Menjadi janda bukanlah sebuah pilihan bagiku,
Tahun pun telah berlalu dan waktu telah menjawab segala perbuatan seseorang.
Cinta itu datang kembali namun tidak sendiri, suamiku yang telah mencampakkan diriku dengan talak tiga yang ku terima secara mendadak. Kini Dia datang kembali di saat sebuah cinta yang lain telah menghampiri diriku yang sebenarnya telah menutup hati untuk siapapun..
Siapa yang harus aku pilih? Sedangkan hati ini masih ragu untuk melangkah kembali.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Delima Rhujiwati, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Pertemuan Dengan Anik
Hening sesaat, aku bahkan tidak tau harus mulai darimana membuka perbincangan dengan dokter Dian.
"Tumben dokter Dian, masih pagi sudah sampai disini!" Ucapku basa-basi padanya.
"Sebenarnya saya sudah sejak kemaren ingin menemui Bu Lintang, tapi.... Saya kok merasa akan menggangu kesibukan Bu Lintang," suara dokter Dian serasa membuat diriku ingin tertawa saja, namun demi menjaga perasaannya aku mencoba tersenyum menghargai pendapatnya tentang statusku sebagai pengajar dan pengelola modiste yang baru saja beberapa bulan mulai berjalan.
"Untuk saat ini saya belum terlalu sibuk kok dok, hanya saja les modiste ada waktu tertentu dalam satu Minggu, untuk mendampingi para pelajar SMK" sembari mempersilahkan meminum teh yang masih hangat.
"Maaf Bu Lintang, bila ibu tidak keberatan dalam minggu-minggu ini saya ada cuti bulanan, bagaimana kalau saya membawa Shasy bertemu dengan keponakan saya, mungkin akan lebih baik bagi mereka saling berkenalan!"
"Ah dokter Dian ini bisa saja, putri saya jarang berinteraksi dengan orang lain, dan dia sedikit penakut dok! Bagaimana bila nanti menyusahkan dokter saja di acara santai keluarga dokter!" Sebenarnya aku sedikit menolak tawarannya, tentu mustahil aku ikut pada acara tersebut, sedangkan tidak mungkin aku percayakan putriku pada dokter Dian, walaupun aku sadar dan selalu akan mengingat kebaikan dokter Dian.
Namun aku juga mengingat statusku sebagai janda muda saat ini, jelas akan mudah menjadi pergunjingan masyarakat bila sedikit saja aku salah jalan.
"Nanti bisa saya bawa keponakan saya untuk menjemput shasy, Bu Lintang! Dan serahkan semua pada saya," seketika geli sendiri aku pada ucapan dokter ganteng di depan ku ini, pantang menyerah rupanya akhirnya aku hanya bisa menjawab sepenggal kata saja, agar semua tidak terjadi kecanggungan antara aku dan dokter Dian.
Setelah meneguk teh hangat yang sudah mendingin, dokter Dian akhirnya berpamitan untuk kembali ke rumah sakit umum, di mana dia bertugas, bertempat tidak begitu jauh dari rumahku.
Aku hanya mengikuti dokter Dian dari batas pintu pagar rumah saja, selebihnya aku berkemas dan akan kembali melanjutkan aktivitas pagi yang sempat sesaat terhenti.
Tapi....
Kudengar sayup-sayup motor ayah kembali dari mengantar Shasy, dan berhenti tidak jauh dari mobil dokter Dian parkir.
kulihat Ayah dan dokter Dian berbincang sedikit serius terlihat dari mimik muka mereka, tapi itu bukan sesuatu yang mengherankan bagiku sebab beberapa kali kulihat ayah dengan dokter Dian selalu akrab bahkan sedikit ada kedekatan antara mereka.
Aku tetap berlalu, dengan semangat yang menjadi cambuk aku kembali mengikuti kegiatan di dalam ruangan tempat kerja ku, setelah memberi pengarahan serta bagian yang sudah di tentukan sehari kemaren sebelum jam pulang.
Aku berjalan memasuki ruangan yang juga terbuka, namun terdapat sekat dash board maklum... semua serba terbatas, tapi semua tetap berjalan lancar, bantuan dari dinas sosial kotaku setempat, setelah mengikuti penyuluhan dan pengembangan usaha.
Senyum para pelajar SMK yang sedang mendalami ilmu menjahit dan tata busana, saling memberikan salam sebelum memulai pelajaran.
"Bu lintang ada telpon dari Bu Anik," tiba-tiba seorang karyawan menyodorkan ponsel miliknya padaku.
"Ya hallo Nik! ......."
"Pesanan mohon di percepat, Lintang! Sebab customer akan menambah baju sarimbit beberapa potong lagi, sekaligus bordirnya sebagai logo di dada, untuk ukuran dan model bordir kita bicarakan setelah jam kerja usai, kita ketemuan yuk! Aku sudah kangen sama kamu, he he he," suara sahabat rasa saudara yang tidak berubah dari masa ke masa walaupun sekian tahun berpisah.
"Beri waktu dua jam lagi, untuk mempersiapkan materi modiste SMK, setelah itu aku meluncur, Oke!"
Panggilan berakhir dengan perasaan bersyukur dan tidak henti-hentinya aku tersenyum bahwa segala usaha tidak pernah menipu hasilnya, selama kita bersabar dan berusaha.
🧚🏽♀️🧚🏽♀️🧚🏽♀️🧚🏽♀️🧚🏽♀️🧚🏽♀️🧚🏽♀️🧚🏽♀️
Aku berdandan senatural mungkin, dengan memoleskan lipstik mate warna kesukaanku, lalu memoleskan sedikit pensil warna pada alisku. Baju yang ku kenakan juga kupakai senyaman mungkin, slim feat jeans dengan paduan simple blouse sebagai atasannya
"Ibu, hari ini saya ada jadwal bertemu dengan Anik, membahas pesanan mendatang, bu! Saya titip Shasy ya Bu!" Ijinku sedikit canggung.
"Pergilah Lintang! Shasy biar di rumah dengan kami,"
"Iya maa.... Shasy sama nenek saja!" Suara putriku juga tidak kalah mantapnya menimpali ucapanku.
Ibu tersenyum sambil menggelengkan kepalanya melihat tingkah putriku yang cepat tanggap situasi.
"Tapi kalau di rumah sama nenek, Shasy nggak boleh rewel, nanti kalau waktunya mandi lekas mandi, tanpa merengek ataupun berkata, sebentar!" pesanku sembari mencolek pipi Shasy yang mulai tembem.
"Iya maaa.... Shasy sudah di kasih tau sama nenek, kata nenek anak pinter harus nurut biar bisa jadi dokter seperti Tante Ratih," cempreng terdengar suara kecilnya, membuat kami tertawa hampir bersamaan.
"Sudah, sana bersiap diri dulu, hati-hati di jalan bawa jas hujan! Walaupun bukan musim hujan terkadang cuaca tidak bersahabat sekarang,!" Ibuku yang selalu berpesan untuk persediaan kedepannya, membawaku menghambur dalam pelukannya, sekuat apapun aku tetaplah kecil didepan beliau dan ibuku merasa tetap memiliki tanggung jawab padaku.
Aku pergi dengan mengendarai motor matic milik ayah, dengan kecepatan sedang ku arahkan perjalanan ku ke tempat dimana sudah Anik tentukan dengan mengikuti share lokasi.
Traffic light menyala lampu merah, tentu saja para pengendara harus berhenti, dan itu terjadi juga padaku. Aku berhenti pada barisan dibelakang para pengemudi lainnya.
Sebuah mobil berhenti tepat disebelah ku, lalu membuka kaca separuh, sebuah tangan membuang tissue bekas dan mengenai lenganku, sedikit risih tapi kubiarkan saja toh tidak mengenai tepat pada lenganku.
Akan tetapi kembali terulang dan ini seolah-olah membuatku penumpang tidak merasa bersalah, lalu aku menegur penumpang dengan mengetuk kaca jendela.
"Hei permisi," ku ketuk kaca jendela mobil itu.
Namun percuma, kaca mobil hanya terbuka separuh saja dan yang ada traffic light sudah berubah warna menjadi hijau.
Mobil itu berlalu begitu saja berjalan dan mata ku menatap jeli kedalam mobil itu, dengan kaca jendela yang terbuka separuh walaupun hanya sekilas tapi sedikitpun tidak membuatku aneh dengan pandangan mataku.
"Yessi?" Tidak mungkin aku begitu saja melupakan saudara iparku itu.
Tapi siapa laki-laki yang sebaya dengan ayahku itu?.
Ah... Bukan urusanku, aku tetap melajukan motor dengan kecepatan sedang, lalu membelok pada sebuah bangunan ramai dan terbesar di kotaku.
Ku belokan arah motorku menuju pelataran parkir yang luas, ku lihat jam tangan yang melingkar di pergelangan tanganku, menunjukkan waktu kurang beberapa menit, dan itu sangat melegakan diriku, setidaknya aku tepat waktu dan tidak molor.
🧚🏽♀️🧚🏽♀️🧚🏽♀️🧚🏽♀️🧚🏽♀️🧚🏽♀️🧚🏽♀️🧚🏽♀️🧚🏽♀️🧚🏽♀️
To be continued 😉
Yessi?? ketemuan tuh lanjut dulu ajalah... apa yang akan terjadi setelah ini.
so... tetap minta dukungan jempol like and plus plus ya bestieh 😘
Salam Sayang Selalu by RR 😘
awassss lohhh anumu ntar di sambel sama bini sahnya