Di atas bukit di tengah hutan, lebih kurang lima kilo meter jarak nya dari kampung.Terdengar sayup-sayup untaian suara yang berbunyi melantun kan seperti mantra jika di lihat dari dekat, ternyata dua orang pemuda berumur tujuh belas tahun paling tinggi, dihadapan orang itu tergeletak sebuah foto dan lengkap dengan nasi kuning serta lilin dan kemenyan.
Sesekali mengepul asap kemenyan yang dia bakar dari korek api, untuk mengasapi sebuah benda yang dia genggam di tangan kanan.
Jika di perhatikan dari dekat sebuah benda dari jeruk purut yang telah di keringkan, di lubang dua buah untuk memasukan benang tujuh warna.
Menurut perkataan cerita para orang-orang tua terdahulu, ini yang di namakan Gasing Jeruk Purut, keganasan nya hampir sama dengan gasing tengkorak tapi gasing jeruk purut hanya satu kegunaan nya saja, tidak sama dengan gasing tengkorak,
Gasing tengkorak bisa di gunakan menurut kehendak pemakai nya dan memiliki berbagai mantra pesuruh.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon MAHLEILI YUYI, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab 33. Penawar Seribu Sakit
Kakak nya, karena rumah Titik tidak jauh dari sini". Ucap Angku muda.
"Biarin saja angku muda, Luna dan Ibu nya, wanita yang selalu melanggar aturan adat dan aturan agama". Ucap ibu haji Diyah.
"Benar Nku, hingga sekarang ibu nya tidak pernah pulang sejak lari dengan selingkuhan nya". Ucap wanita yang satu nya lagi.
"Mbak Diyah, kita tidak lebih baik dari Luna, jangan anggap kita lebih mulia dan suci dari Luna, ayo cepat bawa Luna ke rumah kakak nya". Ucap Angku muda.
"Baik Angku". Ucap salah satu warga. Lalu mereka memanggul Luna, dan membawa dia kerumah kakak nya.
"Jangan... ampuni aku, tolong... tolong... ampuni aku!". Luna terus berteriak, seperti orang ngigau dan kerasukan, saat telah tiba di rumah kakak nya.
Setiap saat kakak nya, membangun kan Luna sedang ngigau itu.
"Lun... ayo bangun, apa yang terjadi pada mu?". Panggil kakak nya, terus menampar pipi Luna dengan lembut.
"Angku Ustad... Tolong! obat adik ku". Ucap kakak nya Luna.
"Tolong cari air putih dan garam". Ucap Angku Ustad.
"Baik Ngku...". Jawab kakak nya Luna.
Setelah hilang sebentar kakak nya Luna, lalu dia kembali dengan membawa air putih dalam gelas serta garam.
"Ngku... ini". Ucap kakak Luna, sambil memberikan ramuan itu, lalu Angku Ustad mencampuri air putih itu dengan garam, dan lalu mengaduk nya sambil membaca doa-doa ayat suci.
"Gosok kan pada wajah nya, dan masuk kan ke dalam mulut nya, ingat jika dia tidak sadar dalam jangka setengah jam ke depan, tolong minta obat pada Datuk Klewang Pandore". Ucap Angku Ustad.
"Ya... Baik Ngku, tapi sebelum nya Terimakasih". Ucap kakak Luna.
"Ya... sama-sama, sekarang aku permisi, mungkin para makmum sekarang sedang menunggu ku". Ucap Angku Ustad.
"Ya... Angku Ustad". Ucap kakak nya Luna.
Luna terus berbicara tidak karuan, dia selalu berbicara kejadian yang menimpa mereka sejak tadi malam Tampa sadar, setiap kejadian-kejadian pada mereka, dia ceritakan sambil menjambak rambut dan juga dengan nada marah seperti orang kerasukan.
"Jadi tadi malam, mereka habis pesta di daerah terlarang itu, adik mu dengan teman-teman nya telah membangun kan bencana untuk negeri hulu". Ucap salah satu ibu-ibu, dia masih sesuku dengan Titik dan Luna, dia tidak jadi menerus kan sholat nya ke mesjid untuk menemani Titik.
"Sudah pantas adik mu menuai perbuatan nya, dia tidak pernah patuh pada para aturan pemangku adat, jika diri nya sendiri celaka oleh perbuatan nya tidak apa-apa bagi orang lain, tapi jika perbuatan nya berdampak pada orang yang tidak melakukan kesalahan, itu nanti yang paling di benci oleh masarakat negeri ulu terhadap keluarga kita. Ucap ibu itu lagi pada Titik.
"Dari ku sendiri, sudah cukup untuk mengajari Luna tentang masalah berprilaku baik dan patuh pada aturan agama dan adat, tidak ada yang kurang bagi ku sebagai seorang kakak yang hidup di lingkungan tanah beradat, tapi dia sendiri yang selalu melawan dan melanggar apa yang ku ajar kan". Ucap Titik, air mata jatuh hingga membasahi pipi.
"Luna tidak ubah nya seperti kelakuan ibu, mungkin sifat itu yang mengalir dalam darah nya, sudah lebih lima belas tahun ibu tidak pulang tidak ada menanyakan kabar kami, entah di mana dengan suami nya itu". Ucap Titik, dia terus meremas lembut tangan adik nya.
Saat waktu Titik berumur sepuluh tahun dan Luna umur delapan tahun mereka hanya tinggal dengan nenek nya yang tua renta, setiap hari selalu mendapat kan hina dan cacian dari saudara-saudara ibu nya, tidak ada yang peduli pada mereka, hampir setiap hari mereka meminum air mata, itu karena ulah ibu nya yang berprilaku buruk, hingga berdampak pada keluarga besar Titik, tapi kesalahan Luna tidak mengambil pelajaran dari sifat buruk ibu nya.
Apa lagi dari keluarga ayah nya, sangat benci pada keluarga Titik sejak kejadian itu, sebab tidak sampai dua tahun sejak ibu nya lari dengan laki-laki itu, ayah nya meninggal saat panen karena di timpa oleh buah sawit yang berat nya hampir empat puluh kilo itu, hingga tulang leher nya patah.
Setelah setengah jam, belum juga ada perubahan pada Luna, tiba-tiba mata nya terbuka dengan lebar, penuh dengan pandangan kosong, lalu dia berdiri dan mengamuk, seperti beruang menghadapi musuh, mencakar siapa pun orang-orang yang berada di dalam rumah.
Karena seluruh isi rumah Titik pagi buta itu hanya perempuan tidak ada laki-laki, suami titik juga belum pulang dari sholat subuh, sehingga seluruh wanita kewalahan menghadapi Luna yang tidak sadar karena kemasukan setan, mereka menyerah sehingga Luna lari dari rumah entah kemana pergi nya.
Tidak lama setelah Luna lari, mendengar suara gaduh yang berasal dari rumah Titik, para tetangga yang berdekatan dengan rumah nya pada berdatangan.
*******
Sudah hampir satu minggu Yuni tidak sekolah, sekarang wajah nya yang cantik telah kelihatan sangat kurus, sekarang kulit leher nya, makin melepuh, dan bengkak di leher nya, makin memerah dan kebiruan.
Tapi Gura tidak berhenti mencari ramuan obat setiap hari yang di perintah kan kakek nya, hampir satu minggu ini rumah Yuni sering ramai di kunjungi para teman dan sahabat nya, baik orang-orang negeri, sebab itu adat dari turun-temurun sejak dahulu, dalam pepatah adat. Jikok sakik nyilau manyilau, jikok mati jonguak man jonguak, ( jika Sakit datang melihat, jika mati jenguk menjenguk).
"Kek iko daun nyo." (Kek... ini daun nya). Ucap Gura pada kakek nya, dia baru pulang dari hutan dengan Aldi mencari daun ramuan untuk obat Yuni, sebanyak tujuh macam daun.
"Gura... Aldi, ingek ramuan panawa ko yo... ndak tantu do katiko Atuak ndak ado bisuak lai, kalian nan manaruih an, iko panawa saribu sakik, iyo memang indak ubek sakik do, tapi panawa sakik". (Gura... Aldi, ingat ramuan penawar ini ya... tidak tahu ya ketika kakek tidak ada besok lagi, kalian penerus nya, ini penawar seribu sakit, iya memang bukan obat sakit, tapi penawar sakit.) Ucap Datuk Klewang Pandore kepada dua orang cucu nya, lalu beliau membacakan doa pada ramuan itu.
"Beko tibo di rumah Ibuk ang tu, ramuan ko di giliang lunak-lunak yo, baluik kan lihia Yuni tu." (Bila tiba di rumah Ibu mu itu, ramuan ini di giling lunak-lunak, tempel kan pada Leher Yuni itu.) Ucap Datuk Klewang, sambil memberikan ramuan itu pada Gura.
"Iyo Kek...". (Ya, kek).