"Kalian siapa? Kenapa perut kalian kecil sekali? Apa kalian tidak makan?" tanya seorang perempuan dengan tatapan bingungnya, dia adalah Margaretha Arisya.
"Matanan tami dimatan cama cacing," ucap seorang bocah laki-laki dengan tatapan polosnya.
"Memang tami ndak dikacih matan cama ibu," ceplos seorang bocah laki-laki satunya yang berwajah sama, namun tatapannya sangat tajam dan ucapannya sangat pedas.
"Astaga..."
Seorang perempuan yang baru bangun dari tidurnya itu kebingungan. Ia yang semalam menyelamatkan seorang wanita paruh baya dari pencopet dan berakhir pingsan atau mungkin meninggal dunia.
Ternyata ia baru sadar jika masuk ke dalam tubuh seorang perempuan dengan status janda bernama Naura Arisya Maure. Setelah menerima keadaan, ia berupaya mengubah semuanya. Namun kedatangan orang-orang di masa lalu pemilik tubuh ini membuat semuanya semakin rumit.
Bagaimakah Arisya bertahan pada tubuh seorang janda dengan dua orang anak? Apakah Arisya bisa kembali ke tubuh aslinya?
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon eli_wi, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Sugar Daddy?
Ibu...
Om penculi hati janda...
Kok pada jauh-jauhan dan diam begini?
Lagi pada belantem ya?
Tayak olang pacalan ketauan celingkuh caja,
Ricko hampir tersedak ludahnya sendiri mendengar ucapan Gheo. Karena kejadian semalam, Ricko dan Arisya terlihat canggung saat berada di ruangan yang sama. Pelukan, pegangan tangan, tatapan mata, dan janji yang terucap. Seakan semua menari di kepala keduanya.
"Gheo, kalau bicara jangan asal. Kamu masih anak kecil, tahu darimana itu kata-kata selingkuh?" Arisya menegur anaknya yang sudah berucap hal-hal yang menurutnya tidak pantas untuk anak seusianya.
"Dali tetanda. Meleka bilang Bapak celingkuh dali Ibu. Telus ada olang pacalan malah-malah kalena pacalnya celingkuh," Gheo berujar dengan tatapan polosnya membuat Arisya menghela nafasnya kasar.
Toxic, itu kata pertama yang Arisya dan Ricko simpulkan. Ternyata lingkungan rumah mereka dulu, sangatlah kurang baik untuk Gheo dan Theo. Keputusan Arisya untuk pindah, ternyata sesuatu yang benar.
Halo...
Selamat pagi, Oma datang.
Oma...
"Selamat pagi, cucu Oma yang gantengnya melebihi Om pencuri hati janda." Mama Nayra datang dan masuk ke ruangan Arisya dengan membawa sebuah rantang berisi makanan.
"Astaga... Apalagi ini? Kejadian apa yang sudah aku lewatkan semalam? Kenapa ada Tante Nayra di sini,"
Arisya menepuk dahinya pelan mendengar panggilan Mama Nayra pada kedua anaknya. Sedangkan Ricko langsung memalingkan wajahnya. Ia malu karena Mamanya malah mengungkit lagi panggilan itu, sama seperti Gheo.
"Mama, kalau panggil aku itu yang benar dong. Jangan seperti Gheo. Dia masih anak kecil, panggilannya terdengar lucu dan seperti guyonan. Tapi kalau Mama yang panggil? Seperti hal yang serius, Ricko kan jadi malu." bisik Ricko pada Mamanya.
"Panggilan itu lucu tahu,"
"Udah ah, sana minggir. Mama mau menyiapkan sarapan untuk calon menantu dan cucu Mama," Mama Nayra menggeser Ricko dengan sedikit kasar. Ia berjalan ke samping brankar Arisya dengan tatapan lembutnya.
"Sarapan pakai bubur buatan Tante ya, Arisya." Mama Nayra mengelus lembut tangan Arisya membuat perempuan itu sedikit terkejut.
"Kangen Ibu," gumam Arisya dengan pelan. Bahkan Mama Nayra tak bisa mendengar gumaman itu. Hanya bisa melihat bagaimana bibir itu bergerak.
Matanya terlihat berkaca-kaca membuat Mama Nayra sedikit panik. Apalagi Theo dan Gheo langsung mendekati sang Ibu karena melihat kepanikan Mama Nayra.
"Ibu kenapa? Ibu dicakiti cama Oma? Mana coba yang cakit?" tanya Theo sambil memeriksa tangan dan kaki Arisya.
"Eh... Oma nggak ngapa-ngapain Ibu kamu lho. Orang Oma cuma nawarin sarapan bubur kok buat Ibu kamu," Mama Nayra langsung mengelak tuduhan yang dilayangkan oleh Theo.
"Nggak, Theo. Ibu nggak disakiti sama Oma. Ibu hanya teringat sama Nenek kalian yang sudah tiada," Arisya tersenyum tipis untuk meyakinkan bahwa dia hanya rindu dengan Ibunya. Bukan Ibu kandung Naura Arisya Maure, melainkan Ibu kandungnya sendiri.
"Anggap saja Mama ini Ibumu, Arisya. Memang tidak bisa menggantikan sosoknya secara utuh, tapi sedikit mengobati perasaan rindu itu."
"Kok suasananya jadi sedih begini sih? Ayo sarapan," Mata Mama Nayra sudah berkaca-kaca saat mengucapkan itu. Ia tahu rasanya hidup tanpa seorang Ibu, pasti ada rasa hampa dalam hati.
Akhirnya Mama Nayra mengalihkan pembicaraan kemudian duduk di kursi samping brankar Arisya. Theo dan Gheo duduk di atas brankar bersama Arisya. Ricko yang melihat kehangatan ini langsung menyunggingkan senyuman tipisnya.
"Udah cocok jadi keluarga memang. Sama Mama saja sudah dekat begitu, apalagi nanti kalau bertemu Papa." gumam Ricko yang sudah membayangkan jika keluarganya akan menyukai keberadaan Arisya dan kedua anaknya.
"Mending Mama balik ke kamar Papa. Urusin aja itu suaminya. Biar aku yang suapi Arisya dan anak-anak," Tiba-tiba saja Ricko membuyarkan kehangatan keluarga itu dengan mengusir Mama Nayra.
"Astaga... Tante kan di sini juga nungguin Om yang lagi sakit. Kok malah di sini mau ngurus aku dan anak-anak?" Arisya seketika teringat jika Papa Tama juga dirawat di rumah sakit yang sama dengannya.
"Udah. Papamu itu udah Mama suapin dan mandiin sekalian. Dia lagi istirahat, Mama bosan di kamar. Masa iya Mama ngobrol sama orang lagi tidur," ucap Mama Nayra mencari alasan agar ia tetap berada di sini bersama Arisya dan kedua anaknya.
"Opa cudah becal macih dimandikan?" ceplos Gheo dengan tatapan polosnya.
Eh...
Mama, mending keluar dari sini sebelum Gheo tanya macam-macam.
Mama sudah meracuni otak polos anakku,
Anakmu?
Nikahin dulu itu emaknya, baru ngomong kalau mereka anakmu.
Ibu dan anak yang absurd,
Siapa juga yang mau menikah sama laki-laki menyebalkan kaya dia,
***
"Om Michael, terimakasih sudah datang menjenguk Arisya. Maaf merepotkan dan untuk motor itu, nanti Arisya ganti."
Arisya merasa tak enak hati dan bersalah karena merusakkan motor milik Pak Michael. Padahal itu motor baru, namun sudah ia buat jatuh di jalanan. Bahkan Pak Michael harus mengurusnya di kantor polisi juga.
"Tidak usah dipikirkan. Motor bisa beli baru, kalau nyawa? Mana ada bisa beli nyawa. Yang penting kamu selamat,"
"Pikirkanlah anak-anakmu jika hendak melakukan sesuatu, Arisya. Kasihan anak-anak kalau terjadi sesuatu sama kamu," Pak Michael memberi pesan pada Arisya agar tidak gegabah dalam melakukan sesuatu. Membahayakan nyawa sendiri demi oranglain, ada akibat baik dan buruknya.
"Iya, Om. Kemarin Arisya tuh refleks, habisnya kasihan Om yang ada di dalam mobil itu. Nanti juga banyak pengendara lain yang ikut kecelakaan kalau tidak segera dibantu," Arisya menghela nafasnya pelan. Tindakannya terbilang sangat nekat waktu itu dan ia menyadarinya.
"Opa, bawa buahna banak kali. Ndak ada coklat telul ya? Macak cemua oleh-oleh buat Ibu," Gheo bertanya dengan nada polosnya. Pasalnya dari Ricko, Mama Nayra, dan Pak Michael hanya membawa buah atau roti untuk Arisya. Sedangkan Gheo dan Theo ingin makan juga namun malas dengan makanan itu-itu saja.
"Gheo, jangan minta aneh-aneh sama Opa." tegur Arisya membuat Gheo mengerucutkan bibirnya sebal.
"Gheo kan cuma mau ngemil," gumam Gheo dengan pelan.
Hahaha...
"Ayo ikut Opa. Kita jajan di supermarket depan. Maafkan Opa yang nggak bawakan kalian cemilan," ajak Pak Michael yang merasa lucu dengan perdebatan antara Arisya dan Gheo.
"Benelan, Opa?" Pak Michael menganggukkan kepalanya sebagai jawaban.
Asyikkkk...
"Ibu, Opa katana ndak papa lho mau tlaktil Gheo. Janan malah-malah, Ibu ndak kelual uang kok. Tenang caja," Gheo berucap dengan antusiasnya membuat Arisya mendengus sebal.
"Opa, Theo... Ayo," Gheo segera menarik tangan Theo dan Pak Michael membuat Arisya menggelengkan kepalanya.
"Anak itu. Semua orang dimintain jajan. Di sini yang sakit kan aku, masa semua yang datang dipalakin jajan." gumam Arisya.
Ceklek...
Siapa laki-laki beruban tadi?
Sugar daddymu ya?
Pantas saja yang katanya tinggal di dekat kandang sapi, bisa pindah ke apartemen mahal.
Ternyata simpanan Om-Om,
Plakkk...
KOK ISO²NE DADI MANG OJEK TO KOOOOOOOOO RICKOOOO
lucu banget theo dan gheo
lanjut thor please
ke SKAK sama anak kecil iniJUDULNYA👏👏👏👏👏👏👏👏👏👏