Penampilan Yanuar yang bersahaja membuat Amanda senang menatap Yanuar. Tanpa sengaja Amanda sering bertemu dengan Yanuar.
Sinta ibu kandung Amanda tidak tahu kalau putri bungsunya sedang jatuh cinta pada seorang duda. Ia mengatur kencan buta Amanda dengan Radit. Sebagai anak yang baik, Amanda menyetujui kencan buta dengan Radit. Namun, alangkah terkejutnya Amanda ternyata kencan buta itu bertempat di restoran hotel tempat Yanuar bekerja.
Akhirnya Sinta mengetahui Amanda sedang dekat dengan seorang duda. Ia tidak setuju putrinya menjalin kasih dengan Yanuar. Sinta berusaha menjauhkan Amanda dari Yanuar dengan cara memperkenalkan orang yang satu tipe dengan Yanuar.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Deche, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab 16.
“Duduk, Mbak.” Yanuar mempersilahkan Amanda duduk di sofa yang berada di ruangan itu. Amanda duduk di sofa. Sedangkan Yanuar duduk di kursi biasa yang berada di seberang sofa.
“Sekarang Mbak Amanda mau bicara apa?” tanya Yanuar.
“Amanda mau minta maaf kepada Bang Yanuar. Amanda sudah berbohong kepada Abang dengan mengatakan Amanda makan siang bareng sama teman-teman di kampus. Padahal Amanda pergi kencan buta dengan anak teman Mama.” Amanda menundukkan kepalanya. Ia merasa bersalah sudah membohongi Yanuar.
“Sebenarnya Amanda sudah menolak untuk ikut kencan buta, tapi Mama memaksa Amanda untuk bertemu dengan anak temannya. Jadi Amanda terpaksa berbohong sama Abang,” lanjut Amanda.
Yanuar menghela napas mendengar perkataan Amanda. Ia tidak tahu harus berkata apa. Ia tidak berhak melarang Amanda kencan buta dengan laki-laki lain.
“Bang Yanuar pasti marah sama Amanda.” Amanda masih menundukkan kepalanya. Ia mirip seperti seorang adik yang siap dimarahi oleh kakaknya.
“Saya tidak marah, Mbak. Hanya saja saya kaget melihat Mbak Amanda di sini, Mbak Amanda tidak bilang akan makan siang di sini bersama teman Mbak Amanda,” ujar Yanuar.
Amanda mengangkat kepalanya, ia memandang wajah Yanuar. “Benar Abang tidak marah?” tanya Amanda.
Yanuar tersenyum kepada Amanda. “Untuk apa saya marah sama Mbak? Mbak bebas mau pergi dengan siapa saja,” jawab Yanuar.
Mendengar perkataan Yanuar, Amanda menjadi kecewa. Ternyata Yanuar tidak memiliki perasaan apa-apa kepadanya. Amanda kembali menundukkan wajahnya. Kali ini ia merasa sedih.
Tatapan Yanuar yang ia lihat ketika sedang melihatnya di ruang dining room, hanyalah khayalan saja. Tak terasa air mata menetes di pipi Amanda. Terdengar suara isak dari hidung Amanda. Amanda mengambil tissue dari dalam tas lalu mengelap air matanya.
Yanuar terkejut melihat Amanda menangis. “Mbak kenapa?” tanya Yanuar dengan suara pelan.
“Maafkan Amanda. Mungkin tadi Amanda salah mengira Abang marah kepada Amanda karena melihat Amanda jalan dengan laki-laki lain. Namun, ternyata Abang sama sekali tidak marah. Mungkin Amanda salah mengartikan tatapan Abang sewaktu melihat Amanda duduk dengan laki-laki lain,” ucap Amanda sambil menangis.
Yanuar kaget mendengar perkataan Amanda. Sejujurnya tadi ia kaget ketika melihat Amanda berada di dining room bersama dengan seorang laki-laki. Entah mengapa ada perasaan tidak senang melihat Amanda sedang bersama dengan laki-laki lain.
Tadi malam Amanda meneleponnya dan membatalkan acara makan siang mereka. Amanda mengatakan kalau ia diajak teman-teman kuliah makan siang bersama-sama. Ada teman kuliah Amanda yang sedang berulang tahun dan hendak mentraktir makan siang.
Namun, yang ia lihat adalah Amanda sedang berkencan dengan laki-laki lain. Mungkin tanpa ia sadari ia sudah menatap Amanda dengan tatapan marah dan cemburu. Sehingga gadis itu menyangka sedang marah dan cemburu.
Lagi-lagi Yanuar menghela napas. Ia menatap gadis itu yang sedang tertunduk sambil menangis. “Terus terang saja. Tadi saya tidak suka melihat Mbak Amanda duduk berduaan dengan seorang laki-laki. Entah mengapa tiba-tiba saja perasaan itu muncul,” ujar Yanuar.
Amanda kaget mendengar perkataan Yanuar. Ia pun mengangkat wajahnya. “Abang suka dengan Amanda?” tanya Amanda.
“Saya tidak tahu. Saya juga bingung,” jawab Yanuar.
Amanda tersenyum mendengar perkataan Yanuar. “Amanda senang kalau Abang merasakan itu,” kata Amanda. Yanuar diam mendengar perkataan Amanda.
“Kapan-kapan kita makan siang bareng,” lanjut Amanda.
“Kalau Mbak sedang sibuk kuliah, jangan memaksakan diri. Nanti saja kalau hari libur,” ujar Yanuar.
“Nanti Amanda lihat dulu jadwal kuliah Amanda. Kalau ada waktu luang, kita makan siang bareng lagi,” kata Amanda.
“Atau kita pergi weekend ini bersama Yulia? Kasihan dia, Amanda belum mengajak dia jalan-jalan lagi,” lanjut Amanda.
“Terserah Mbak Amanda,” jawab Yanuar.
Tiba-tiba telepon seluler di dalam tas Amanda berdering. Amanda mengambil telepon selulernya dari dalam tas. Amanda melihat ke layar telepon seluler tertulis nomor yang tidak ia kenal.
“Ini nomor siapa?” tanya Amanda sambil memperhatikan nomor tersebut.
Yanuar hanya diam melihat Amanda yang sedang memperhatikan layar telepon seluler. Di atas nomor telepon ada foto seorang laki-laki, Amanda mengamati foto tersebut. Wajah di foto itu mirip seperti wajah Radit. “Mas Radit?”
Amanda menjawab telepon. “Assalamualaikum,” ucap Amanda.
“Waalaikumsalam. Kamu dimana? Saya mencari kamu ke wc wanita tapi kamu tidak ada,” ujar Radit berbicara di telepon. Amanda mengerutkan keningnya mendengar perkataan Radit.
“Ngapain Mas Radit ke wc wanita?” tanya Amanda.
“Saya takut kamu kenapa-kenapa di dalam wc,” jawab Radit dari telepon. Amanda menghela napas mendengar perkataan Radit.
“Tadi Amanda bertemu dengan Bang Yanuar General Manager hotel ini lalu Amanda berbincang-bincang dengan Bang Yanuar di ruang kerja supervisor,” kata Amanda.
“Dimana ruang kerja supervisor? Saya samper kamu ke sana,” ujar Radit.
“Tidak usah. Nanti Amanda kembali ke dining room,” kata Amanda. Amanda pun mengakhiri pembicaraannya. Ia memasukkan telepon selulernya ke dalam tas.
“Mas Radit mencari Amanda,” kata Amanda.
Yanuar hanya diam saja mendengar perkataan Amanda. Amanda membuka pintu tanpa melihat ke kaca pintu. Ketika pintu terbuka, ia kaget melihat Rendi berdiri di depan pintu. Kedua tangan Rendi dilipat di depan dada, ia menatap tajam ke arah Amanda.
“Kamu ngapain di sini?” tanya Rendi dengan tajam.
“Bicara dengan Bang Yanuar,” jawab Amanda.
“Kenapa di ruangan kerja orang lain? Kenapa tidak ke ruang kerja Yanuar?” tanya Rendi.
Yanuar keluar dari ruangan, ia menghampiri Rendi yang sedang memarahi Amanda. “Ini bukan salah Mbak Amanda. Saya yang mengajak Amanda ke sini, Pak,” sela Yanuar.
Rendi menghela napas. Apa yang dilakukan Yanuar adalah salah. Tidak semestinya Yanuar berbicara berdua dengan Amanda di ruang kerja orang lain. Ia takut akan menjadi contoh tidak baik bagi karyawan lain. Mereka akan melakukan hal yang sama seperti yang Yanuar lakukan.
Namun, Rendi tahu Yanuar tidak akan berbuat demikian kalau Amanda tidak memaksa dan mengganggu Yanuar. Ini pasti karena ulah Amanda.
“Lain kali kalau Amanda mengganggu Pak Yanuar pada jam kerja, abaikan saja! Paling dia hanya menangis lalu mengadu ke Mama dan Papa. Tapi kalau Pak Yanuar ladeni akan merusak citra Pak Yanuar di depan pegawai lain. Dan mereka pasti akan mengikuti apa yang Pak Yanuar lakukan!” ujar Rendi.
“Baik, Pak. Saya mengerti. Maafkan saya,” jawab Yanuar.
“Kamu kembali ke teman kencan buta kamu! Dia sedang kebingungan di depan dining room mencari kamu,” ujar Rendi kepada Amanda.
Amanda terkejut mendengar perkataan Rendi.“Aa tau dari mana?” tanya Amanda.
“Mama yang bilang ke Aa. Katanya kamu sedang kencan buta di sini,” jawab Rendi.
“Ketika Aa menuju ke sini, Aa melihat seorang lelaki yang berdiri di depan dining room dengan wajah kebingungan. Ia menoleh ke kanan dan ke kiri. Sepertinya dia teman kencanmu,” lanjut Rendi.
“Sudah sana. Temui teman kencanmu!” ujar Rendi.
“Iya,” jawab Amanda dengan wajah cemberut.
.
.
Sudah, ya. Ini bab terakhir hari ini. Besok Deche update lagi.
lha wong sampeyan aja "samen leven" laki² yg bukan mahrom gitu lho /Sweat/