Perjalanan Kisah Cinta Om Pram dan Kailla -Season 2
Ini adalah kelanjutan dari Novel dengan Judul Istri Kecil Sang Presdir.
Kisah ini menceritakan seorang gadis, Kailla yang harus mengorbankan masa mudanya dan terpaksa menikah dengan laki-laki yang sudah dianggap Om nya sendiri, Pram.
Dan Pram terpaksa menyembunyikan status pernikahannya dari sang Ibu, disaat tahu istrinya adalah putri dari orang yang sudah menghancurkan keluarga mereka.
Disinilah masalah dimulai, saat sang Ibu meminta Pram menikahi wanita lain dan membalaskan dendam keluarga mereka pada istrinya sendiri.
Akankah Pram tega menyakiti istrinya, di saat dia tahu kalau kematian ayahnya disebabkan mertuanya sendiri.
Akankah Kailla tetap bertahan di sisi Pram, disaat mengetahui kalau suaminya sendiri ingin membalas dendam padanya. Akankah dia tetap bertahan atau pergi?
Ikuti perjalanan rumah tangga Kailla dan Om Pram.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Casanova, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab 33 : Mencoba Jujur
“Kai, bisa cium aku sekarang?" pinta Pram, dengan tatapan memohon.
Kailla menatap, sekilas. Nasi tim di tangan Pram masih penuh, pandangannya beralih menatap suaminya yang sedang memasang wajah memelas.
“Aku habiskan dulu nasi timnya, baru mempertimbangkan mau menciummu atau tidak,” sahut Kailla.
Tangannya sudah mengambil alih kotak mika dari tangan Pram, tapi di cegah.
“Aku saja yang menyuapimu. Kalau menunggumu makan sendiri, keburu hasratku menguap,” sahut Pram, tersenyum.
Mengisi sesendok penuh dan hampir tumpah, menyuapkan dengan buru-buru ke dalam mulut mungil Kailla.
“Sayang.., bagaimana menguyahnya kalau kamu mengisi mulutku dengan makanan sebanyak ini,” gerutu Kailla setelah setengah makanannya tertelan.
Belum tertelan semua, kembali Pram mengisi kembali mulut Kailla dengan sesendok penuh, nyaris sebanyak tadi.
“Tidak!” Kailla menutup mulutnya dengan telapak tangannya.
“Aku sudah tidak mau lagi! Kamu curang,” gerutu Kailla.
Pram menghabiskan sisa nasi tim di dalam kotak secepat kilat, meraih sebotol air mineral, meneguknya sampai setengah. Baru setelahnya menyerahkan sisanya kepada sang istri.
“Sayang..,” sodor Pram, menyerahkan botol air mineral yang sudah dibuka penutupnya.
Baru saja Kailla selesai meneguk habis isi botol mineral, meletakan botol kosong ke dalam kotak sampah di dekat kakinya. Pram sudah menarik paksa istrinya, mengajak Kaila duduk di pangkuannya.
“Tidak mau! Sempit,” tolak Kailla, berontak.
Pram menutup mata dan telinga, merengkuh paksa pinggang istrinya dan mengangkat tubuh mungil istrinya dengan mudah untuk duduk ke atas pangkuan.
“Aduh, punggungku tersenggol setir, Sayang,” protes Kailla.
Pram langsung menekan tombol elektrik untuk membuat kursinya mundur ke belakang.
“Sudah nyaman? Ada yang mau aku sampaikan,” ucap Pram, tersenyum. Membawa kedua tangan Kailla untuk merangkul lehernya.
“Tidak perlu seperti ini Sayang. Kakiku bertekuk,” protes Kailla lagi.
"Kalau mau bicara ya bicara saja!" omel Kailla, bersiap turun.
“Tidak! Disaat seperti ini, kamu bisa melihat wajahku dengan jelas, melihat ketulusan di mataku,” cegah Pram, memeluk erat pinggang istrinya dengan kedua tangan.
“Sayang kenapa?” tanya Kailla heran, tangannya sedang memainkan kerah kemeja suaminya.
“Kamu bisa melihat berapa banyak kerutan di wajahku saat ini?” tanya Pram, membuka pembicaraan.
Kailla mengangguk. Menyentuh sudut mata Pram. Di kedua ujung mata itu, tampak beberapa kerutan. Saat suaminya tersenyum, kerutannya semakin nyata.
“Enam tahun lagi... aku lima puluh tahun."
"Iya, aku tahu. Tidak perlu diingatkan berulangkali. Mau dirayakan dimana?" tanya Kailla iseng.
Sebuah sentilan mendarat mulus di kening Kailla.
"Aww! Anak nakal. Aku serius Sayang," ucap Pram.
Jeda dan hening setelah kalimat itu terucap. Pram memilih menghela nafas sebelum melanjutkan kata-katanya. Dan Kailla, masih mengukir garis di wajah Pram dengan jari telunjuknya.
“Tidak ada laki-laki manapun yang tidak menginginkan seorang anak dari pernikahannya. Termasuk aku, Kai.”
“Kalau ditanya, aku atau kamu. Aku yang paling menginginkannya. Bukan karena alasan apapun, karena aku mencintaimu. Aku mencintai pernikahan kita.”
“Sayang, kamu kenapa?” tanya Kailla, melihat netra suaminya, menyiratkan sesuatu.
“Walau aku tahu, kamu menginginkan anak dariku selama empat tahun ini demi daddy, bukan demi suamimu. Tapi aku menghargainya. Bukan itu alasanku menolak.”
“Sayang, kenapa?” tanya Kailla lagi heran.
“44 tahun yang lalu keluargaku hancur, aku bahkan tidak tahu ceritanya. Anggap saja ini cerita versi mama.” Pram mulai bercerita.
“Papa memilih bunuh diri, tidak sanggup kehilangan takhta dan putranya. Mamanya memilih untuk melenyapkan dirinya dari dunia dengan cara yang berbeda. Mama, lama di rawat di rumah sakit jiwa, setelah kehilangan segalanya.”
Kailla terkejut, menatap suaminya yang sedang memejamkan mata.
“Sayang,” panggil Kailla, mengecup lembut bibir Pram, membuat laki-laki itu tersenyum dan membuka matanya.
“Dan aku.. aku tidak tahu apa-apa. Aku besar di jalanan. Aku hidup keras di jalanan. Aku tidak tahu rasanya punya orang tua.”
“Tangan yang sekarang memelukmu ini, di masa kecilnya tangan ini tidak jarang harus terbiasa memegang senjata tajam untuk mempertahankan nyawa kecilnya. Demi apa? Hanya demi sesuap nasi,” ucap Pram, bercerita.
Berat, menceritakan masa kecilnya yang sangat berat. Yang bahkan dia sendiri tidak mau mengingatnya. Tidak jarang dia harus rela dipukul hanya untuk mendapatkan makanan.
“Nyawaku dulu hanya senilai sepotong roti atau sebungkus nasi,” jelas Pram.
“Sayang, kamu kenapa?” tanya Kailla bingung. Pram tidak pernah sekalipun bercerita masa kecilnya.
“Tidak apa-apa, kamu istriku. Kamu harus tahu sekeras apa masa laluku,” sahut Pram.
Tatto yang tiap malam kamu puji di punggungku. Itu hanya sebuah kamuflase. Ada luka mengerikan disana yang harus aku tutup. Itu bekas luka bacokan, oleh-oleh dari jalanan.”
Kailla langsung memeluk Pram, mengecup wajah yang mulai banyak terdapat kerutan itu bertubi-tubi.
“Menurut mama, daddy yang paling bertanggung jawab untuk semua penderitaaan keluarga Pratama,” jelas Pram, mengejutkan Kailla.
“Maksudnya...?” Kailla bingung.
“Untuk kehancuran perusahaan, aku bisa memastikan daddy yang bertanggung jawab. Untuk penculikanku sehingga aku terpisah dari orang tuaku, aku tidak yakin. Tapi informasi dari Andy, yang menculikmu empat tahun yang lalu. Daddy yang paling bertanggung jawab.”
Kailla menutup mulutnya yang ternganga.
“Sayang...,” bisik Kailla pelan.
“Sssstt.....!” Pram menempelkan telunjuknya di bibirnya, meminta Kailla tetap mendengarkan ucapannya lagi.
“Aku sudah berdamai dengan semua itu karenamu. Cintaku padamu lebih besar dari apapun. Tapi tidak untuk mama,”
“Mama membenci daddy karena itu?” tanya Kailla dengan polosnya.
“Iya... dan aku sudah berusaha membujuknya selama ini.”
“Dan karena itu mama tidak menyukaiku?” tanya Kailla, sedih.
“Mama belum tahu apa-apa. Dia tidak tahu kamu putri siapa. Biarkan saja.”
“Tidak peduli kamu putri siapa, kamu tetap istriku,” lanjut Pram.
“Sayang, bagaimana kalau mama sampai tahu?” tanya Kailla.
“Tidak apa-apa, kalau sampai itu terjadi. Mama harus memilih, dendamnya atau putranya,” sahut Pram tersenyum.
“Sayang, maafkan daddy,” bisik Kailla meneteskan air mata.
“Berdamailah dengan mama. Masa lalu mama lebih berat dibandingkan kita.”
Kailla mengangguk.
“Sebagai putranya aku harus berbakti padanya. Sebagai menantu daddy, aku harus menebus semua kesalahan daddy padanya. Kamu mengerti?” tanya Pram, menangkup wajah Kailla dengan kedua tangannya.
“Aku tidak mau menyakiti mama," lanjut Pram.
“Bagaimana nasibku kalau mama tahu, aku putri daddy.”
“Mama membenci daddy. Sangat membenci daddy. Mengutuk semua keturunan Riadi. Bahkan mengutuk anak kita dulu.”
Kailla kembali terkejut, memeluk erat Pram.
“Kalau aku hamil lagi, dia akan mengutuk anak kita kembali?”
“Mungkin... aku tidak yakin.” Pram menjawab
“Sayang, bagaimana?"
“Aku tidak tahu. Jalani saja. Tidak perlu dipikirkan,” sahut Pram.
Dua pasang mata itu saling memandang, saling menguatkan. Ada rasa lega di hati Pram. Tapi dia yakin, dengan kejujurannya Kailla-lah yang harus banyak berkorban. Istrinya yang paling tersakiti pada akhirnya.
Kailla diam, menatap Pram sambil menangis.
“Aku mencintaimu, sangat mencintaimu. Dari aku kecil sampai sekarang, hanya kamu yang tetap setia berada di sisiku.
“Kalau aku melepaskanmu, apa mama akan melepaskan daddy untukku?” tanya Kailla, setelah memghapus akr matanya.
“Kai....!”
Hati Pram seperti tertusuk ribuan jarum. Saat istrinya kembali menukarnya hanya karena sang daddy. Begitu tidak ada nilainya seorang Reynaldi Pratama di mata Kailla.
“Kamu menyerahkan dirimu padaku karena daddy dan sekarang kamu mau menukarku dengan daddy. Jangan bermimpi!"
Pram menghela nafasnya, hampir tidak percaya. Setelah perjuangan panjangnya selama ini. Melewatkan hampir 9000 hari bersama. Semudah itu Kailla mengucapkan kata-kata yang membuatnya tidak berharga.
“Setelah 24 tahun yang kita lewati bersama, setelah ada ratusan kata cinta yang terucap dari bibirmu untukku selama empat tahun ini. Apakah nilai seorang Reynaldi Pratama di hatimu cuma seperti ini Kai?”
“Hah!”
“Jangan bermimpi menukarku dengan daddy, apalagi memintaku menikah dengan Tante Kinarmu itu!” omel Pram, membenturkan keningnya di kening Kailla.
"Siapkan saja dirimu, untuk mencetak keturunan Reynaldi Pratama," lanjut Pram, berusaha mengobati lukanya sendiri akibat ucapan Kailla. Berusaha terlihat kuat dan tersenyum.
"Sampai sejauh ini, Riadi tetap tidak terkalahkan di hati Kailla." batin Pram.
***
to be continued
terimakasih