"Setelah bertahun-tahun diabaikan dan diperlakukan tidak adil oleh keluarganya sendiri, senja Aurelie Wijaya anak kandung yang terlupakan memutuskan untuk bangkit dan mengambil alih kendali atas hidupnya. Dengan tekad dan semangat yang membara, dia mulai membangun dirinya sendiri dan membuktikan nilai dirinya.
Namun, perjalanan menuju kebangkitan tidaklah mudah. Dia harus menghadapi tantangan dan rintangan yang berat, termasuk perlawanan dari keluarganya sendiri. Apakah dia mampu mengatasi semua itu dan mencapai tujuannya?"
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon ariyanteekk09, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
chapter 28
Setelah puas menikmati pemandangan hujan dari balik jendela, Senja perlahan menutup gorden, meredupkan cahaya yang masuk ke kamarnya. Suasana menjadi lebih tenang dan nyaman. Ia lalu berjalan menuju kasurnya yang empuk, selimut tebal telah tertata rapi di atasnya, menawarkan kenyamanan dan kehangatan.
Senja merebahkan tubuhnya, merasakan kelembutan kasur yang menopang tubuhnya. Kelelahan setelah seharian beraktivitas dan fokus mengerjakan PR kini terasa menusuk. Suara hujan yang masih mengguyur di luar terdengar seperti sebuah lagu pengantar tidur yang menenangkan. Gemuruh petir dan dentuman guntur yang sebelumnya terasa menggelegar, kini terdengar samar-samar, seperti sebuah irama yang lembut dan menenangkan.
Aroma selimut yang bersih dan wangi memenuhi indra penciumannya. Senja menarik selimut hingga menutupi seluruh tubuhnya, merasakan kehangatan yang menyelimuti tubuhnya. Matanya mulai terasa berat, pikirannya melayang-layang, mengingat kembali kejadian-kejadian yang telah terjadi sepanjang hari. Ia tersenyum, merasakan rasa syukur atas segala hal yang telah ia lalui.
Perlahan, Senja tertidur pulas. Tidurnya begitu nyenyak, ditemani oleh suara hujan yang menenangkan. Ia bermimpi tentang petualangan-petualangan seru, tentang balapan motor yang menegangkan, dan tentang kebahagiaan bersama keluarga dan teman-temannya. Hujan di luar terus berlanjut, menciptakan suasana yang damai dan menenangkan, menemani Senja dalam tidurnya yang lelap. Di dalam mimpinya, ia kembali berlari-lari di bawah guyuran hujan, merasakan kegembiraan dan kesegaran yang tak terkira.
Sementara Senja terlelap nyenyak di kamarnya, di kamar lain, suara tangis kecil terdengar samar dari balik pintu. Di dalam kamar tersebut, Radit dan Galih, kakak kembar Senja, saling berpelukan erat di atas kasur. Mereka berdua sangat ketakutan mendengar suara petir dan guntur yang menggelegar.
Radit, yang lebih tua di antara keduanya, meski berusaha tegar, tubuhnya gemetar hebat. Ia memeluk Galih dengan sangat erat, mencoba memberikan rasa aman dan perlindungan di tengah badai yang mengamuk. Namun, air matanya tak kuasa dibendung. Suara guntur yang menggelegar membuat jantungnya berdebar-debar dengan kencang. Bayangan kilat yang menyambar membuat rasa takutnya semakin menjadi-jadi.
Galih, yang lebih muda, menangis tersedu-sedu di pelukan Radit. Ia meremas selimut kesayangannya dengan erat, mencari kenyamanan dan rasa aman di tengah badai yang menakutkan. Ia merasa sangat kecil dan lemah di tengah gempuran suara petir dan guntur. Ketakutannya begitu nyata, membuatnya sulit untuk tenang dan berhenti menangis.
Meskipun saling menguatkan dan memeluk erat, keduanya tetap merasa sangat ketakutan. Mereka berharap badai segera berlalu, dan mereka bisa tidur dengan tenang. Pelukan erat mereka menjadi simbol kasih sayang dan perlindungan di tengah badai yang menakutkan. Mereka berdua sangat membutuhkan kehadiran orang tua mereka untuk memberikan rasa aman dan ketenangan. Mereka berharap pagi segera tiba, dan badai segera berlalu.
si kembar punya trauma tentang petir dan guntur dari kecil sampai sekarang,, makanya kalau musim hujan begini maminya melarang nya keluar rumah..
******
Setelah menunaikan sholat Subuh, Senja kembali merebahkan tubuhnya di kasur yang nyaman. Kelelahannya belum sepenuhnya hilang, dan suara hujan yang masih rintik-rintik di luar seakan menjadi pengantar tidur yang sempurna. Ia tertidur pulas kembali, merasakan kedamaian yang menyelimuti. Saat terbangun, ia mendengar suara Ibu memanggilnya.
"Senja, sayang… bangun, Nak. Sekolah diliburkan hari ini karena hujan tadi malam" suara Ibu terdengar lembut.
ternyata tengah malam ada angin kencang juga sehingga menyebabkan pohon bayak tumbang dijalan.
Senja tersenyum, merasa senang karena mendapat kejutan hari libur. Ia bangun dari tempat tidur, merentangkan tubuhnya, dan meregangkan otot-otot yang terasa kaku setelah tidur panjang. Ia melihat ke luar jendela, hujan memang sudah reda, namun langit masih terlihat mendung. Angin sepoi-sepoi membawa aroma tanah yang basah, menyegarkan.
Senja bergegas menuju kamar mandi untuk membersihkan diri. Setelah itu, ia turun ke bawah, menemukan Ibu dan papi dan raka kakak sulung nya, sudah duduk di meja makan. Aroma sarapan yang lezat memenuhi ruangan, membuat perutnya keroncongan. Hari libur yang tak terduga ini terasa menyenangkan.
Sementara Senja menikmati sarapannya, ia memperhatikan kursi kosong di samping Radit dan Galih. Kedua kakaknya itu masih belum terlihat batang hidungnya. Ia tahu Radit dan Galih biasanya bangun lebih awal, tapi hari ini mereka masih belum muncul. Senja penasaran, lalu bertanya pada Ibunya.
"mi, kok Kak Radit sama Kak Galih belum turun, ya? Mereka nggak sarapan?" tanya Senja, suaranya lembut.
Ibu tersenyum, "Mereka masih tidur, Sayang. tadi malam mereka pasti tidak bisa tidur,kan mereka takut banget sama petir dan guntur, jadi baru bisa tidur jam empat subuh. Kasian banget, mereka kelelahan sekali. Biarkan saja mereka tidur, Nanti Ibu bangunin kalau sudah waktunya sholat Dzuhur."
Senja mengangguk mengerti. Ia merasa iba pada kedua kakaknya. Ia tahu betapa takutnya Radit dan Galih dengan suara petir dan guntur. Ia membayangkan betapa sulitnya mereka untuk tidur nyenyak semalaman. Senja melanjutkan sarapannya, sambil sesekali melirik ke arah kursi kosong di sampingnya. Ia berharap Radit dan Galih bisa segera bangun dan bergabung bersamanya. Ia ingin sekali menghabiskan waktu bersama mereka di hari libur yang menyenangkan ini. Setelah selesai sarapan, Senja memutuskan untuk mengunjungi kamar kakak-kakaknya, memberikan mereka sedikit kejutan kecil sebagai tanda perhatian.
Setelah selesai sarapan, Senja memberanikan diri untuk mengunjungi kamar Radit dan Galih. Ia membawa sepiring kue kecil kesukaan mereka berdua. Dengan hati-hati, ia membuka pintu kamar mereka. Ruangan masih gelap, tirai jendela masih tertutup rapat. Radit dan Galih masih tertidur pulas di atas kasur mereka, saling berpelukan erat. Senja tersenyum melihat pemandangan itu. Ia meletakkan kue di atas nakas, kemudian mendekati kasur.
Dengan lembut, Senja membangunkan Radit dan Galih. "Kak Radit… Kak Galih… bangun," bisiknya.
Radit mengerjapkan matanya, masih terlihat mengantuk. Galih masih tertidur lelap. Radit menguap lebar, lalu melihat Senja yang berdiri di samping kasur mereka. Ia tersenyum lelah.
"Senja? Kok kamu udah bangun?" tanya Radit, suaranya masih serak.
"Iya, Kak. Aku udah sarapan. Nih, aku bawain sarapan kesukaan kalian," kata Senja sambil menunjuk kue di atas nakas.
Radit dan Galih langsung terbangun, mata mereka langsung berbinar melihat nasi goreng dan telur ceplok kesukaan mereka. Mereka duduk dan mulai memakan nasi goreng tersebut. Senja duduk di samping mereka, menceritakan kegiatannya selama mereka tidur. Mereka bercerita dan tertawa bersama, menikmati kebersamaan di hari libur yang tak terduga ini. Meskipun sempat ketakutan karena badai semalam, kehangatan keluarga mampu menghapus rasa takut itu dan menggantinya dengan kebahagiaan. Hari libur ini menjadi lebih bermakna karena mereka bisa menghabiskan waktu bersama, saling berbagi cerita, dan saling menguatkan.