Nadia Prameswari menjalani kehidupan yang sempurna dengan suaminya di mata publik. Namun sebenarnya, pernikahan itu hanya untuk kepentingan bisnis dan politik.
Nadia seorang wanita aseksual, membuat Arya selingkuh dengan adik tirinya.
Hal itu membuat Nadia bertekad memasang chip di otaknya untuk mengaktifkan hasrat yang selama ini tidak pernah dia rasakan.
Namun, apa yang terjadi setelah rasa itu aktif? Apa dia akan menjerat Arya atau justru terjerat pria lain?
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Puput, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
BAB 13
"Niko ...."
Mendengar suara Nadia yang memanggilnya, Niko merasa sangat lega. Akhirnya Nadia membuka kedua matanya dan kini menatapnya.
"Kepalaku pusing sekali." Nadia pelipisnya yang terasa sangat pusing.
Niko menahan tangan Nadia dan menggantikan tangan itu untuk mengusap lembut pelipisnya. "Kepala Bu Nadia terluka dan obat tidur yang diberikan Pak Arya dosisnya sangat tinggi. Hampir merenggut nyawa Bu Nadia."
Nadia hanya menatap Niko dengan alis yang berkerut. "Tega sekali dia melakukannya padaku."
"Iya. Apa Bu Nadia mau melaporkannya no pada polisi?"
Nadia terdiam. Jika dia melaporkannya, otomatis nama Arya akan hancur tapi bisa saja dia lolos dari hukumannya karena koneksinya di dunia kepemerintahan sangat banyak. "Apa menurut kamu masalah akan selesai jika kita melaporkannya?"
Niko menggelengkan kepalanya. "Pak Arya sangat licik. Apalagi dia punya koneksi orang-orang penting."
Nadia terdiam. Dia hanya menghela napas dan menatap satu tangan Niko yang masih setia menggenggamnya. Dia sudah sering merasakan genggaman tangan Niko saat Niko berusaha melindunginya di tempat umum. Tapi kali ini rasanya berbeda. Genggaman itu terasa hangat, bukan lagi sebatas hubungan bos dan asistennya.
"Niko, apa kamu sudah memutuskan?"
Niko hanya tersenyum. Dia menunjukkan tangannya yang menggenggam erat tangan Nadia. "Apa Bu Nadia tidak merasakan apapun?"
"Apa prosedur itu sudah dilakukan?" tanya Nadia. Jantungnya berdetak cepat menunggu jawaban Niko. Dia merasa ada getaran di dirinya yang tidak biasa.
Niko menganggukkan kepalanya. "Iya karena Bu Nadia kritis akibat obat itu. Beberapa saraf Bu Nadia sempat melemah. Saya pikir, biochip itu bisa menstimulasi semua saraf. Ternyata benar dan Bu Nadia langsung sadar."
Nadia sedikit kecewa mendengar jawaban dari Niko. "Hanya itu alasan kamu? Kamu melakukannya cuma untuk menyelamatkanku?"
Niko terdiam. Tanpa sadar genggaman tangannya semakin erat menggenggam tangan Nadia. "Karena ...."
Niko tak bisa melanjutkan perkataannya. Dia justru mendekat dan mencium lembut bibir Nadia.
Baru beberapa detik bibir itu menyentuh bibirnya, ada getaran tak biasa di dadanya. Semakin dalam ciuman itu, tubuhnya merespon semakin aktif. Ada rasa panas yang menjalar ke seluruh tubuhnya dan membuat napasnya terasa sesak.
Karena rasa tak biasa itu membuat kepalanya tiba-tiba terasa semakin pusing. Nadia melenguh kecil yang membuat Niko melepaskan ciumannya. "Kenapa? Bu Nadia sakit?"
"Kepalaku pusing sekali."
Niko panik dan dia langsung menekan tombol emergency untuk memanggil dokter. "Maaf, saya tidak bermaksud menyakiti Bu Nadia."
Meskipun kepalanya masih pusing tapi dia tertawa melihat wajah Niko yang panik sekaligus merasa bersalah. "Tidak apa-apa. Aku suka dengan jawaban kamu yang langsung melalui tindakan."
Beberapa saat kemudian, Clara dan Axel masuk ke dalam ruangan itu yang membuat Niko melepas genggaman tangannya dan sedikit menjauh.
"Bu Nadia, apa ada yang sakit?" tanya Clara sambil memeriksa kondisi Nadia. Dia mendengarkan detak jantung Nadia yang sangat cepat. "Bu Nadia, rileks dulu. Tarik napas lalu hembuskan."
Nadia mengikuti arahan Clara. Dia kini lebih tenang. "Kepala saya sangat sakit," kata Nadia.
"Tidak apa-apa. Nanti berangsur akan menghilang. Saya akan memberi obat pereda nyeri." Clara menyuntikkan obat itu di dekat jarum infus yang terpasang di tangan Nadia.
Sedangkan Axel kini menatap Niko penuh curiga. "Niko, pelan-pelan saja."
Niko menatap Axel bingung. "Pelan-pelan?"
Axel menepuk punggung Niko sambil tertawa. "Apa kamu pikir aku tidak tahu tujuan proyek itu? Aku memang mendukung Bu Nadia karena aku lebih percaya kamu daripada Pak Arya."
"Maksudnya? Saya tidak mengerti Prof."
Axel hanya tertawa tanpa menjelaskannya. Dia kini mendekati Nadia dan memastikan sekali lagi kondisi Nadia. "Apa Bu Nadia merasakan hal lain selain sakit kepala? Seperti pandangan kabur atau anggota tubuh yang sulit digerakkan?"
Nadia menggeleng pelan. Dia menggerakkan kakinya, lalu tangannya. "Aw, tanganku sakit."
"Tangan kanan Anda jangan digerakkan dulu karena terkilir, setidaknya selama satu minggu. Nanti saya beri penopang agar lebih nyaman," kata Clara.
Nadia hanya mengangguk. "Iya, Dokter. Terima kasih."
"Saya akan kembali ke perusahaan. Jika ada sesuatu langsung hubungi saja," kata Axel.
"Baik, terima kasih Prof."
Setelah Axel dan Clara keluar dari ruangan itu. Nadia kembali menatap Niko. "Apa ada berita besar? Gosip atau rumor tentangku?"
"Iya, tapi Vika sudah mengurusnya."
Nadia mengangguk. Kedua matanya kini kembali membara penuh ambisi. "Panggil wartawan seperti biasanya. Aku akan siaran eksklusif di sini."
Nadia tersenyum miring. Dia akan membawa Arya terbang lalu akan dia hempaskan.
***
"Kak Arya, apa yang sudah kamu lakukan sama Kak Nadia?" tanya Rissa saat masuk ke dalam unit apartemen Arya.
Arya menutup pintunya lalu memeluk Rissa. "Aku hanya mengancamnya saja."
Rissa menatap Arya tak percaya. "Jangan bohong! Kak Arya mau buat Kak Nadia hamil kan? Kak Arya pasti sudah memberinya obat sampai pingsan di tengah jalan."
Arya hanya tertawa. Dia menarik tubuh Rissa dan mengajaknya duduk di sofa. "Itu murni kecelakaan. Kamu tidak tahu berita yang beredar?"
Rissa menatap Arya tak percaya. "Mengapa Kak Arya ingin menghamili Kak Nadia? Kak Arya tidak ingin aku mendapat perusahaan? Susah payah aku meyakinkan Papa agar memberi syarat itu pada Kak Nadia, tapi Kak Arya ingin memberinya solusi."
Arya semakin mendekap Rissa. "Iya, iya. Aku salah ambil keputusan. Aku masih butuh Rissa untuk musim kampanye nanti."
Arya mendekat dan menciumi leher Rissa. "Jangan marah, ya. Aku tidak jadi melakukannya. Kita tunggu saja apa yang dikatakan Nadia nanti. Aku tidak bisa menemuinya karena pengawalnya berjaga di depan rumah sakit. Kita tidak bisa menyentuh Nadia selama ada Niko."
Tangan Arya melepas baju yang dipakai Rissa satu per satu. "Aku kangen sama kamu. Kita lakukan sampai puas ya hari ini. Kamu tidak lupa minum kontrasepsi kan?"
Rissa hanya mengangguk. Dia mendongakkan kepalanya saat wajah Arya semakin mengendus lehernya. Lalu turun ke bawah dan berhenti di kedua dadanya.
Suara lembut mulai keluar dari bibir Rissa saat merasakan sentuhan dan ciuman Arya semakin menjadi.
"Rissa, kamu selalu membuatku ketagihan." Arya semakin menindih tubuh polos Rissa di atas sofa itu. Dia bergerak cepat naik menggoyangkan pinggulnya di atas Rissa. Suara mereka saling bersahutan.
Namun, senyum licik terukir di bibir Rissa saat Arya mendongak merasakan sensasi nyata di tubuhnya.
"Iya, bukan Kak Nadia yang akan memberi Papa cucu tapi aku. Dengan begitu aku akan mendapatkan semuanya. Kak Arya sepenuhnya dan juga perusahaan."
melalui persi masing-masing
kita" kalau Nadia hamil
Arya shok, gak ya???
hottttt
di tunggu updatenya
pasti Nadia luluh...
lanjut thor ceritanya
di tunggu updatenya
parah ni