Tristan Bagaskara kisah cintanya tidak terukir di masa kini, melainkan terperangkap beku di masa lalu, tepatnya pada sosok cinta pertamanya yang gagal dia dapatkan.
Bagi Tristan, cinta bukanlah janji-janji baru, melainkan sebuah arsip sempurna yang hanya dimiliki oleh satu nama. Kegagalannya mendapatkan gadis itu 13 tahun silam tidak memicu dirinya untuk 'pindah ke lain hati. Tristan justru memilih untuk tidak memiliki hati lain sama sekali.
Hingga sosok bernama Dinda Kanya Putri datang ke kehidupannya.
Dia membawa hawa baru, keceriaan yang berbeda dan senyum yang menawan.
Mungkinkah pondasi cinta yang di kukung lama terburai karena kehadirannya?
Apakah Dinda mampu menggoyahkan hati Tristan?
#fiksiremaja #fiksiwanita
Halo Guys.
Ini karya pertama saya di Noveltoon.
Salam kenal semuanya, mohon dukungannya dengan memberi komentar dan ulasannya ya. Ini kisah cinta yang manis. Terimakasih ❤️❤️
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Melisa satya, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Orangtua Dinda
Menginap di rumah bos adalah suatu tindakan paling canggung yang pernah ada. Dinda bahkan takut menyentuh apapun dan hanya diam di kamar saat mereka tiba di tempat itu.
"Dinda!" Panggilan Tristan menggema dari ruang tengah.
"Dinda, keluar sini!"
Dinda segera datang setelah mengganti pakaiannya dengan pakaian yang lebih santai.
"Siap, Bos!"
Tristan berdecak, panggilan itu lagi dan dia mulai terbiasa.
"Sini, kamu masih demam? Makan dan minum obatnya."
Tristan memesan banyak makanan dan juga se ember eskrim.
"Ayam geprek, sup iga, lobster?" Dinda melotot.
"Mie HK, Bos apa akan ada pesta malam ini?"
"Ya, pesta makan-makan."
"Lalu dimana orang-orang?"
"Hanya aku dan aku, sini dan duduk."
Dinda tercekat.
"Bos! Apa ini misi untuk membuat saya gendut?"
Haha haha! Tristan tertawa ngakak.
"Bisa jadi, makan saja biasanya jika kamu sudah lahap makan, itu artinya kamu sudah sembuh."
"Enak aja, kapan aku serakus itu?"
Tristan menatapnya lucu dan menyajikan es krim untuk dinikmati. Dinda kembali mengenang pernyataan bosnya tentang minuman atau sesuatu yang paling dia sukai.
"Ciyeee, Bos lagi seneng ya. Sampai pesen es krim se ember gitu."
"Iya nih, lagi senang. Soalnya kamu akan nemenin saya sampai besok. Jadi mari makan dan rayakan."
Dinda mengerutkan kening.
Tristan meraih mie goreng terlebih dahulu lalu menikmatinya.
"Ya ampun, makanan di Paris memang menggiurkan tapi makanan Indonesia ngga ada tandingannya."
Dinda tersenyum mendengarnya, dia ikut menikmati mie dan Tristan mendekatkan sup iga.
"Makan ini untuk menghangatkan badan."
"Hemm, terimakasih banyak Bos." Semangat gadis itu membara, dia sangat senang dan makan dengan lahap.
Tristan tertawa kecil melihat porsi Dinda yang lumayan wow. Telah bersama beberapa Minggu membuatnya paham akan kebiasaan gadis itu.
"Aaah, kenyang." Terkapar di sofa setelah menghabiskan semua makanan berat. Dinda menatap Tristan yang santai memakan es krim setelah melahap satu porsi mie HK.
"Ini enak banget sumpah."
"Sekarang tidurlah, dua jam lagi akan aku bangunkan untuk membuat skejul."
"Skejul?"
"Ya, skejule pekerjaan yang harus kamu selesaikan selama saya pergi."
Dinda mengangguk. Toh dia sudah di berikan makanan enak, makanya tak masalah jika harus begadang malam ini. Gadis itu tertidur nyenyak dan Tristan selesai dengan es krimnya.
Pemuda itu membereskan semuanya lalu masuk ke ruang kerja. Daren datang tak di undang. Mengetahui Tristan telah kembali ke indonesia, Daren pun mengunjungi sahabatnya itu sesuai perintah Tuan Bagaskara.
"Tristan!" Panggilnya.
Daren melangkah masuk, sesekali dia bersiul dan melihat ke sekeliling. Alangkah terkejutnya dia saat menemukan Dinda tertidur di sofa.
"Lah, buset. Nih anak ngapain di sini?" Daren buru-buru memotretnya lalu mengusap wajah.
"Apa mereka sudah sedekat itu? Dinda bahkan dibawa kesini."
Daren meninggalkan Dinda yang masih terlelap, dia menemui Tristan dan sahabatnya itu kini ada di ruang kerjanya. Pintu tidak tertutup rapat hingga Daren dapat mengintip dari luar.
Tristan sedang membereskan barang-barang yang tak perlu dan memasukkannya ke dalam kotak.
"Itu bukannya foto Nana, ya." Daren terkesiap.
"Tristan move on, apa aku tidak salah lihat?" Pemuda itu terus mengawasi Tristan.
Sahabatnya menutup dos dan langsung melakbannya.
"Atau jangan-jangan, foto-foto itu justru mau dibawa ke Singapura."
Tristan selesai dan melangkah keluar. Mereka bertemu di depan pintu dan Tristan terkejut bukan main melihat kehadirannya.
"Sialan! Masuk kok nggak bilang-bilang? Kayak pencuri aja."
"Yee, orang gua udah manggil dari tadi, lu aja yang budeg."
Daren terus menatap kotak itu dan Tristan mengerutkan kening.
"Ngapain ke sini? Perasaan ngga ada yang manggil."
Tristan melewatinya dan berjalan menuju gudang.
"Gue di minta sama bokap lu, mastiin ntar malam jadi berangkat ke Singapura atau nggak."
"Nggak malam ini, besokpi pagi aja." Kotak itu diletakkan di dalam gudang, suatu hal yang membuat Daren tak percaya namun dia juga tak ingin menegurnya.
"Oh ya, Bro. Si Dinda ngapain tidur di sofa?"
Tristan melangkah keluar lalu mengunci pintu gudangnya.
"Oh itu, dia lagi nggak enak badan. Dia butuh istrahat sebelum balik ke rumahnya, kalau dia pulang dalam keadaan tepar. Yang ada keluarganya khawatir."
"Cih! Keluarga yang mana maksud lo?"
Tristan menatap Daren, karena tak mengerti arah pembicaraan sahabatnya itu.
"Keluarga asli Dinda, berada di Singapura sekarang." Tristan menutup mulut Daren dan menyeretnya masuk ke kamar. Leher Daren sampai tercekik karena Tristan menarik kerah bajunya.
"Apa-apaan sih, lepas nggak!"
"Hush! Jangan berisik."
Daren menatap tak suka.
"Coba ulangi, tadi kamu bilang apa?"
Wajah Daren semakin jengah.
"Ah ah, bodoh amat. Gua mau pulang."
Tristan buru-buru menariknya kembali.
"Aku serius, aku ingin tahu. Apa ayah berhasil menyelidiki kedua orang tuanya?"
Daren menatapnya ragu.
"Dinda tidak suka jika kita menyelidikinya. Tapi, aku ingin tahu semua itu. Orangtuanya meninggalkannya di wahana permainan dan tak pernah kembali mencarinya. Nenek yang ada di rumah sakit bukanlah nenek kandungnya."
"Astaga." Daren tetiba merasa kasihan.
"Kau tahu sesuatu, Daren? Aku ingin tahu semuanya."
Daren menjelaskan apa yang dia ketahui, dia juga mengirimkan beberapa foto ke ponsel Tristan.
"Dia adalah Arman Duaji. Istrinya bernama Amelia Anna Duaji. Dulu mereka punya anak kembar tapi...."
"Yang satu jatuh dari wahana bermain."
"Ya, mereka tak pernah kembali mencari Dinda setelah anak tertuanya meninggal."
Tristan melihat potret kedua orangtua Dinda.
"Sekarang mereka memiliki seorang putra bernama Airlangga Duaji. Dia adalah pewaris satu-satunya dalam bisnis yang bergerak dibidang perhotelan."
"Soal Dinda?" tanya Tristan.
"Mereka dengan sengaja melupakannya."
Hati Tristan membeku seketika.
"Aku takut jatuh sakit, karena jika aku sakit tidak ada siapapun yang menjagaku. Aku tidak mau menjadi lemah, aku ingin sibuk, aku ingin tetap bekerja agar dapat menghasilkan banyak uang."
Tristan mengingat ucapan Dinda dan merasa ini tidak adil bagi gadis itu.
"Mereka telah mencoret nama Dinda dari daftar keluarga."
Tristan seketika sesak, dia membuka tirai jendela dan membiarkan angin masuk ke dalam.
"Tuan Bagaskara telah menyelidikinya. Gadis itu bersih dan sangat pekerja keras. Dia menerima beberapa pekerjaan sambilan sebelum menjadi sekertaris. Dia tidak neko-neko. Maka dari itu Tuan Bagaskara ingin mengatakan jika dia menyetujui persahabatan kalian."
"Aku mengerti." Tristan tertunduk dalam.
"Orang yang dilupakan dalam keluarganya, pantas jika dia berkeras tak mau di selidiki. Dia pasti tak mau tampak menyedihkan di mata orang-orang." Dalam setiap ucapannya, Daren sebenarnya takjub pada sosok gadis itu.
"Siapa bilang dia menyedihkan, dia sekertarisku. Dia akan sukses di bawah kendaliku."
"Jangan terlalu peduli padanya, Bro. Awas nanti lo benar-benar jatuh hati."
Tristan tak peduli.
"Menginaplah Daren, agar tidak ada fitnah tentang kami di lain hari."
"Oke, siapa takut."
Hari beranjak sore.
Dinda yang tertidur perlahan membuka mata, ada sosok tubuh yang duduk di atas dekat kepalanya, dia bangkit untuk menyapa namun setelah melihat siapa di sana, gadis itu terkejut bukan main.
"Pak Daren!"
"Sejak kapan bapak duduk di atas saya?!"
"Ngaco lu, kapan gue duduk di atas lu?"
Dinda terperangah.
"Bukan itu, maksud saya di antara banyaknya sofa di sini kenapa bapak duduk di dekat saya yang lagi tidur?"
"Emang kenapa? Oh gua tahu, tadi lu mikir yang duduk di dekat lo itu Tristan ya?"
Dinda menatap jengkel.
"Apaan sih, ditanya apa jawabnya apa."
"Ngga usah pura-pura lu, awalnya aja bilang nggak tahu apa-apa. Buktinya sekarang, lu beneran ngincar bos lu kan?"
Dinda bungkam dan itu membuat Daren semakin tengil.
"Ya, kebaca lu, dasar!"
"Apaan sih, orang aku nggak ngapa-ngapain. Rese banget!"
Bug!!
Daren dan Dinda berkelahi di ruang tengah.
"Woi, sakit tahu nggak!"
"Bapak sendiri yang mulai, orang aku hanya tiduran doang, bapak yang kenapa deket-deket ama saya?"
"Siapa yang mau deket sama lu, geer!"
"Na itu buktinya, duduk deket saya, rese!!"
Tristan keluar dan melihat apa yang terjadi.
"Kalian kenapa?"
"Dia tuh!!!"
"Dia noh!" Serunya bersamaan.
Dinda mendekati Tristan untuk mengadu.
"Masa Pak Daren duduk dekat saya yang lagi tidur terus bangun bangun langsung nuduh lagi kalau saya kegenitan."
"Dih, kapan gua ngomong gitu!" Daren menolak tuduhannya.
"Tadi! Ngeselin banget sih."
Tristan menutup kedua telinganya.
"Stop!"
Baik Dinda dan Daren sama-sama diam.
"Begini saja, kalian sekarang bekerja sama untuk menyusul skejul perencanaan meeting selama satu bulan, dan Dinda harus meng-handle semuanya selama saya pergi. Jadi Daren harus mengatur jadwal dengan rapi jangan sampai ada yang terlewat."
"Dih, ngapain gua yang menyusun jadwal? Emang gua sekertarisnya, dia?"
"Harus Daren, karena setelah ini kita akan berangkat bersama ke Singapura. Urusan di Jakarta dan kota lain di Indonesia akan di handle oleh Dinda."
"Hemm, mampus lo, tunggu gua bikinin lo skejulnya, auto bobo di kantor lo selama sebulan penuh."
Dinda meringis, dia tahu itu bukan ancaman kosong.
"Jangan berat-berat dong pekerjaannya, Pak."
"Itu ngga berat, emang harus lo kerjain sendiri."
lnjut thor
kalau bos mu tak bisa melindungi ya sudah kamu pasang pagar sendiri aja ya
kejar dia, atau justru anda yg akan d tinggalkan lagi
bikin ketawa sendiri, makin rajin upnya ya thor,