Kecurigaan Agnes kepada suaminya di hari ulangtahun pernikahannya yang ke enam, membuatnya bertemu dengan pemuda tampan berbadan atletis di ranjang yang sama. Siapakah pemuda itu? Lalu apa kesalahan yang sudah diperbuat oleh suaminya Agnes sehingga Agnes menaruh kecurigaan? Di kala kita menemukan pasangan yang ideal dan pernikahan yang sempurna hanyalah fatamorgana belaka, apa yang akan kita lakukan? Apakah cinta mampu membuat fatamorgana itu menjadi nyata? Ataukah cinta justru membuka mata selebar-lebarnya dan mengikhlaskan fatamorgana itu pelan-pelan menguap bersamaan dengan helaan napas?
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon lizbethsusanti, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Ledakan
Amos dengan sekali gerakan menyelipkan pistol dan pisau lipat ke selipan celana pendek kain yang ia biasa ia pakai kala ia ada di rumah.
Sementara Agnes membangunkan Archie dengan pelan, "Bangun, Sayang" sambil mengusap kepala Archie.
Archie membuka mata lalu memicingkannya. Saat bocah tampan dan cerdas itu mengucek matanya ia bertanya, "Ada apa, Ma? Kenapa gelap? Archie nggak suka gelap, Ma"
"Ssstttt" Agnes langsung merengkuh Archie ke dalam gendongannya lalu menurunkan Archie di lantai kamar dan setelah ia berjongkok di depan Archie, ia berkata dengan suara lirih, "Ada orang jahat masuk ke rumah ini. Om Amos sedang menghalaunya. Kita harus waspada di kamar ini"
Archie langsung menoleh ke kanan dan ke kiri.
"Kamu cari apa?" Tanya Agnes.
"Cari sesuatu yang bisa Archie pakai untuk menolong Om Amos, Ma"
Agnes sontak menoleh ke jendela dan langsung menghela napas lega karena jendela di kamar tidak terbuat dari kaca melainkan dari kayu jati, ada teralis besi di luar dan jendela dibuka dari arah dalam. Aman. Pikir Agnes sambil menggandeng Archie ke pintu lalu mereka berdua duduk selonjor di depan pintu. Agnes memeluk vas bunga dan Archie memeluk kebas kasur yang terbuat dari lidi. Hanya untuk berjaga-jaga kalau ada yang menerobos masuk kamar, mereka berpikir akan menggunakan alat pilihan mereka untuk menyerang si penerobos tanpa ba-bi-bu.
Amos sudah berdiri di samping pintu sambil menyibak pelan tirai. Mobil yang tadi. Sial! Mereka menemukan mobilku. Oke, aku akan hajar kalian karena kalian nekat mengejarku sampai sini, brengsek!
Amos mengintip dari jendela untuk menghitung orang yang turun dari dalam mobil yang tadi mengikutinya. Hanya lima orang dan semuanya menuju ke pintu depan. Mereka amatir atau apa? Nggak ada yang mengarah ke samping rumah. Tapi, aku justru lega karena Agnes dan Archie aman.
Saat Amos sedang bersiap melawan orang asing yang lancang memasuki pekarangan vila pribadinya, Baskara sedang menyetir ugal-ugalan menuju ke vila pribadinya Amos.
"Buruan, Njir! Perasaanku nggak enak banget, nih! Komandan pasti dalam bahaya nih. Feelingku nggak pernah salah" Rama menepuk-nepuk bahu Baskara dengan punggung tangan kanannya.
"Eh kodok! Ini sudah ngebut. Kalau ngebut lagi bisa benjut kita, cih!" Baskara mengibaskan bahunya dengan kesal.
Doni terkekeh geli, "Kalau Rama kodok, kita kocok juga dong, kan, kita satu tim"
Rama dan Baskara sontak menoleh ke jok belakang, "Diam!"
Doni meringis lalu melakukan gerakan mengunci bibirnya dan membuang kunci tak kasat matanya ke wajah Rama.
"Dasar gila!" Rama meraup kasar wajahnya dengan dengusan sebal.
Doni kembali terkekeh geli lalu berucap, "Bagas sudah menyusul!"
"Sip!" Rama mengangkat ibu jarinya ke atas.
Baskara mendengus kesal, "Kembaranku itu leletnya minta ampun"
"Hei! Dia ngurusin Ronald dulu" Pekik Doni dengan nada suara tidak terima.
"Sebenarnya saudara kembarnya Baskara itu Bagaskara apa Elo, sih? Kok Lo yang nggak terima?" Pekik Rama sedangkan Baskara melotot kesal ke spion.
Doni menyahut, "Aku mungkin kembaran ketiga mereka, hehehehe"
Rama menoleh kaget ke jok belakang. "Iya kali ya? Tapi, hidung Lo kenapa pesek sendiri?" Ucap Rama dengan wajah pura-pura syok.
Doni mengusap-usap hidungnya, "Ini untuk menolong mereka kalau mereka kehabisan napas. Hidung pesek itu hemat napas, tahu"
"Gila Lo, Ndro!" Rama terkekeh geli.
"Doni, Ndro, Doni" Doni melotot kesal.
Rama tergelak geli.
Baskara terkekeh geli lalu berucap, "Ogah Gue punya kembaran lagi, cih! Satu aja bikin kesel mulu" Pekik Baskara kesal.
Rama dan Doni sontak tergelak geli bersamaan.
Amos terkesiap kaget saat ia melihat sosok yang terakhir turun dari mobil adalah Ananta. "Dia dalang dibalik jebakan Papa dan kematiannya Papa. Sial! Aku sangat ingin membunuhnya saat ini" Tangan Amos mengepal erat, sudut matanya berkedut dan gerahamnya mengeras.
"Buka pintunya Mos! Aku hanya ingin bicara. Kalau kamu tidak buka pintu, maka anak buahku akan meratakan vila kamu yang sangat bagus dan cukup besar ini!" Teriak Ananta.
"Kau pikir aku bohong hah?! Anak buah kamu bukan lawanku" Teriak Amos.
Sial! Mereka semua pegang pistol. Yeeaahh, nggak heran juga sih. Ananta kan konglomerat dan politisi kelas kakap. Gumam Amos sambil menyiapkan pistolnya.
"Jangan salahkan anak buahku kalau pintu jati sebagus ini jebol, Mos!" Teriak Ananta.
"Tunggu!" Teriak Amos sambil memasang jebakan berupa granat di kenop.
"Kau berubah pikiran, Amos? Anak buahku datang lagi dan itu membuatmu gemetar ketakutan kan sekarang?"
Setelah selesai memasang jebakan Amos berucap, "Ceritakan dulu tentang Papaku! Maka aku akan buka pintu dan aku akan menyerahkan diriku padamu"
Ananta tertawa ngakak lalu berucap, "Baiklah. Aku akan cerita"
Di detik Ananta tertawa ngakak, Amos berlari kencang ke kamarnya Archie, ia meminta Agnes membuka pintu sambil mengetuk pintu pelan.
Saat Agnes muncul dari balik pintu dan menggendong Archie, Amos langsung menarik tangan Agnes sambil berkata, "Ikut aku!"
Amos membawa Agnes dan Archie ke halaman belakang lalu menyuruh Archie dan Agnes masuk ke dalam ruangan bawah tanah. Archie yang masuk terlebih dahulu menuruni anak tangga lalu Agnes menyusul setelah berkata ke Amos, "Hati-hati"
"Jangan keluar kalau aku belum menjemput kalian!"
Agnes menganggukkan kepala.
Amos bergegas menutup ruang bawah tanah itu setelah kepala Agnes masuk lalu ia memutar pintu ruang bawah tanah yang lebih sering disebut bungker itu. Pintu bungker yang terbuat dari logam baja utama dan tahan api itu Amos kunci lalu ia tutupi dengan rumput sintetis. Amos lalu menepuk tangannya beberapa kali sebelum ia berlari ke balik balik tembok halaman belakang saat ia mendengar bunyi ledakan yang sangat keras.
Untung jarak tiap vila cukup jauh jadi tetangganya Amos terhindar dari bahaya. Untuk pergi ke tetangganya, Amos membutuhkan jarak tempuh sekitar empat puluh lima menit dengan sepeda onthelnya yang memiliki keranjang di depan setang.
"Mampus kalian!" Amos menyeringai senang sambil mengarahkan moncong pistolnya ke depan. "Sial! Sepeda onthelnya Mama pasti udah jadi hitam legam kayak pantat kerbau, nih. Tzk!"