Kalisha Maheswari diwajibkan menikah karena mendapat wasiat dari mendiang Kakek Neneknya. Dirinya harus menikah dengan laki laki yang sombong dan angkuh.
Bukan tanpa sebab, laki laki itu juga memaksanya untuk menerima pernikahannya karena ingin menyelamatkan harta mendiang kakeknya.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon PenaJenaira, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Kabar gembira untuk Megan dan Radit
Detik-detik menegangkan bagi Megan dan Radit. Kedua adik kandung Edward itu sedang dilanda kecemasan. Bagaimana tidak? Mereka sangat bertumpu pada Khalisa. Bagi mereka, Khalisa adalah sebuah harapan bagi mereka.
"Bagaimana kalau Kak Khal gagal membujuk Kak Ed?," tanya Radit yang ragu.
"Haduh bocah! Aku yakin Kak Khal akan berhasil membujuk Kak Ed," jawab Megan yang sedari tadi mondar-mandir risau.
"Berhentilah mondar-mandir Kak Megan! Aku pusing melihatnya. Aku tau kau juga meragukan Kak Khal. Ya kan?," balas Radit.
"Ish, Aku sedang memikirkan cara B Radit, jaga jaga saja jika tidak berhasil," tutur Megan.
"Kau tau kan perlakuan Kak Ed pada Kak Khal? Oh iya lupa, kau tidak akan mengerti urusan orang dewasa!," imbuh Megan yang dibalas dengan lemparan bantal oleh Radit.
"Hei aku sudah bermimpi basah!" Balas Radit.
Megan terkekeh mendengar jawaban adiknya. Perasaan ragu kepada Khalisa memang ada, namun tak banyak. Megan cukup yakin dengan meminta bantuan Khalisa, mereka tidak akan dikirim ke luar negeri lagi.
Edward sangat ketat jika dalam perihal menjaga orang sekelilingnya. Meskipun Megan dan Radit hidup di luar negeri, Edward tak pernah lepas tangan. Ia bahkan dengan sangat hati-hati memilih apa saja yang terbaik untuk kedua adiknya menurut versinya.
Tidak ada yang tau identitas Megan dan Radit. Semua informasi mengenai mereka sengaja dibatasi oleh Edward. Edward tidak ingin kedua adiknya dalam bahaya. Mengingat Edward adalah seorang pebisnis yang sudah dipastikan memiliki banyak musuh.
Hari demi hari, Edward tak kunjung memberikan sebuah kabar bahagia untuk kedua adiknya.
"Tuh kan, aku tidak yakin Kak Khal bisa membujuk Kak Ed," ujar Radit.
"Masih ada waktu Radit, jangan pesimis dulu!," jawab Megan.
"Hei Megan Franciska, waktu kita di negara Akasia tercinta ini tinggal 1 hari. Besok kita sudah akan terbang menuju Oregano! Kau masih bilang masih ada waktu? Itu konyol!," ujar Radit dengan nada agak sedikit meninggi.
"Berhenti memanggilku Megan Franciska, Radit Geovani! Namaku Megan Baskoro!," ucap Megan dengan melempar sebuah buku tebal ke arah Radit.
"Aw! I dare you Megan! Jika Kak Khalisa berhasil membuat Kak Edward membatalkan penerbangan kita, Aku akan mentraktirmu jajan cilok di depan perumahan," ujar Radit dengan wajah kesal.
Megan yang mendengar itu sontak tertawa renyah. Sementara Radit memberikan ekspresi wajah bingung. Namun tak berapa lama, Radit juga ikut tertawa.
"Diamlah!" ucap Megan dengan wajah datar.
Radit terdiam. Mereka saling pandang. Sepersekian detik, hening. Namun tak lama mereka kembali tertawa.
Hari terakhir di Akasia membuat mereka berdua sedikit gila.
Keesokan harinya, tepatnya 3 jam sebelum waktu keberangkatan Megan dan Radit. Suasana rumah Edward begitu heboh. Beberapa pelayan mengangkat beberapa koper milik kedua adik Edward itu. Entah apa yang dibawa mereka. Para pelayan itu hanya mengikuti perintah Megan dan juga Radit.
Bau aroma makanan untuk menu sarapan sudah membuat perut Megan dan Radit berdemo. Ya, mereka kemarin memutuskan untuk mogok makan. Kali ini Edward lalai, karena pria itu sedang sibuk menghabiskan waktunya dengan sang istri.
Tapi hari ini pertahanan mereka runtuh. Edward sudah menyadari kelalainnya. Untuk itu ia menyuruh Pak Yahya menyiapkan makanan kesukaan kedua adiknya.
"Kak, apa kita makan aja ya? Aku sudah lapar?," tanya Radit kepada Megan.
Dengan penuh keraguan, Megan menjawab "Tidak!"
Megan kemudian menarik paksa tangan Radit lalu membawanya ke taman belakang. Namun mereka masih mencium harum semerbak ayam goreng ketumbar dan Daging batokok. Megan kemudian menarik tangan Radit kembali untuk mengajaknya ke kamar.
Radit hanya menurut saja meskipun perutnya sudah keroncongan. Ia harus membuktikan bahwa rasa setianya tinggi.
Di tengah perjalanan, mereka bertemu dengan Khalisa yang sengaja membawa dua piring makanan. Radit membelalakkan kedua matanya. Mulutnya ngilu. Salivanya mulai keluar dari tempat persembunyiannya hingga ia beberapa kali menelannya.
"Kalian mau kemana?," tanya Khalisa yang sengaja memperlambat waktu.
Megan tak menjawab. Perasaan resah kini berganti perasaan lapar. Perutnya tanpa sadar berbunyi hingga membuat Khalisa terkekeh kecil.
"Ayo ikut kakak, kakak mau kasih kejutan untuk kalian," ucap Khalisa dengan senyumnya yang manis.
Khalisa kemudian memberikan masing-masing sepiring makanan itu kepada Megan dan Radit. Ia mulai melangkah maju dengan tertawa kecil.
"Mereka sangat menggemaskan!" batin Khalisa.
Hingga tiba mereka berada di ruang makan. Di tempat itu, Edward sudah duduk rapi di tempatnya. Begitu pula Vony. Mereka berdua sepertinya menunggu kedatangan Khalisa, Megan dan Radit.
Khalisa memberikan senyum kepada Edward, Edward pun dengan senang hati membalasnya dengan senyuman. Setelah itu, pandangan Edward berganti menuju Megan dan Radit. Ada tatapan mata yang penuh dengan penegasan hingga Megan dan Radit tak berani memandang mata Edward.
"Kenapa kalian tegang? Harusnya kalian berbahagia hari ini," Ujar Edward yang membuat Vony keheranan.
Megan dan Radit masih terdiam. Mereka takut jika Edward akan menghukum mereka. Karena mereka tau bahwa terkadang dibalik sifat ramahnya, Edward bisa saja menerkam mereka hidup-hidup.
"Megan, Radit, ambil ini." Edward melanjutkan bicaranya dengan memberikan dua buah amplop coklat.
Biasanya, amplop itu berisi hadiah uang dari Edward. Namun kali ini berbeda. Hanya saja Megan dan Radit menganggap amplop itu isinya sama dengan sebelum-sebelumnya.
"Coba buka!," Pinta Edward.
Tanpa kata, Megan dan Radit membuka isi amplop coklat itu.
SURAT PENERIMAAN SISWA BARU
Baru membaca judulnya kedua adik Edward itu saling pandang. Semangat jiwa membara perlahan mulai menggerogoti hati mereka. Dengan cepat mereka membaca surat itu.
Kedua kelopak mata mereka melebar. Sorot mata mereka beralih kepada Edward. Binar mata mereka menunjukkan kebahagiaan yang tiada tara.
Hal itu tidak berlaku dengan Vony. Wanita itu masih bingung dengan apa yang terjadi. Dengan gerakan cepat namun lembut, tangan Megan yang duduk disebelahnya di geser hingga ia bisa membaca dengan jelas isi amplop itu.
"Apa?! Pindah? Ed, apa kamu yakin? Apa sekolah disini bagus? Apa kau yakin mereka akan sukses?," Vony mencecar banyak pertanyaan kepada Edward.
"Mereka menginginkan disini Ma. Apa yang menurutku baik, belum tentu baik juga ke mereka. Lagian kalau disini aku juga bisa ikut mengawasi mereka," jawaban Edward sontak membuat Khalisa kagum.
"Tapi Ed, mama takut mereka akan menjadi seperti ..," ujar Vony dengan mengalihkan pandangannya kepada Khalisa.
"Kamu tau kan di Akasia ini guru bisa hanya sekedar absen,.." imbuhnya
"Cukup Ma! Ini keputusanku! Aku yakin mereka menerima dengan senang hati tentang ini. Satu lagi, Aku sudah memperingatkan mama jangan mengusik istriku," Ucap Edward dengan tegas lalu menarik Khalisa yang sedari tadi mencoba untuk tak ikut campur.
Suasana di meja makan itu mendadak memanas. Megan dan Radit memandang Vony dengan tatapan tajam. Mereka seperti merasa heran dengan Vony. Kenapa ibunya membenci Khalisa? Mereka berdua memutuskan untuk pergi dari ruang makan itu dengan tetap membawa sepiring makanan kesukaan mereka.