NovelToon NovelToon
My Poor Husband

My Poor Husband

Status: tamat
Genre:Romantis / Sudah Terbit / Tamat
Popularitas:31.1M
Nilai: 4.9
Nama Author: ErKa

Tiba-tiba saja nenek menyuruhku menikah dengan pria kurang mapan. Aku adalah seorang wanita yang memiliki karier mapan!! Apa yang harus aku lakukan? Kenapa nenek memilih laki-laki dibawah standarku? Apa sebenarnya tujuan nenek?

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon ErKa, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

Ch 33 - Priaku Datang

Hari Minggu pun datang dengan begitu cepat. Rizal tiba di Surabaya ketika matahari belum terbit. Dengan bersemangat dia menyuruh sopirnya untuk memacu kendaraan ke rumah nenek. Dia tidak sabar untuk bertemu dengan istrinya. Selama beberapa hari ini wajah istrinya selalu menghiasi hari-harinya. Sayangnya istrinya tidak memberikannya akses untuk bisa menghubunginya. Yang bisa dilakukannya hanyalah menanyakan kabar istrinya ke nenek saja.

“Nanti mobilnya Kamu bawa ya Jar. Seperti biasanya.”

“Baik Pak.” Fajar mengangguk serius. Dia tahu kebiasaan bosnya selama beberapa bulan ini. Selalu menyuruhnya untuk membawa mobilnya dan memakai mobil hanya untuk keperluan pekerjaan. Setiap hari dia selalu merasa heran dengan tingkah laku bosnya. Semenjak menikah, bosnya selalu datang ke kantor menggunakan sepeda motor butut dan memakai baju sederhana. Begitu sampai dikantor, beliau akan mengganti bajunya. Pulang kerja kembali memakai baju sederhana dan bermotor butut lagi. Sebenarnya dia sangat penasaran dan ingin bertanya alasan bosnya bersikap seperti itu. Tapi apadalah daya, dia hanya seorang bawahan yang hanya bisa menerima perintah.

Sesampainya dirumah nenek, Rizal turun dari mobil setelah sebelumnya memberikan sejumlah uang pada Fajar.

“Eh Pak, ini terlalu banyak…” Fajar kembali menyodorkan sejumlah uang yang ada ditangannya.

“Itu sesuai dengan kinerjamu Jar. Terima kasih untuk beberapa hari ini ya.” Rizal menepuk bahu Fajar dan turun dari mobil. Fajar menatap pemberian bosnya. Merasa sangat bersyukur. Hanya lima hari dia menemani bosnya ke luar kota, tapi dia menerima uang kompensasi setara gajinya selama sebulan. Bosnya itu memang sangat royal! Dia sangat bersyukur bisa bekerja dengan bos seperti Rizal.

Rizal mengetuk pintu rumah nenek. Jam menunjukkan pukul lima lebih sedikit, seharusnya nenek sudah bangun. Tidak berapa lama kemudian, pintu pun terbuka.

“Lho, sudah pulang Nak?”

“Hehe, iya Nek. Begitu sampai langsung kesini Nek. Adek masih tidur Nek?.” Rizal celingukan.

“Iya Nak, genduk masih tidur. Ayo masuk-masuk.” Nenek mempersilakan Rizal masuk. Rizal begitu ingin terbang agar bisa segera melihat istrinya. Nenek sepertinya bisa memahaminya hanya dengan melihat raut wajahnya.

“Langsung saja ke kamarnya Nak. Beberapa hari ini pintu kamarnya tidak pernah dikunci.” Suara nenek terdengar seperti angin segar ditelinga Rizal, dengan segera dia berlari ke kamar istrinya. Pelan-pelan dia membuka pintu kamar itu, berusaha mengintip situasi didalam kamar dan segera masuk.

Diranjang dia melihat istrinya masih tertidur dengan pulas. Andaikan hubungan pernikahan mereka normal seperti pasangan menikah lainnya, mungkin saat ini dia sudah mencium istrinya. Memeluk dan memberikannya ciuman bertubi-tubi. Namun hubungan pernikahannya tidak normal, jadi dia hanya bisa melihat istrinya. Menatap wajah itu dengan penuh rasa sayang.

Rizal berlama-lama memperhatikan wajah istrinya. Dia melihat dibawah mata istrinya masih bengkak, apakah wanita ini masih sering menangis? Rizal merasa sangat bersalah. Gara-gara malam panjang di Malang, dia sudah membuat wanita ini menangis berhari-hari. Rizal mengecup kening istrinya dengan penuh kasih sayang.

“Mas sudah pulang sayang. Maafin Mas ya sayang. Mas yang salah…” Rizal membisikkan kata-kata itu berkali-kali sembari mengecup air mata yang masih menggenang di sudut mata istrinya. Tia masih tertidur pulas. Sepertinya kegiatan menangis setiap malam membuat fisik dan psikologisnya kelelahan. Rizal meninggalkan istrinya dan mencari nenek didapur.

Selama beberapa saat dia mengobrol dengan nenek sembari menemani nenek dan mbak Siti yang sedang masak. Topik yang dibicarakan selalu saja tentang istrinya.

***

Pagi itu Tia terbangun sedikit lebih pagi. Dia teringat bahwa hari ini adalah hari Minggu. Hari terakhirnya libur. Hari Senin dia sudah harus bekerja lagi. Yang membuatnya bingung adalah semua seragam kerjanya berada di rumah Rizal. Laki-laki itu sudah meninggalkannya, bagaimana dia harus mengambil barang-barangnya? Haruskah dia pergi ke rumah laki-laki itu?

Tia pergi mencari nenek. Dia ingin meminta saran neneknya. Apakah dia perlu ke rumah Rizal sendiri atau menggunakan jasa pengiriman barang. Didapur dia mendengar suara nenek, mbak siti dan suara laki-laki. Tia menghentikan langkahnya. Dia merasa sudah berhalusinasi. Dia mendengar suara Rizal disela-sela suara nenek dan mbak Siti. Ahhh, mungkin aku terlalu banyak memikirkannya sampai suaranya pun bisa didengarnya.

Semakin dekat dari dapur, semakin jelas Tia mendengar suara itu dan akhirnya dia pun melihatnya. Laki-laki itu duduk dikursi sembari berbincang-bincang dengan neneknya. Wajahnya terlihat ceria meskipun terdapat guratan-guratan kelelahan dibawah matanya. Sementara tangannya sedang sibuk membuang tangkai cabe. Cabe??!!

Tia cepat-cepat membalikkan tubuhnya, ingin segera lari dari tempat itu. Namun karena dia terburu-buru, kakinya terantuk kaki kursi yang ada didekatnya.

BRAAAKK

“Auuuuww!” Tia mengaduh kesakitan sembari memegang kakinya. Sebelum dia tersadar dengan apa yang terjadi, laki-laki itu sudah berada didekatnya.

“Adek gak apa-apa?.” Rizal berjongkok didepan Tia, tangannya memegang kaki Tia yang terantuk.

“Kakinya sakit? Kita ke rumah sakit ya?” nadanya terdengar sangat khawatir. Tia hanya memandangnya dalam diam. Bukannya laki-laki ini sudah membuangnya? Kenapa masih ke rumah ini? Kenapa masih khawatir padanya? Apakah dia hanya berakting?

“Dek? Yang mana yang sakit sayang? Kita ke dokter ya?”

“Eh…ehh… gak usah. Gak sakit kok.” Tia berusaha berdiri dibantu oleh Rizal. Tia merasa sangat canggung dan bingung dengan kedatangan laki-laki ini. Dia bingung harus berbuat apa.

Rizal menuntun Tia untuk duduk dikursi, sementara dengan lembut dia memijat-mijat kaki istrinya. Tia hanya bisa pasrah. Di lubuk hatinya yang paling dalam,dia sangat bahagia dengan kedatangan suaminya. Selama beberapa hari ini dia merasa menjadi orang ternoda yang dibuang oleh suaminya. Tapi kemudian orang yang membuangnya itu datang lagi, meskipun harga dirinya hancur tapi dia rela untuk bisa dipungut lagi oleh laki-laki itu.

“Beneran gak sakit Dek?” Rizal bertanya dan dijawab anggukan oleh Tia. Rizal menatapnya dengan sangat intens. Ditatap seperti itu membuat Tia canggung dan bingung.

“Sudah bangun Ndu? Ayo mandi dulu trus sarapan.” Nenek memecah kecanggungan diantara mereka. Tia segera beranjak dan berlari ke kamarnya. Dia perlu waktu untuk mengatur ritme jantungnya yang berdebar tak karuan.

Kenapa? Kenapa laki-laki itu datang  lagi? Apakah untuk menceraikannya? Apakah itu alasan dia datang ke rumah ini lagi? Tapi kenapa tatapannya seperti itu? Seolah-olah sangat mencintainya? Laki-laki dengan tatapan seperti itu tidak mungkin tega menceraikannya kan?

Tia berusaha membuang jauh-jauh pikiran buruknya. Dia memutuskan untuk segera mandi dan sarapan. Apapun keputusan yang dibuat Rizal, dia harus menerimanya dengan lapang dada.

Dimeja makan terlihat nenek dan Rizal bercengkrama dengan sangat akrab. Dengan sedikit canggung Tia duduk disebalah nenek dan menolak untuk menatap wajah Rizal. Bukan karena tidak ingin melihatnya, tapi dia takut Rizal mengetahui isi hatinya dengan melihat tatapan matanya.

“Ndu, barang-barangmu sudah dibereskan?” Tanya nenek memecah keheningan. Dengan bingung Tia menjawab.

“Barang-barang? Barang-barang yang mana Nek?”

“Barang yang kamu bawa waktu pulang dari Malang kemarin Ndu. Kalau belum dibereskan, habis makan segera dibereskan ya. Kasian suamimu bila harus menunggu lebih lama lagi Ndu. Dari luar kota suamimu langsung kesini untuk menjemputmu Ndu. Dia belum istirahat Ndu…”

Tia menjatuhkan sendoknya. Sedikit terkejut dengan ucapan neneknya. Benarkah? Benarkah laki-laki ini datang untuk menjemputnya? Bukan untuk menceraikannya?

Tia mencuri-curi pandang, dan dia kembali mendapati Rizal menatapnya dengan penuh cinta. Jantungnya kembali berdebar.

“Iya, habis makan Tia beresin Nek.”

“Huffftttt…” Rizal menghembuskan napas lega. Sepertinya dia takut istrinya akan menolak untuk pulang bersamanya. Nenek tersenyum bahagia mendengar keputusan cucunya.

***

^ErKa^

1
mama ELA
aku AB apa bisa aku sumbangin darah ku
mama ELA
jadi keinget dulu waktu awal² hamil
mama ELA
kakak aku tinggal di perumahan ini
Siti solikah
bagus
Siti solikah
wah Rizal beneran jadi mantunya pak sutedjo
Siti solikah
kasihan juga sheyla tapi ya ga harus nabrak kan
Siti solikah
semoga lekas sembuh ya tia
Siti solikah
wah pak Sutedjo sudah selingkuh dari istri pertamanya
Siti solikah
pak Sutedjo sangat menyayangi rizal
Siti solikah
sheyla ga punya harga diri
Siti solikah
senangnya
Siti solikah
manisnya
Siti solikah
ayo Tia dia kak izalmu
Siti solikah
dasar sheyla Mak lampir ngamuk
Siti solikah
manisnya rizal
Siti solikah
novelnya sangat sangat sangat bagus dan menarik,baca berkali kali ga pernah bosan
Siti solikah
baca lagi thor
Siti solikah
akhirnya berhasil juga
Siti solikah
akhirnya tamat,aku sering baca novel ini
Siti solikah
ternyata benar tia anaknya pak sutedjo
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!