NovelToon NovelToon
Bukan Karena Tak Cinta

Bukan Karena Tak Cinta

Status: sedang berlangsung
Genre:Berondong / Janda / Selingkuh / Cerai / Kehidupan Manis Setelah Patah Hati / Pelakor
Popularitas:1.3k
Nilai: 5
Nama Author: Serena Muna

Novia Anwar adalah seorang guru honorer di sebuah SMA negeri di kota kecil. Gajinya tak seberapa dan selalu menjadi bahan gunjingan mertuanya yang julid. Novia berusaha bersabar dengan semua derita hidup yang ia lalui sampai akhirnya ia pun tahu bahwa suaminya, Januar Hadi sudah menikah lagi dengan seorang wanita! Hati Novia hancur dan ia pun menggugat cerai Januar, saat patah hati, ia bertemu seorang pria yang usianya lebih muda darinya, Kenzi Aryawinata seorang pebisnis sukses. Bagaimana akhir kisah Novia?

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Serena Muna, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

Takut Akan Laporan

Keributan di depan gerbang SMA Harapan Bangsa memuncak. Bu Desi tak henti-hentinya melabrak dan menghina Novia dengan kata-kata kasar. Suaranya yang melengking menarik perhatian banyak orang, termasuk para siswa yang baru saja pulang dan beberapa guru yang masih berada di area sekolah. Novia hanya bisa menunduk, gemetar menahan malu dan sakit hati.

Di tengah kekacauan itu, pintu utama sekolah terbuka lebar, dan Bu Mariam, Kepala Sekolah, muncul. Ia mendengar teriakan keras Bu Desi dan langsung tahu ada masalah lagi. Raut wajah Bu Mariam menunjukkan kemarahan yang luar biasa. Ia tak bisa membiarkan keributan semacam ini terjadi berulang kali di lingkungan sekolah yang ia pimpin.

Dengan langkah cepat dan tegas, Bu Mariam menghampiri mereka. "Ada apa ini, Bu Desi?!" serunya, suaranya lantang dan berwibawa, memecah kebisingan.

Bu Desi menoleh, terkejut melihat kepala sekolah. "Oh, Bu Mariam! Syukurlah Anda datang! Lihatlah, guru Anda ini membuat onar! Dia itu mandul dan pelakor! Dia tidak pantas mengajar di sini!" teriak Bu Desi, menunjuk Novia yang masih menunduk.

Bu Mariam turun tangan. Ia berdiri di hadapan Bu Desi, tatapan matanya tajam dan menusuk. "Cukup, Bu Desi! Saya sudah peringatkan Anda berkali-kali! Jangan membuat keributan di lingkungan sekolah saya!" perintah Bu Mariam, nadanya dingin dan penuh peringatan.

Bu Desi mendengus. "Saya tidak peduli! Wanita ini pantas dipermalukan! Dia sudah mencoreng nama baik semua orang!"

"Anda yang mencoreng nama baik! Nama baik Anda sendiri, dan juga nama baik sekolah ini!" balas Bu Mariam, tak kalah tajam. "Anda sudah mengganggu ketertiban umum dan mencemarkan nama baik guru kami! Ini adalah tindak pidana!"

Bu Mariam tidak memberikan kesempatan Bu Desi untuk membalas. Ia menoleh ke arah salah seorang satpam yang sudah siap siaga. "Pak Budi, panggil polisi sekarang juga! Katakan ada seseorang yang membuat onar dan mengganggu ketertiban di depan sekolah!"

Mendengar kata polisi, wajah Bu Desi langsung memucat. Matanya membelalak ketakutan. Ia tahu konsekuensinya jika sampai berurusan dengan hukum. Ancaman Bu Mariam terdengar sangat serius, bukan sekadar gertakan. Rasa takut ditangkap dan dipermalukan di depan umum jauh lebih besar daripada amarahnya pada Novia.

Bu Desi langsung kabur. Tanpa berkata apa-apa lagi, ia berbalik badan dengan tergesa-gesa. Ia berlari pontang-panting menuju mobilnya yang terparkir tak jauh dari sana.

Diana, yang menyaksikan semua itu dari kejauhan di dalam mobilnya, nampak terkejut dan kesal. Rencananya untuk melampiaskan dendam melalui Bu Desi kembali gagal total. Ia melihat Bu Desi masuk ke dalam mobilnya dengan terburu-buru, menyalakan mesin, dan langsung melaju pergi meninggalkan area sekolah dengan kecepatan tinggi.

Suasana di depan gerbang sekolah akhirnya kembali tenang. Para siswa dan guru yang tadi menyaksikan drama itu mulai bubar, berbisik-bisik, namun tak ada lagi teriakan atau hinaan. Novia mengangkat kepalanya, menatap kepergian mobil Bu Desi dengan tatapan lega bercampur haru. Ia merasa sangat bersyukur atas keberanian dan ketegasan Bu Mariam yang selalu menjadi pelindungnya di tempat kerja yang baru ini.

****

Tak lama setelah insiden di gerbang sekolah, Kenzi langsung menerima laporan lengkap dari Bu Mariam perihal kelakuan Bu Desi. Bu Mariam menceritakan detail bagaimana Bu Desi kembali membuat keributan, menghina Novia, dan mengabaikan peringatan. Kemarahan Kenzi memuncak. Ia tidak bisa membiarkan orang seperti Bu Desi terus-menerus mengganggu ketenangan Novia dan mencoreng nama baik yayasan sekolahnya.

Tanpa buang waktu, Kenzi segera menghubungi tim hukum yayasan. "Saya ingin Anda segera memproses somasi untuk Bu Desi," perintah Kenzi melalui telepon, suaranya tegas. "Sertakan juga pelaporan ke polisi atas dugaan pencemaran nama baik dan perbuatan tidak menyenangkan di muka umum."

Pengacara Kenzi segera menindaklanjuti. Dalam waktu singkat, surat somasi resmi dikirimkan ke alamat rumah Bu Desi. Isinya jelas: peringatan keras untuk menghentikan segala bentuk gangguan terhadap Novia dan yayasan sekolah, atau akan ada konsekuensi hukum yang serius. Bersamaan dengan itu, laporan polisi juga dilayangkan, lengkap dengan bukti-bukti dan keterangan saksi dari pihak sekolah.

Sore harinya, suasana di rumah Pak Marzuki dan Bu Desi tegang mencekam. Bu Desi menerima surat somasi dan surat panggilan dari kepolisian. Wajahnya pucat pasi, ketakutan mulai merayapi dirinya. Ia tak pernah menyangka Kenzi akan bertindak sejauh ini.

Pak Marzuki yang baru pulang kantor, mengerutkan kening melihat wajah istrinya yang panik dan dokumen di tangannya. "Ada apa ini, Desi?" tanyanya.

Bu Desi langsung menangis histeris. "Mas! Gawat! Aku... aku disomasi! Dan polisi... polisi mau memanggilku!" Ia menyerahkan surat-surat itu pada Pak Marzuki dengan tangan gemetar.

Pak Marzuki membaca dokumen itu, matanya membelalak kaget. Ia mengenal nama Kenzi sebagai pemilik yayasan sekolah. Ia juga membaca tuduhan pencemaran nama baik terhadap Novia dan yayasan.

"Desi! Apa yang sudah kamu lakukan lagi?!" bentak Pak Marzuki, nada suaranya dipenuhi kekecewaan dan kemarahan. "Sudah saya bilang jangan membuat masalah!"

"Aku tidak sengaja, Mas! Aku hanya kesal pada perempuan itu! Dia kan memang mandul dan pelakor!" teriak Bu Desi, mencoba membela diri.

"Sekarang bukan waktunya untuk membela diri!" sergah Pak Marzuki. "Kamu ini sudah keterlaluan! Sampai pemilik yayasan turun tangan begini!"

Bu Desi menunduk, menangis terisak. Rasa takut kini jauh lebih besar dari amarahnya. Ia tahu ia butuh bantuan. Pak Marzuki diminta oleh Bu Desi membelanya menghadapi kasus hukum ini.

"Mas... tolong aku, Mas," pinta Bu Desi, memegang lengan suaminya. "Aku mohon, Mas. Kamu kan Kepala Sekolah, pasti punya kenalan. Tolong bela aku menghadapi kasus hukum ini!"

Pak Marzuki menghela napas panjang. Ia merasa lelah dengan tingkah laku istrinya. Namun, bagaimana pun, Bu Desi adalah istrinya. Ia harus melindungi nama baik keluarganya, meskipun itu berarti harus berhadapan dengan Kenzi, pemilik yayasan sekolah Novia mengajar saat ini.

"Ini akan jadi masalah besar, Desi," kata Pak Marzuki, wajahnya menunjukkan kekhawatiran yang mendalam. "Kamu sudah berurusan dengan orang yang salah. Tapi baiklah, saya akan coba bantu. Tapi kamu harus janji, ini yang terakhir kalinya kamu membuat ulah!"

Bu Desi mengangguk cepat, "Janji, Mas! Aku janji!"

****

Kemarahan Diana terhadap Novia tak kunjung padam, bahkan semakin menjadi-jadi setelah ia mendengar kabar tentang Kenzi yang melaporkan Bu Desi ke polisi. Diana merasa Novia adalah biang keladi semua masalah ini. Ia tak peduli lagi dengan risiko, yang ada di benaknya hanya dendam kesumat.

Pagi itu, Diana sengaja mengintai di dekat rumah kontrakan Novia. Ketika melihat Novia keluar dengan motornya, hendak berangkat mengajar, sebuah ide jahat melintas di benaknya. Ini adalah kesempatan sempurna untuk melampiaskan segala kekesalannya.

Novia mengendarai motornya dengan kecepatan sedang, pikirannya fokus pada pelajaran yang akan ia berikan di sekolah. Tiba-tiba, dari arah belakang, sebuah mobil hitam melaju kencang dan menyenggol motornya. Dengan sengaja, Diana menabrak motor Novia.

Novia kehilangan kendali. Motornya oleng dan ia terjatuh ke aspal, merasakan sakit yang luar biasa di siku dan lututnya. Helmnya terlepas, dan hijabnya terlihat.

Mobil Diana berhenti tak jauh dari sana. Diana membuka kaca jendela, dan ia tertawa puas melihat Novia terkapar di jalan.

"Rasakan itu, wanita sialan!" teriak Diana, melontarkan sumpah serapah. "Itu balasan karena kamu sudah membuat hidupku dan anakku sengsara! Pelakor! Mandul! Jangan harap bisa hidup tenang!"

Setelah meluapkan semua amarahnya, Diana kabur setelahnya, menginjak gas mobilnya dan melaju pergi dengan cepat, meninggalkan Novia yang terkapar kesakitan di tengah jalan. Beberapa pengendara yang kebetulan lewat berhenti, panik melihat Novia yang terjatuh.

****

Tak lama setelah kejadian itu, sebuah mobil hitam mewah berhenti tepat di samping Novia. Kenzi, yang kebetulan sedang dalam perjalanan menuju kantornya dan melewati jalur itu, melihat insiden kecelakaan tersebut. Ia langsung mengenali motor Novia. Tanpa ragu, Kenzi segera keluar dari mobilnya dan menghampiri Novia.

"Novia! Anda tidak apa-apa?!" seru Kenzi panik, berlutut di samping Novia. Ia melihat lutut dan siku Novia lecet, dan wajahnya pucat.

Novia meringis kesakitan. "Pak Kenzi..." ucapnya lirih, terkejut melihat Kenzi lagi-lagi ada di sana.

Kenzi dengan sigap membantu Novia berdiri. Ia memeriksa luka-luka Novia. "Kita ke rumah sakit sekarang."

"Tidak perlu, Pak Kenzi," kata Novia, membuat Novia tak enak padanya. "Ini hanya luka kecil. Saya tidak ingin merepotkan Anda lagi." Ia merasa sangat malu dan tidak enak karena Kenzi selalu menjadi penolongnya di setiap musibah yang menimpanya. Seolah-olah hidupnya tak bisa lepas dari Kenzi.

Kenzi menggeleng. "Ini bukan merepotkan, Novia. Ini tanggung jawab saya. Anda dalam bahaya." Ia memapah Novia menuju mobilnya. "Kita harus pastikan Anda tidak terluka parah."

1
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!