NovelToon NovelToon
Istri Terbuang

Istri Terbuang

Status: sedang berlangsung
Genre:Kehidupan Manis Setelah Patah Hati / Janda / Crazy Rich/Konglomerat / Cinta pada Pandangan Pertama / Mengubah Takdir
Popularitas:4.6k
Nilai: 5
Nama Author: ummushaffiyah

Sepenggal kisah nyata yang dibumbui agar semakin menarik.

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon ummushaffiyah, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

Bab 17 – Pertemuan yang Tak Terduga

Setelah menyerahkan sampel kedua kepada Daniel, Zahwa berdiri di lobby kantor sambil memeluk tas kecilnya. Daniel tadi pamit cepat karena ada pekerjaan mendesak yang harus ia selesaikan di lantai atas. Zahwa menunggu ojek online, tetapi entah mengapa sudah sepuluh menit lebih belum ada pengemudi yang mengambil pesanan. Mungkin karena jam pulang kantor mulai ramai.

Ia berdiri di dekat kaca besar lobby, memperhatikan kendaraan berlalu-lalang. Angin sore berhembus lembut, tapi hatinya tak begitu tenang. Rasanya seperti ada sesuatu yang menggantung di udara—sebuah tanda yang belum ia mengerti.

“Kenapa lama sekali ya…” gumamnya pelan.

Sambil menunggu, Zahwa melihat sekeliling. Gedung kantor Daniel berdampingan dengan gedung lain yang sangat ia kenal: tempat Farhan bekerja. Zahwa hafal benar bentuk bangunan itu warna abu-abu, kaca jendela besar, dan logo kantor tempat Farhan selalu pergi setiap pagi.

Zahwa terdiam.

Sejak terusir, ia belum pernah melihat Farhan lagi. Tidak mendengar suaranya. Tidak tahu bagaimana wajah lelaki itu sekarang.

Ia ingin marah, tapi lebih banyak rindu yang memukul-mukul dada. Ia ingin mengetuk dada Farhan bertanya apakah suaminya itu benar-benar tak merindukannya. Atau memang lebih nyaman tanpa dirinya.

Tanpa sadar, lehernya menoleh ke gedung sebelah.

“Cuma… lihat sebentar,” bisiknya pada dirinya sendiri.

Hatinya berdebar tak karuan.

Dan seolah semesta menjawab…

Pintu otomatis gedung itu terbuka.

Beberapa orang keluar sambil tertawa laki-laki dan perempuan bercampur.

Mereka tampak hangat, saling bercanda seperti keluarga kecil di tengah kota sibuk.

Di tengah mereka Farhan.

Zahwa membeku.

Farhan tertawa.

Tawa lepas.

Tawa yang bahkan Zahwa sudah lama tidak dengar.

Ia tampak rapi dengan kemeja biru muda. Rambutnya disisir rapi. Tidak ada beban, tidak ada gelisah, tidak ada tanda ia kehilangan istrinya. Di sampingnya seorang wanita teman kantor menjentikkan lengan Farhan sambil bercanda, dan Farhan membalas dengan nada akrab. Tidak berlebihan, tapi cukup untuk menusuk ulu hati Zahwa.

Zahwa cepat-cepat mundur sedikit, bersembunyi di balik tiang lobby. Ia tak mau Farhan melihatnya dalam keadaan seperti ini berdiri sendirian membawa tas, dengan hati yang patah dan rumah yang tidak lagi ia miliki.

Ia menunduk, tangan gemetar.

Benarkah aku… tidak berarti apa-apa lagi?

Semudah itu aku digeser?

Dan dia… bahagia?

Air mata menumpuk, tapi ia menahannya mati-matian.

Saat itu, suara langkah mendekat terdengar.

“Zahwa?”

Ia terlonjak. Daniel berdiri di belakangnya, sudah tidak memakai kemeja kerja hanya t-shirt hitam bersih dan jaket tipis. Rambutnya sedikit berantakan seolah baru keluar dari parkiran basement.

“Kok masih di sini? Ojol-nya belum datang ya?” tanyanya lembut.

Zahwa buru-buru mengusap sudut matanya.

“Belum, Mas… masih cari driver.”

Daniel menatapnya sekilas.

Kemudian tatapannya mengarah ke tempat pandangan Zahwa tertuju tadi: gedung sebelah.

“Kenapa lihat ke sana?”

Nada suaranya heran, bukan menuduh.

Zahwa diam. Tenggorokannya kering.

Ia tak mungkin cerita semuanya begitu saja.

Setelah beberapa detik, Daniel kembali bicara, sedikit ragu,

“Kalau kesulitan pulang, saya antar. Nggak apa-apa. Saya juga mau pulang.”

Zahwa menggeleng cepat.

“Enggak, enggak usah Mas. Saya… saya cuma… sebentar aja.”

Daniel mengerutkan dahi, bingung.

“Sebentar… untuk apa?”

Zahwa menelan ludah.

Ia ingin sekali berkata “Itu suamiku.”

Tapi suara itu tersangkut di tenggorokan, seperti takut keluar dan membuat segalanya nyata.

Dengan suara lirih ia berkata,

“Saya… mau masuk sebentar ke gedung ini, lihat aktivitas di dalam.”

Daniel makin bingung.

“Zahwa… kamu mau masuk ke kantorku lagi? Ngapain?”

Zahwa menunduk dalam.

“Maaf, Mas… bukan bermaksud aneh. Saya cuma… ingin lihat… seseorang.”

Ada jeda panjang sebelum Zahwa menambahkan dengan sangat pelan:

“Dia… masih suami saya.”

Daniel terdiam.

Oh.

Itu kalimat yang menghantam dadanya dengan jelas.

Daniel tidak bicara beberapa detik. Matanya bergerak pelan menatap Zahwa, ada pengertian, ada simpati yang besar, ada sesuatu yang seperti… perlindungan.

Akhirnya Daniel menarik napas dan berkata dengan lembut:

“Kalau begitu, ayo. Kamu boleh masuk lagi ke gedungku. Nggak ada yang larang.”

Zahwa mengangkat wajah.

“Beneran… boleh?”

Daniel mengangguk.

“Boleh. Selama kamu merasa aman, kamu boleh masuk. Aku ikut nganter kamu sampai lobby.”

Nada suara yang menenangkan itu membuat Zahwa menghela napas panjang, napas yang sejak tadi ia tahan.

Perasaannya campur aduk.

Luka lama terbuka lagi, tapi setidaknya saat ini… ia tidak sendirian.

Daniel memberi isyarat kecil dengan tangan.

“Ayo, masuk. Kalau mau lihat… lihatlah. Kamu berhak tahu.”

Zahwa melangkah masuk kembali ke gedung Daniel.

Setapak demi setapak, sambil memeluk tasnya erat, dan Daniel berjalan setengah langkah di belakangnya diam, namun jelas melindungi.

Dan untuk pertama kalinya, Zahwa merasa…

Mungkin Allah sedang menunjukkan sesuatu padanya malam itu.

Sesuatu yang lebih besar daripada sekadar patah hati.

Sebuah persimpangan baru.

1
Hafshah
terus berkarya
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!