlah pertarungan. Ini adalah sebuah pelajaran.

Aku menyarungkan Astrafang. Aku melepaskan semua buff mentalku. Aku berjalan ke rak senjata, mengambil pedang kayu yang identik, dan kembali ke lingkaran.

Kami saling berhadapan. Tidak ada sihir. Tidak ada skill. Hanya aku dan cerminanku.

Dia menyerang lebih dulu. Sebuah tusukan sederhana. Aku mencoba menangkisnya, tapi aku terlalu lambat. Pedang kayunya mengenai dadaku. Aku mengabaikan rasa sakitnya dan fokus.

Dia menyerang lagi. Sebuah tebasan diagonal. Kali ini, aku berhasil mengangkat pedangku, menangkisnya, meskipun benturannya membuat lenganku bergetar.

Kami bertarung. Berjam-jam. Waktu seolah kehilangan artinya. Ini bukan lagi pertarungan, melainkan sebuah tarian, sebuah ritual. Setiap kali ia memukulku, aku belajar. Aku belajar bagaimana ia menggeser berat badannya. Aku belajar bagaimana ia bernapas. Aku belajar bagaimana pergelangan tangannya berputar untuk mendapatkan sudut yang sempurna.

Otakku yang penuh dengan pengetahuan teoritis akhirnya menemukan jalurnya, mengalir ke dalam otot-ototku yang masih mentah. [Ingatan Sempurna] tidak lagi hanya menunjukkan kepadaku apa yang harus dilakukan; ingatanku kini menyatu dengan skill fisik di depanku.

Perlahan, tapi pasti, aku mulai mengimbanginya. Tangkisanku menjadi lebih bersih. Gerakan kakiku menjadi lebih ringan. Aku tidak lagi berpikir. Aku hanya bergerak.

Aku tidak tahu berapa lama waktu telah berlalu. Bisa jadi berjam-jam, bisa jadi berhari-hari. Sampai akhirnya, pada satu titik, kami berdua menyerang pada saat yang bersamaan. Dua tusukan yang identik dan sempurna.

Pedang kayu kami bertemu tepat di tengah, saling meniadakan energi masing-masing.

Salinanku, cerminanku, menatap mataku. Dan untuk pertama kalinya, ia tersenyum.

Ia membungkuk hormat, lalu perlahan-lahan larut menjadi partikel-partikel cahaya murni. Partikel-partikel itu tidak menghilang. Mereka melesat ke arahku, mengalir masuk ke dalam tubuhku, ke dalam setiap serat ototku.

Aku merasakan sebuah pencerahan. Seolah-olah seluruh hidupku sebagai seorang gamer—setiap skill tombak yang pernah kupelajari, setiap combo belati yang pernah kulihat, setiap teknik kapak yang pernah kuteorikan—kini tertanam bukan hanya di otakku, tetapi juga di dalam jiwaku, di dalam tulang dan ototku.

Dunia di sekitarku menjadi sangat jernih. Aku bisa merasakan beratnya udara, keseimbangan tubuhku di lantai kayu, dan aliran mana di dalam diriku. Jurang perbedaan itu... telah lenyap.

Sebuah notifikasi sistem muncul di hadapanku, bersinar dengan cahaya keemasan yang agung.

[Anda telah menyelesaikan Ujian Tersembunyi: Dojo Cermin Ketenangan.]

[Anda telah memahami esensi dari semua pertarungan.]

[Skill Unik Kelas Legendaris Diperoleh: Tangan Seribu Senjata (Weapon Master)]

[Skill: Tangan Seribu Senjata (Pasif)]

Efek: Anda mendapatkan penguasaan instan dan absolut (Level MAX) atas setiap senjata yang Anda pegang. Tubuh Anda secara naluriah beradaptasi untuk mengeksekusi teknik yang sempurna, menjembatani kesenjangan antara niat mental dan eksekusi fisik. Anda dapat menggunakan senjata apa pun tanpa batasan Class atau level.

Aku berdiri di sana, di dojo yang kini kembali sunyi. Aku menghunus Astrafang.

Kali ini, rasanya sangat berbeda. Pedang itu bukan lagi sebuah alat yang canggung di tanganku. Pedang itu adalah perpanjangan dari lenganku. Ringan, seimbang, dan hidup.

Aku mengayunkannya. Bukan dengan kekuatan, tapi dengan teknik. Sebuah gerakan memutar yang sederhana. Tidak ada skill yang diaktifkan. Tapi bilah pedang itu memotong udara dengan desisan yang begitu murni dan cepat hingga menciptakan gelombang kejut kecil yang memotong sehelai daun yang jatuh dari langit-langit menjadi dua.

Aku akhirnya siap. Aku telah menjadi senjata yang layak untuk memegang sebuah legenda.

1
Babymouse M
Uppppp🔥
Mamimi Samejima
Gak pernah kepikiran plot twist-nya seunik ini! 🤯
Shishio Makoto
Cepat update, jangan biarkan kami menunggu terlalu lama!
Nocturnalz: terimakasih dukungannya, saya usahakan untuk update secepatnya
🙏
total 1 replies
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!