Azzura: The Fight Of The Tough Lady

"Jadi mereka adalah teman-teman mu?" tanya Aaron tanpa melihat ke arah orang-orang yang kini sedang berlutut di depan hospital bad milik istrinya. Sebenarnya Aaron juga sudah tahu siapa mereka dan bagaimana mereka bisa memiliki hubungan dengan sang istri. Namun, Aaron hanya ingin memastikan satu hal, apakah Azzura akan berkata jujur padanya, atau malah mengatakan hal lain.

Azzura menatap Aaron sekilas, tangannya bergerak gelisah. "Iya Tuan, mereka adalah teman ku," ucap Azzura. "Tapi mereka tidak jahat!" Azzura menoleh menatap Aaron. "Aku tidak berbohong. Mereka memang orang baik, aku juga tidak mungkin bergaul dengan sembarangan orang Tuan. Jangan ganggu mereka hmmm! Mereka tidak bersalah. Aku yang ingin mengikuti mereka. Bang Hugo juga memperlakukan ku dengan baik. Tuan juga tahu aku tidak punya teman di sini."

"Berteman boleh Azzura, tapi apa harus dengan orang-orang seperti ini. Kau juga tahu kan mereka itu sering berbuat onar!"

"Tapi itu dulu Tuan, seka...."

"Diam!"

Aaron menunjuk Hugo dengan tongkat yang ada di tangannya. "Aku akan memberikan kalian uang juga gedung yang memadai untuk usaha kalian. Tapi aku minta satu hal, jangan pernah menemui istri ku lagi!"

Hugo juga orang-orang di sana mendongak ke arah Azzura, gadis cantik yang selama ini mereka kagumi ternyata sudah menikah, tapi kenapa harus dengan laki-laki disabilitas seperti Aaron, Azzura bisa mendapatkan yang lebih baik.

"Dia memang suamiku Bang. Tidak usah menatapnya seperti itu!" ketus Azzura tidak suka ketika Hugo menatap Aaron dengan tatapan kasihan.

"Dan Tuan, aku mohon, jangan lakukan itu, aku janji hal seperti ini tidak akan pernah terulang lagi. Jika perlu aku akan belajar menggunakan senjata agar kau bisa lebih tenang, jangan larang aku untuk bertemu dengan mereka!"

"Keputusan ku sudah bulat Azzura, aku tidak suka di bantah. Jika kau masih ingin tinggal bersama ku, maka terima peraturan yang aku buat. Jika kau melanggar, kau juga akan tahu akibatnya!"

Azzura menunduk, helaan napas kasar keluar dari mulutnya, Aaron ini benar-benar sangat kejam, dia tidak membiarkan Azzura hidup dengan bebas, padahal Hugo dan teman-temannya memang baik.

"Kirim mereka pulang Beck! Dan untuk yang lain, siksa mereka lebih dulu dan antara kan ke kantor polisi. Kau juga tahu bagaimana cara untuk menjebloskan orang ke penjara bukan, jika tidak bisa menuntut nya dengan piutang, kau harus memastikan jika Li dan anak buahnya akan di hukum dengan alasan yang lebih berat."

"Baik Tuan!"

Hugo dan anak buahnya langsung berdiri saat Beck, Bert dan yang lain meminta mereka untuk segera keluar. Hugo melirik Azzura sekilas, namun ketika merasakan hawa dingin, Hugo bergidik, dia buru-buru keluar, untuk sementara Hugo harus menjaga jarak dengan Azzura, dia tidak ingin Azzura mendapat masalah dari Aaron karena perbuatannya.

"Dasar tidak berperasaan!"

Azzura mendengus kemudian berbaring membelakangi Aaron. Dia kesal, sangat kesal. Di dunia ini Azzura hanya memiliki Rubby. Tapi kenapa berteman dengan Hugo saja tidak di ijinkan. Benar-benar sangat menyebalkan.

"Merajuklah! Suatu hari nanti, kau akan tahu kalau keputusan yang aku lakukan itu adalah keputusan yang benar."

Bukannya mendengarkan, Azzura malah komat-kamit, dia meniru gaya bicara Aaron namun bibirnya lebih tidak terkendali karena Azzura memang sedang meledek ucapan suaminya.

****

Sore hari di kediaman Aaron, Azzura masih sama seperti tadi siang, cemberut dengan bibir mengerucut. Aaron tidak habis pikir, perempuan jenis apa yang dia nikahi sampai hal yang baik dan tidak pun tidak bisa dia bedakan.

"Mau ke mana?" tanya Aaron menarik tangan kiri Azzura karena tangan kanannya masih sangga menggunakan kain biru.

"Aku mau ke kamar Tuan. Apa masuk ke kamar ku juga tidak boleh?" ketus Azzura hendak kembali berbalik.

"Kamar mu bukan di situ!" Aaron menarik tangan Azzura membawa wanita cantik itu masuk ke kamarnya. Awalnya Azzura bingung, namun ketika Aaron membuka pintu, alangkah terkejutnya Azzura saat melihat suasana kamar yang berbeda. Satu sisi sangat maskulin sementara sisi yang satunya sangat feminim.

Setengah dari kamar itu berwarna hitam dan abu gelap, segala furniture dan yang lainnya di sesuaikan dengan warna yang ada di sana. Sementara setengah yang lainnya lebih dominan ke dusty pink dan ungu yang sangat lembut, meja belajar, rak buku, meja rias, semuanya ada di sana. Hanya ada dinding kaca penyekat sebagi batas wilayah. Orang gila macam apa yang bisa membuat ini dalam waktu satu hari satu malam.

"Tuan ini maksudnya apa?" Azzura menatap ke arah Aaron, tangannya terulur melepas kaca mata hitam yang Aaron kenakan.

"Karena kau sedang terluka, kau akan tinggal di kamar ini bersama ku! Rubby juga!"

Azzura mengerutkan kening. Dia hanya terluka sedikit, apakah harus melakukan hal sebesar ini. Azzura juga pasti akan sangat tidak nyaman jika berada di kamar yang sama bersama dengan Aaron. Bisa-bisa bukannya tidur Azzura malah insomnia.

"Aku baik-baik saja Tuan, aku bisa mengurus diriku sendiri. Kau tidak perlu melakukan ini."

Brak!

Azzura terbelalak ketika Aaron menguncinya dengan tembok dan juga tubuh atletis yang dia miliki, laki-laki itu menunduk menatapnya, tatapan itu adalah tatapan yang Azzura yakini sebagai tatapan kemarahan. Azzura memejamkan mata untuk sesaat, dia baru ingat jika Aaron sering mengatakan dia tidak bisa menerima bantahan.

"Aku sudah bilang, turuti aku jika kau mau tinggal di sini. Ini adalah rumah ku, dan kau adalah istriku. Jadi tidak ada alasan untuk mu membantah. Selama kau sakit, aku yang akan menjaga dan merawat mu. Anggap saja kita sedang bermain permainan rumah tangga!"

"Tuan tapi aku ... hhpmmttt!"

Azzura berusaha untuk melepaskan diri dari Aaron, kecupan yang laki-laki itu lakukan sangat bringas dan menuntut. Beberapa menit berselang, Azzura menatap wajah Aaron di sela-sela ciuman yang Aaron lakukan. Melihat mata Aaron terpejam Azzura kembali luluh, perlahan mata Azzura pun ikut terpejam. Lagi-lagi Azzura tidak berdaya, laki-laki di depannya itu sangat pandai memainkan perasaan Azzura dengan baik, meskipun Azzura sangat marah, ciuman, belaian dan juga Aaron yang memperlakukannya seperti ini membuat Azzura mabuk kepayang. Gadis cantik itu sampai tidak sadar kalau suara Des sa Han dan juga erang annya semain membuat Aaron membara. Libidonya naik sampai ke level tertinggi.

"Tuan! Hentikan! Jangan lakukan ini!" lirih Azzura dengan mata berkaca-kaca. Entah kenapa hatinya mendadak sendu, apakah pemilik tubuh ini merasakan kegelisahan, kenapa dia tidak bisa menahan desakan air mata yang memaksa untuk keluar. Azzura mendesis, dia mengigit bibir bawahnya ketika Aaron semakin lama semakin tidak terkendali, kini laki-laki itu bergerak terlalu jauh, tangan hangatnya menyapu perut rata Azzura, kemeja yang dia kenakan sudah tidak berbentuk, kepala Aaron terbenam di salah satu bagian tubuh atasnya.

"Ara!"

Aaron tertegun saat tetesan-tetesan air yang memiliki dua warna berbeda menetes mengenai wajah tampannya.