Apa dasar dalam ikatan seperti kita?
Apa itu cinta? Keterpaksaan?
Kamu punya cinta, katakan.
Aku punya cinta, itu benar.
Nyatanya kita memang saling di rasa itu.
Tapi kebenarannya, ‘saling’ itu adalah sebuah pengorbanan besar.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Eka Magisna, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Episot 32
Puja coba memercayai karena Kavi berjanji membuktikannya.
“Oke. Aku kasih kamu kesempatan, tapi cukup hanya sekali.”
...----------------...
Dua hari berlalu, yang itu berarti masa bulan madu dadakan Puja dan Kavi sudah berakhir.
Keduanya memutuskan pulang sore nanti, setelah mengunjungi beberapa tempat yang indah di kota itu.
Tawa-tawa bahagia terpancar di dua wajah dalam irama sama.
Berbelanja, makan makanan daerah, hingga menonton pengamen jalanan di tengah pasar.
Waktu pulang ke ibukota akhirnya tiba. Perjalanan cukup lancar ditemani cakrawala senja yang berkilauan.
Kavi terus tersenyum melihat kelakuan istrinya yang sibuk menikmati angin dari kaca yang terbuka.
Jalanan tergerus jutaan meter, akhirnya mereka sampai di rumah Sedayu sekitar pukul 20.15.
Mengapa memilih ke sana? Alasannya adalah selain malas meladeni pertanyaan Bening dan Aji yang pasti akan meledak-ledak seperti kembang api, rumah Arjuna juga bukan pilihan bagus. Meskipun Puja tak tahu perkara saing antara Kavi dan Jun, tapi untuk menemui pria itu sekarang, rasanya terlalu malu.
Sedari kemarin Arjuna terus menghubungi ke dua ponsel mereka, tapi Kavi menyuruh mengabaikan dengan dalih siapa pun tak boleh ada yang mengganggu bulan madu yang diselenggarakan secara mendadak ini, termasuk si keparat Arjuna.
Sampai di halaman, bertepatan dengan Kavi dan Puja turun dari dalam mobil, Luna datang.
"Kakak!" Anak itu nampak terkejut.
"Kamu dari mana jam segini baru pulang?" tanya Puja.
Kavi menelisik Luna dari atas hingga ke bawah, tapi tak mengatakan apa pun.
“Kakak gak liat aku masih pake seragam sekolah?! Itu artinya aku dari sekolah!"
"Sampai segelap ini?" Puja mengerut kening, skeptis.
"Iya! Sebentar lagi aku kan mau ujian akhir, jadi banyak yang harus dipelajari."
"Tapiー”
"Udah!” Kavi merangkul pundak istrinya. "Kita lelah, Luna juga. Coba percaya aja sama dia. Bukankah selama ini dia anak yang jujur?" Seraya menanyakan itu, tatapan Kavi tertuju pada Luna untuk menilai ekspresi. Anak itu menatap balik, lalu membuang wajah. Jelas ada yang disembunyikan, Kavi memahami gelagat murahan itu.
Puja melihat adiknya seraya berpikir, lalu mengangguk.
“Jangan berpikiran buruk. Ini memang masa ujian, jadi wajar saja Luna segiat ini untuk hasil yang memuaskan."
Pembelaan Kavi diangguki Luna dengan cepat, "Iya, Kak.”
Puja mengangguk, coba percaya. "Ya, udah, ayo masuk.”
Dengan girang Luna menggamit lengan kakaknya, mengayun langkah bersama ke dalam rumah. Kavi mengikuti dari belakang bersama beberapa kantong bawaan di tangan kanan.
Dia hanya menggeleng-geleng menanggapi kelakuan gadis yang masih bocah itu.
"Dari mana lu belajar boong, Bocah?!”
Tepat dengan akhir kata hati Kavi, Luna menolehnya tanpa sepengetahuan Puja. Dia melempar senyum dan ciuman jarak jauh. "Makasih," katanya hanya dengan gerak bibir tanpa mengeluarkan suara.
“Bocah tengik. Ketahuan nakal, gua geret lu!”
****
Pagi hari yang cerah, denting sendok garpu dan piring ricuh di meja makan.
Tidak ada percakapan yang berarti. Sedayu tetap hanya meminta Kavi menjaga putrinya dengan baik seperti yang telah dijanjikan menantunya itu.
Dan urusan kebohongan Luna, Kavi akan mencaritahunya nanti. Sekarang dia dan Puja harus menghadapi beberapa hal di kantor. Selain pekerjaan, alasan liburan tiga hari ini juga pasti akan meledak-ledak. Bukan dirinya, melainkan bagi Puja.
Pukul 07.05, pasangan itu sampai di halte.
Seperti lalu, belum siap menghadapi pertanyaan baru, Puja memilih turun lebih dulu dari Kavi, memisahkan diri untuk menghindari pandangan buruk.
Kavi mengalah, menatap punggung istrinya sampai tak terlihat, barulah dia menjalankan mobil.
Sampai di lobi ....
Seperti biasa Puja akan menyapa siapa pun dengan senyuman ramah. Tapi sesaat kemudian dia mulai merasa ada yang tak beres.
"Ada apa dengan mereka?" tanya hatinya, bingung.
Pandangan mereka kelam dan tajam, bahkan ada yang melempar tatapan jijik.
Semakin membuat perasaan Puja diserang ketidaknyamanan. Masalahnya semua pandangan itu mengarah padanya.
Untuk menghindar, buru-buru dia menyongsong lift yang ada di sebelah kanan beberapa meter lagi jaraknya. Menekan tombol dengan cepat untuk segera naik ke divisi-nya.
Sialnya, sebelum pintu lift tertutup, dua orang wanita masuk dengan cepat untuk bergabung.
Puja mundur ke belakang untuk memberi mereka posisi.
"Di sini bau busuk, ya?"
Satu dari wanita itu berkata dengan nada jijik, satu telapak tangannya menutup hidung.
Puja mengernyit kening. Memutar pandangan ke segala sisi bahkan pada kakinya sendiri, takut kalau sepatunya menginjak sesuatu yang salah saat di luar. "Bukan sepatuku," kicau hatinya.
Dua wanta tadi memerhatikan gelagatnya lalu tersenyum sinis.
Satunya lagi menimpal sama, "Iya, nggak disangka. Padahal barangnya mulus dan antik, tapi kenapa bau busuknya menyengat, ya? Apa dia makan bangkai?"
Sekarang Puja yakin jika tujuan mereka adalah dirinya. Kalimat-kalimat hiperbola itu terlalu jelas dan lirikan sinis mereka berulang padanya.
"Ayo cepetan pergi, sebelum ketularan!”
Niat Puja untuk bertanya mengambang sudah, pintu lift terbuka lebih cepat dan dua wanita itu sudah ngacir dengan kalimat penutup yang semakin membuatnya penasaran, apa sebenarnya maksud ucapan mereka?
Setelah keluar dari elevator, pergelangan tangan ditengoknya, sudah jam 07.32, sisa waktu delapan menit menuju jam kerja dimulai, dia harus cepat.
Namun sayang, satu belokan lagi menuju divisi dua, suara-suara sumbang itu terdengar lagi.
"Hey, Nona Puja! Berapa uang yang kamu dapat dari hasil tidur bareng CEO?"
"Sudah pasti dua kali lipat lebih besar dari gajinya lah!"
“Bisa jadi lebih gede lagi!”
Langkah Puja terhenti detik itu juga. Dengan kaku wajahnya menoleh ke satu arah dari mana suara itu muncul.
Wajah-wajah sinis kembali didapati pasang matanya.
"Apa maksud kalian?" tanyanya.
Mereka itu karyawan wanita yang tampangnya sudah jelas tukang mencela, jumlahnya dua orang.
"Gak usah pura-pura bodoh. Ceritakan sama kami pengalaman kamu. Pak Kavi yang gagah itu, pasti sangat luar biasa saat di ranjang, 'kan?"
perjalanan dan ekspansi bisnis mungkin bisa jadi pembelajaran juga buat pembaca..
tetaplah berkarya dan menjadi yang terbaik.. 👍👍😍🙏
jadi lupakan obsesi cintamu puja..
ada jim dan jun, walaupun mereka belum teruji, jim karena kedekatan kerja.. jun terkesan memancing di air keruh..