Naifa, gadis berusia 18 tahun terjebak di sebuah pernikahan yang seharusnya diatur untuk sang kakak. Namun, ternyata sang suami adalah orang yang pernah menolongnya. Apakah Naifa bisa melewati kehidupan pernikahan di usia mudanya dan menjadi istri yang baik?
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Fitri Widia, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Naifa Hamil
"Naifa hamil, kok bisa. Naifa hamil sama siapa? Pria mana yang sudah berbuat jahat pada sahabat saya," Hanni begitu marah mendengar yang terjadi pada sahabatnya. Gadis manis itu sudah bersiap dengan mengepalkan tangannya.
"Tunggu, Hanni tenang dulu. Ayo kita duduk di sana. Saya akan menjelaskan, tapi kamu bisa jaga rahasia kan?" Ucap Bian menenangkan gadis itu. Hanni pun berubah tenang walau wajahnya tetap menunjukkan emosi.
"Sebenarnya Naifa hamil sama saya... "
Bugh!
Bogem mentah Hanni melayang ke wajah Bian, cukup keras sampai membuat sudut bibirnya sedikit berdarah.
"Eh, perempuan jangan main kekerasan dong. Tenang dulu, kalem. Kan kakak disana sedang menjelaskan, jadi dengar dulu ya. Jangan emosi cantik," Dani segera ikut campur menenangkan Hanni. Sementara Bian kembali menjelaskan yang terjadi. Di mulai pernikahannya yang harusnya dengan Sofia, sampai dengan sekarang Bian yang sudah sangat mencintai istrinya.
"Tapi aku gak percaya, Kak Bian ngarang aja kan?"
Bian pun mengeluarkan senjata pamungkasnya, surat kawin yang dia bawa kemana-mana.
"Ini, baca saja yah. Atau nanti kamu tanya Naifa saat dia sudah sadar," ucap Bian sambil menyodorkan surat kawin pada gadis manis itu.
Dari kejauhan Jehan memperhatikan Hanni yang masih marah. Rasanya lucu melihat gadis polos namun galak sepertinya.
"Jadi Kak Bian ini beneran suaminya Naifa? Ih, kok bisa sih, padahal aku tuh sudah menyiapkan skenario masa depan kita. Tapi ya sudahlah, Kak Bian memang lebih cocok sama Naifa."
Bian tersenyum mendengar ucapan Hanni, ternyata yang di ucapkan istrinya benar jika Hanni yang bersikap genit hanya sebuah candaan.
"Pak Fabian, istri anda sudah sadar. Dia mencari anda. Saya permisi," ucap seorang perawat yang keluar dari kamar istrinya.
Tanpa buang waktu, Fabian masuk ke kamar istrinya. Rasanya sakit melihat Naifa harus terbaring di ranjang rumah sakit, karena selama ini Naifa jarang sakit.
"Sayang, aku sangat takut terjadi sesuatu sama kamu. Aku bersyukur kamu gak apa-apa," Bian segera memeluk istrinya yang terduduk di kasur. Wajahnya sedikit pucat karena sempat pingsan. Namun tiba-tiba Naifa melepaskan pelukannya karena melihat Hanni masuk ke kamarnya.
"Gak apa-apa, peluk aja. Mau cium juga boleh, aku sudah tahu semua kok," ucap Hanni sambil tersenyum melihat kemesraan sahabatnya.
Naifa melihat ke arah Fabian dan pria itu pun menganggukan kepalanya. Sementara Dani dan Jehan tampak terharu melihat keromantisan sahabatnya.
"Gue juga kalau punya istri kaya Naifa bisa gila juga kaya si Bian. Bangun dari pingsan aja cakep gitu yah," kata Dani yang berbisik pada Jehan. Sementara Jehan tak merespon sahabatnya. Dia malah memperhatikan Hanni, gadis itu benar-benar manis.
"Nai, doaku tiap tahajud tuh biasanya skenario masa depan bersama Kak Bian. Tapi sekarang tiap tahajud, aku akan mendoakanmu sakinah, mawadah, warahmah bersama Kak Bian."
Ucapan Hanni membuat Naifa terharu, dia memeluk sahabatnya itu dengan penuh kasih sayang.
"Aku gak nyangka Han, kamu sering tahajud. Sahabatku ini emang selalu plot twist."
"Hehe, ga sering juga sih. Sebulan dua kali," ucap Hanni sambil menggaruk kepalanya.
"Segitu juga sudah bagus kok," tiba-tiba Jehan bersuara, mencoba mendekati Hanni.
"Saya Jehan temannya Kak Bian, nama kamu siapa?"
"Hanni," ucap Hanni dengan wajah merona dan malu-malu meong nya.
Jehan terus mengajak ngobrol sahabat Naifa, membuat Dani merasa kesepian. Dia pun mencoba mengirim pesan pada Sofia yang pastinya sangat lama di balas. Melihat riwayat pesan mereka, terakhir kali bertukar pesan sekitar dua minggu yang lalu.
***
Pasangan suami istri itupun kembali ke rumah setelah dua hari menginap di rumah sakit. Bian dengan hati-hati menuntun istrinya yang sedang hamil muda ke dalam rumah.
"Sayang, mau makan sama apa? Nanti saya pesan kan."
Naifa menggelengkan kepalanya, dia hanya ingin segera duduk di sofa kesayangannya. Badannya masih lemas, apalagi setelah perjalanan cukup panjang tadi yang membuatnya mabuk perjalan.
"Kak Bian, aku mau dipeluk."
Naifa semakin manja, apalagi setelah dia tahu sedang hamil. Saat Bian memberitahunya, gadis itu agak shock. Sejujurnya dirinya belum siap, namun melihat Bian yang menangis terharu karena bahagia akan menjadi ayah, Naifa pun ikut senang. Dia yakin akan menjadi bumil yang sangat di cintai oleh suaminya.
"Kak, aku mau ke kamar. Ngantuk," ucap Naifa sambil menguap. Bian pun segera menuntunnya, namun Naifa meminta hal lain.
"Aku mau di gendong."
Tanpa pikir panjang, Bian menggendong istrinya. Naifa yang manja membuat sifat alpha nya semakin terpancar. Dia sangat suka jika Naifa selalu membutuhkannya.
"Sekarang mau apalagi sayang?" Tanya Bian sambil memijat kaki sang istri.
"Aku mau makan ayam geprek, sudah lama gak makan itu. Soalnya Kak Bian sering beli makanan yang aneh," ucap Naifa dengan wajah manjanya.
"Jangan dulu, nanti dede bayi dalam perut kepanasan karena cabe. Makan ayam goreng nya aja yah, tanpa di geprek."
Naifa pun menganggukan kepalanya. Dia pun tak mau jika terjadi sesuatu pada janinnya yang baru berusia 2 minggu itu.
Terdengar bel rumah berbunyi, Bian segera melihat dari CCTV teras rumahnya. Ada dua orang pria dan satu wanita yang sedang menunggu di luar.
"Sebentar ya, saya buka pintu dulu."
Bian segera membuka pintu menyambut tamu istimewanya. Pak Sidiq bersama istrinya dan juga Zayyan, sepertinya mereka ingin menjenguk sang menantu yang sedang mengandung calon pewaris bisnis keluarganya.
"Mana menantuku, apa kamu jaga dia dengan baik? Awas yah kalau sampai terjadi sesuatu padanya kamu yang saya hukum." Ucap Pak Sidiq yang masuk ke dalam rumah mencari Naifa.
"Istriku lagi di kamar, kalau mau ke kamar aja."
Mendengar keributan di luar, Naifa yang penasaran segera keluar dari kamarnya. Dia melihat mertua dan juga adik iparnya.
"Sayang, kenapa gak bilang kalau mau keluar?" Bian segera menghampiri istrinya yang berdiri di ambang pintu.
"Aku dengar keributan, jadi kesini. Papa bagaimana kabarnya? Mommy juga." Naifa seperti biasa menunjukkan sopan santunnya pada keluarga mertuanya. Tiba-tiba Sidiq mengeluarkan sesuatu dari dalam dompetnya.
"Saat mendengar kabar kamu hamil, saya sangat senang sekali. Mungkin ini baru hadiah awalnya," ucap Sidiq sambil memberikan kartu ATM.
"Ini buat apa, Pa?"
"Ini tabungan buat dedek bayi, yah nominalnya memang tidak banyak. Sekitar tiga ratus lima puluh juta," ucap Sidiq dengan enteng.
Naifa hanya bisa menganga, di tangannya dia memegang uang sebanyak itu. Bahkan melihat saja dia tak pernah. Harta keluarganya pun tak sampai segitu banyaknya.
Naifa begitu lelah setelah bercengkerama dengan keluarga suaminya, selain itu umi dan abinya pun datang menjenguk dan memberi selamat pada putri bungsunya. Naifa penasaran apa mereka memberitahu Sofia dengan kabar kehamilannya.
"Dia turut senang dan mendoakanmu, tapi dia gak bisa kesini karena harus bekerja."
Itulah yang di katakan umi Midah pada Naifa, namun Naifa merasa jika tak ada ketulusan dari perkataan Sofia.
Bina gelisa karna 2 buaya ganguin Naifa
sedangkan Naifa gelisah karna sofia belum tau kalo Naif sudah memikah sama Bian...
piye iki... makin seru
kira2 apa yang akn di lakukan sofia ya kalo tau Naifa yang menggnatikan posisi dia jadi istrinya Bian....
masa pelakornya kaka kandung sediri
gimana jadinya yah...
maklum sih masih bocil....