NovelToon NovelToon
Buku Nabi

Buku Nabi

Status: sedang berlangsung
Genre:Action / Iblis / Epik Petualangan / Perperangan / Persahabatan
Popularitas:674
Nilai: 5
Nama Author: Equinox_

Sebagai pembaca novel akut, Aksa tahu semua tentang alur cerita, kecuali alur ceritanya sendiri. Hidupnya yang biasa hancur saat sebuah buku ungu usang yang ia beli mengungkap rahasia paling berbahaya di dunia (para dewa yang dipuja semua orang adalah palsu).

Pengetahuan itu datang dengan harga darah. Sebuah pembantaian mengerikan menjadi peringatan pertama, dan kini Aksa diburu tanpa henti oleh organisasi rahasia yang menginginkan buku,atau nyawanya. Ia terpaksa masuk ke dalam konspirasi yang jauh lebih besar dari cerita mana pun yang pernah ia baca.

Terjebak dalam plot yang tidak ia pilih, Aksa harus menggunakan wawasannya sebagai pembaca untuk bertahan hidup. Ketika dunia yang ia kenal ternyata fiksi, siapa yang bisa ia percaya?

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Equinox_, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

Anak Emas

Kabar mengenai pembantaian di Kuil Klinx telah tersebar luas ke seluruh Kekaisaran Shepnia. Berbagai macam reaksi dari penduduk terkait kejadian itu; ada yang biasa saja, ada yang girang luar biasa, dan ada juga yang berduka amat dalam.

Mereka yang berduka kebanyakan adalah para penduduk miskin yang menyembah Dewa Klinx untuk meminta kesejahteraan. Para penduduk miskin membuat upacara berduka di rumahnya masing-masing dengan memberikan persembahan berupa makanan yang paling mewah menurutnya.

Di suatu kuil yang megah dengan bangunan yang tinggi menjulang, serta dinding tembok yang dilapisi oleh emas, terdapat seorang ksatria berbaju besi emas sedang tertunduk di hadapan pria yang memakai jubah emas berlapis sutra. “Tetua, pembantaian Kuil Klinx telah dikonfirmasi,” ucapnya.

Pria itu tidak terlihat seperti tetua pada umumnya yang memiliki penampilan tua, tapi ia sendiri terlihat amat muda dan aura karisma yang memancarkan seolah warna emas mengelilinginya. ”Ah, begitu, ya. Sangat disayangkan kita telah kehilangan salah satu kekuatan dari kekaisaran,” katanya sambil meneteskan air mata dengan pose tangan berdoa. “Kau bisa pergi.”

“Baik... semoga Dewa Peperangan Veynar memberkahimu,” ucapnya dengan berdiri hormat, mendoakan, dan meninggalkan pria itu.

'Oh, Dewa, apakah ramalan rekan-Mu itu dimulai sekarang?' Ia berbalik, membelakangi karpet merah tempat ksatria tadi tertunduk.

Terdapat logo pedang anggun di jubahnya yang melambangkan Dewa Veynar.

.

.

“Tuan, Aksa mulai kembali membolos akademi setelah peringatan darimu beberapa hari kemarin!” seru wanita cantik berambut pirang yang memakai kacamata.

Kepala Akademi yang mendengar hal itu hanya melihatnya sambil duduk di kursi kerjanya dengan menyeruput secangkir kopi.

“Apakah kau akan menindak lanjuti pembubaran klubnya?” tanya Ms. Liana.

“Mari kita beri peringatan untuk terakhir kalinya.” Ia meletakkan cangkirnya dan berdiri menuju pintu keluar ruangannya. ”Baiklah, selama dua tahun ini mereka tidak memunculkan prestasi apa-apa. Sudah saatnya menagih kontribusi klub mereka untuk akademi,” ucapnya sambil membuka pintu.

Ms. Liana tersenyum. 'Dasar anak nakal. Kali ini, aku tak akan membiarkanmu sesuka hati.'

Ia benar-benar membenci murid yang nakal dan susah di atur,dan kali ini ingin melibatkan kepala akademi untuk tujuannya.

.

.

Di ruangan kelas yang masih terlihat kegiatan belajar-mengajar, seorang pria mengetuk pintu masuk dan memasuki ruangan. Semua orang yang berada di situ sedikit tercengang, lantaran Kepala Sekolah secara pribadi datang ke kelas saat kegiatan belajar masih berlangsung.

Kepala Sekolah secara pribadi menemui Aksa untuk memanggilnya mengobrol di ruangan Klub Misteri, dan meminta Aksa untuk datang setelah selesai kegiatan belajar.

Ting...

Satu ketukan bel sekolah menandakan jam pelajaran telah selesai.

Di sudut pintu keluar kelas, “Brian, sepertinya aku lupa peringatan membolos dari Kepala Akademi,” ucap Aksa dengan senyum masam.

“Sudahlah, aku mengerti mengapa kau membolos waktu itu. Jika aku jadi kau, aku akan melakukan hal yang sama.”

“Apa kau akan menemaniku bertemu orang luar biasa itu?” ajaknya.

Brian mengangguk dan merangkul temannya itu. “Tentu saja, mana mungkin tidak?”

Di tengah pembicaraan mereka, terlihat seorang gadis pirang berseragam akademi sedang menguping dan mengikuti mereka berdua dari belakang yang sedang menuju ruangan klub. Lelaki berambut hitam dan lelaki tampan berambut pirang itu sama sekali tidak menyadari ada seseorang yang membuntuti mereka berdua.

Langkahnya sunyi, diiringi dengan kehati-hatian yang ekstra.

Auriel, yang tidak memasuki ruangan klub, hanya berdiri di depan pintu usang itu dan mendengarkan dari luar pembicaraan mereka bertiga.

“Nak...,” ucap Kepala Akademi dengan suara lirih. ”Apa kau mengabaikan peringatanku?”

Hening sejenak menyelimuti ruangan yang penuh debu itu.

“Apa kau tahu berapa orang yang ingin membubarkan klub ini?” Pria itu berkeliling, mengitari setiap sudut ruangan dan melihat-lihat artefak gagal yang Brian buat. “Banyak... banyak sekali para guru yang membencimu dan para murid yang iri denganmu.”

“Apa kau tahu kenapa?”

Aksa dan Brian tidak menjawab sama sekali. Brian menggaruk kepalanya yang tidak gatal, sedangkan mata Aksa melihat pemandangan sepatunya. Mereka tertunduk malu karena melanggar peringatan Kepala Akademi yang dihormati banyak orang.

“Itu karena walaupun klub ini tidak pernah berkontribusi kepada akademi, aku tetap mempertahankannya,” tegas Kepala Akademi itu. “Dan sekali lagi, apa kau tahu kenapa aku seolah membuatmu seperti anak emas di akademi ini?”

Aksa mengangkat wajahnya dan menatap Kepala Akademi yang berpenampilan elegan itu. “Karena ayahku?” jawabnya dengan suara lirih.

“Benar...,” Kepala Akademi menghela napas. “Ayahmu dulu teman dekatku, layaknya kalian berdua saat ini.”

Tanpa sadar, Aksa mengepalkan tangan di sisinya. Brian yang melihat reaksi Aksa merasakan ketegangan di rahangnya.

“Ia yang membantuku untuk pembuatan artefak transportasi teleportasi antar desa.” Pria itu memegang sebuah tongkat artefak berukuran 40 cm yang entah fungsinya apa. “Aku pun dahulu sering membuat artefak yang gagal, seperti kau, Brian.”

“Tapi ayahnya Aksa selalu membantuku dan menyemangatiku untuk tak menyerah.”

'Aku tak tahu bahwa beliau dulu suka membuat artefak gagal,' pikir Brian.

“Baiklah, ini peringatan yang terakhir kalinya untuk kalian berdua. Aku tidak akan menoleransi semua alasan apa pun jika kalian melanggar,” ucapnya dengan nada yang sangat tegas.

Pria itu mendekati mereka berdua dan berdiri tepat di antara keduanya. “Aku ingin, sebelum kalian ujian tengah semester, kalian membuat kontribusi untuk akademi,” imbuh sosok yang dihormati banyak orang itu.

Di depan pintu masuk klub, seorang gadis masih mencari cara dengan menempelkan kupingnya agar suara di dalam terdengar jelas. 'Apa yang mereka bicarakan dengan Kepala Akademi? Jangan-jangan ini tentang pembubaran klub lagi,' pikirnya dengan cemas.

Ia seakan tak peduli dengan klub ini, tetapi dia memiliki ketertarikan yang sangat dalam dengan misteri.

“Dan tidak hanya kalian berdua saja yang mengikutinya, tapi ditambah orang yang sedang menguping di depan pintu,” sindirnya sambil mengalihkan tatapannya menuju pintu usang itu.

Bulu kuduk Auriel merinding. Ia layaknya kucing yang tertangkap basah mencuri ikan. “Sial, aku ketahuan. Bagaimana mungkin, padahal aku sudah sangat berhati-hati,” bisiknya.

Pandangan ketiga pria yang ada di ruangan itu tertuju kepada Auriel yang memasuki ruangan dengan langkah lambat, seolah malu.

“Baiklah, anggota klub sudah lengkap,” ucap Kepala Akademi. ”Kalian sudah paham, 'kan, maksudku?”

“Ya,” jawab masing-masing dari anggota klub.

Pria elegan itu mulai meninggalkan mereka setelah tujuan dan unek-uneknya dikeluarkan.

Kini, mereka bertiga berdiri dalam keheningan yang canggung, masing-masing dengan pemikirannya yang berbeda. Entah apa tepatnya isi pikiran mereka semua, tetapi mereka memiliki satu tujuan dan tugas yang jelas setelah perbincangan dengan Kepala Akademi: mencari kontribusi untuk akademi dengan menautkan misteri di dalamnya, sesuai dengan nama klub mereka.

1
Osmond Silalahi
mantap ini kelasnya
Osmond Silalahi
author, "misteri 112" mampir ya
indah 110
Nggak sia-sia baca ini. 💪
Taufik: Terimakasih atas feedbacknya
terus tunggu update selanjutnya ^^
total 1 replies
Phedra
Masa sih, update aja nggak susah 😒
Taufik: hehehe tunggu kelanjutannya ya ^^
total 1 replies
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!