Tiba-tiba saja nenek menyuruhku menikah dengan pria kurang mapan. Aku adalah seorang wanita yang memiliki karier mapan!! Apa yang harus aku lakukan? Kenapa nenek memilih laki-laki dibawah standarku? Apa sebenarnya tujuan nenek?
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon ErKa, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Ch 32 - Wanita yang Ditinggalkan
Pagi itu Tia terbangun dengan mata bengkak. Dia memutuskan untuk ke kamar mandi dan
mencuci wajahnya. Setelah itu dia berusaha mengintip situasi diluar kamarnya. Kepalanya
celingak-celinguk, namun dia tidak bisa menemukan sosok yang dicarinya. Dia berusaha
menajamkan kemampuan telinganya, namun dia juga tidak mendengar suara laki-laki
itu, apakah dia masih tertidur?
Pelan-pelan Tia melangkah keluar dari kamarnya, dia segera menuju ruang makan, ruang tamu,
ruang keluarga, dapur bahkan taman. Namun dia tidak bisa menemukan laki-laki
itu. Dimana dia? Tanyanya dalam hati. Ketika Tia sedang berjalan-jalan ditaman,
dia bertemu dengan mbak Siti yang sedang menyiram tanaman.
“Sudah bangun Mbak?” mbak Siti menyapa dengan takut-takut. Perasaan bersalah masih menyelimutinya.
Dia berharap semoga cucu majikannya ini tidak mengetahui perbuatannya.
“Hemmm.” Tia menjawab tanpa membuka mulutnya. Sebenarnya dia ingin bertanya keberadaan
Rizal, namun rasa gengsi mencegahnya. Pada akhirnya dia hanya mengitari taman
sembari berusaha menemukan neneknya.
“Oh iya Mbak, tadi Mbah pergi bersama teman-temannya. Sepertinya ada pertemuan
diluar. Kalau mas Rizal, tadi malam sudah pergi Mbak…” mendengar nama Rizal
disebut, Tia langsung menghentikan langkahnya dan memfokuskan perhatiannya pada
asisten rumah tangganya itu.
“Pergi? Pergi kemana? Pulang ke rumah?” tanyanya dengan nada mendesak.
“Sebenarnya Saya kurang tahu detailnya Mbak. Tapi tadi malam saya sekilas mendengar
percakapan mas Rizal dan mbah. Mas Rizal minta ijin mbah buat nitipan Mbak
sementara disini, soalnya mas Rizal pergi ke luar kota selama beberapa hari…”
“Apa?! Ke luar kota?! Ngapain dia keluar kota?!”
“Eh…Eh… katanya ada pekerjaan diluar kota Mbak…”
“Hehh?! Pekerjaan?! Pekerjaan apa?! Memang seorang buruh bisa ditugaskan ke luar
kota?!” karena marah Tia menyemburkan kata-kata penuh kesinisan dan kepahitan.
Hatinya sakit!!
Dengan segera dia berlari ke kamarnya. Dia tidak ingin ART nya melihatnya dalam
kondisi menangis. Sesampainya dikamar, Tia mulai menangis lagi.
Hah? Keluar kota untuk urusan pekerjaan?! Apa tidak ada alasan yang lebih bagus
lagi? Kenapa memakai alasan tidak masuk akal seperti itu hanya demi
menjauhinya?? Meninggalkannya??! Apa karena dia sudah mendapatkan tubuhnya maka
laki-laki itu bisa dengan bebas meninggalkannya?!
Tia tertawa histeris. Tawa aneh sekaligus air mata berjatuhan diwajah cantiknya. Apakah
Rizal benar-benar meninggalkannya? Kenapa? Apa karena sudah mendapatkan
tubuhnya? Jadi laki-laki itu sudah tidak
membutuhkannya? Tidak menginginkannya? Apakah dirinya sudah benar-benar tidak
berharga lagi dimatanya? Kenapa? Tia menangis lagi.
Sepanjang hari yang dilakukannya hanyalah menangis, menangis dan menangis. Setiap
beberapa menit dia melihat handphonenya, berharap ada telepon atau pesan dari
Rizal untuknya. Dia benar-benar lupa bahwa sehari sebelumnya dia telah
memblokir nomor Rizal karena kemarahannya.
Lia dan Tina beberapa kali menelepon dan mengirim pesan untuk menanyakan beberapa
masalah pekerjaan, namun Tia begitu malas untuk menanggapinya dan memilih untuk
mengabaikannya. Setiap kali ada telepon atau pesan masuk, dia cepat-cepat
meraih handphonenya. Berharap yang menghubunginya laki-laki itu, tapi dia
selalu kecewa.
Sementara Alex masih selalu menghubunginya, namun dia sudah tidak memiliki minat pada
laki-laki itu. Yang ada dipikirannya hanyalah Rizal. Rasa marah, kecewa, sedih
dan rindu menjadi satu. Rindu?? Apakah dirinya benar-benar merindukan laki-laki
itu?
“Hahahaha.” Tia tertawa sinis. Mentertawakan kebodohannya sendiri. Untuk apa merindukan
laki-laki yang sudah membuangnya? Berpura-pura menitipkannya pada nenek?
Bukankah itu artinya laki-laki itu mengembalikannya pada keluarganya karena dia
sudah tidak menginginkan dirinya lagi?!
***
Hari demi hari dilalui Tia dengan penuh kemuraman. Suasana rumah nenek yang biasanya
hangat menjadi suram karena mood Tia yang selalu berubah. Nenek melihat cucunya
dengan prihatin. Sebenarnya apa yang terjadi pada mereka di Malang? Apa yang
dilakukan Rizal hingga membuat cucunya begitu marah?
Setiap malam Rizal selalu menelepon Nenek. Begitu pula dengan malam ini. Nenek
menerima panggilan telepon didalam kamarnya.
“Nek… gimana kabar Nenek hari ini?”
“Yang ditanyain kabarnya nenek apa si tukang ngambek itu?” Tanya nenek balik
bertanya. Terdengar tawa rendah namun merdu di ujung telepon.
“Hehe…gimana kabarnya adek Nek? Apa saja yang dilakukannya hari ini?”
“Pertanyaanmu kok selalu sama Nak… Seperti biasa, istrimu masih muram. Tidak ada senyum
diwajahnya. Setiap hari hanya melamun, tertawa aneh, menangis. Nenek tidak
habis pikir, sebenarnya apa yang terjadi
pada kalian? Kenapa pulang dari bulan madu hubungan kalian jadi seperti ini?
Kalau tahu hubungan kalian akan buruk seperti ini, Nenek tidak akan menyuruh
kalian bulan madu…” Nenek menghela napas, benar-benar sedih melihat hubungan
kedua cucunya. Rizal menghela napas sejenak, kemudian dengan penuh pertimbangan
dia menjawab.
“Sebenarnya hal yang Kami lalukan adalah hal wajar yang dilakukan pasangan yang sudah
menikah Nek. Tapi mungkin akan menjadi tidak wajar dan menyakitkan bila salah
satunya tidak ada rasa cinta…”
“Apa maksutmu Nak?”
“Saya yang salah Nek. Adek pantas marah. Seharusnya saya bisa lebih sabar lagi. Mungkin
karena sudah terlalu lama mencintainya, jadi ingin segera memilikinya. Maafkan
Saya Nek karena sudah tidak bisa menepati janji untuk bersabar padanya. Padahal
waktu dulu Saya merayu Nenek agar bisa menerima Saya sebagai cucu menantu, Saya
berjanji untuk memberikan semua kesabaran Saya untuknya…”
“Nenek tidak pernah menyalahkanmu Nak. Selesaikan lah masalah kalian sesegera mungkin.
Jangan biarkan masalah ini menghambat hubungan kalian…”
“Saya sudah berusaha menghubungi Adek Nek… Tapi sepertinya nomor Saya diblokir,
makanya Saya menghubungi Nenek, hehe”
“Oalah Nak. Yang sabar ya Nak…Cucu Nenek itu kalau ngambek memang suka keterlaluan.
Selalu keras kepala. Selalu ingin menang sendiri. Nenek jadi gak enak hati…”
“Hehe, gak apa-apa Nek. Begitu-begitu saya tetap cinta Nek...” Rizal tertawa lagi.
Nenek ikut tertawa mendengarnya. Dasar anak-anak muda, ada saja tingkah
lakunya. Nenek tidak habis pikir.
“Terus kapan Kamu pulang Nak? Sepertinya istrimu ini akan lebih mudah dibujuk bila
Kamu datang Nak.”
“Insha Allah hari Minggu saya sudah di Surabaya Nek. Minta doanya ya Nek…”
“Iya Nak… Semenjak Nenek menerimamu jadi cucu menantu, Nenek sudah menganggapmu
seperti cucu sendiri Nak. Semoga semua masalah yang ada dalam pekerjaanmu bisa
segera terselesaikan Nak.”
“Amin…Terima kasih Nek…” mereka melanjutkan pembicaraan selama beberapa saat, lebih banyak
membahas tentang Tia. Rizal banyak menanyakan hal-hal sepele yang dilakukan
istrinya. Seperti misalnya, apa saja yang dilakukannya seharian ini? Apa
makanan yang dimakannya hari ini? Baju apa yang dipakainya? Bagaimana
perasaannya, sedihkah? Senang kah? Apa acara tv favoritnya? Dan lain
sebagainya.
Nenek merasa beruntung telah menikahkan cucunya pada laki-laki seperti Rizal. Laki-laki
itu mencintai cucunya sama besarnya dengan cintanya pada cucunya, atau mungkin
malah cinta laki-laki itu lebih besar? Setidaknya dia tidak perlu khawatir
cucunya akan sendirian ketika dia tiada nantinya. Ada laki-laki hebat disebelahnya
yang akan selalu mendampinginya. Nenek tersenyum bahagia.
***
^ErKa^