Squel Cinta Setelah Pernikahan
21+
“Gimana mau move on kalau sering berhadapan dengan dia?”
Cinta lama terpendam bertahun-tahun, tak pernah Dira bayangkan akan bertemu lagi dengan Rafkha. Laki-laki yang membuatnya tergila-gila kini menjadi boss di perusahaan tempat ia bekerja.
“Tolong aku Ra, nikah sama aku bisa?” ucap lelaki itu. Dira bingung, ini lamaran kah? Tak ada kata romantis, tak ada cincin, tiba-tiba lelaki itu memintanya menikah dengannya.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon RizkiTa, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Perih
Perjalanan berlangsung hening, tak ada pembicaraan sama sekali. Dira masih menenangkan dirinya, tindakan yang beberapa menit lalu ia lakukan bukan tanpa tujuan. Ia hanya ingin Rafkha tahu sedikit saja bahwa lelaki itu telah lama hidup di dalam hatinya. Meski belum berani mengungkapkan, setidaknya Dira sudah berani membalas kecupan hangat yang Rafkha berikan untuknya.
Berulang kali Dira menolehkan wajahnya ke kanan, untuk mencuri-curi pandang ke arah Rafkha. Lelaki itu bukan tak menyadari, ia sadar betul gadisnya itu sedang mencuri pandang ke arahnya. Hanya saja Rafkha membiarkan, ya mungkin dengan menatap wajahnya bisa membuat Dira tenang dan lupa akan kejadian pahit hari ini, apa salahnya.
“Kenapa? mau aku tenangin lagi? dua kali kiss masih kurang?” sambil menampilkan senyum yang sangat menggoda.
Saat ini perasaan Dira naik turun, pipinya kembali memanas mengingat yang mereka lakukan tadi sebelum mobil dilajukan.
“Cukup ih kamu maunya, dasar!” Dira mencebik, walau sebenarnya dalam hatinya berkata sangat mau.
“Tapi kamu juga mau, buktinya aku sampe nggak bisa berkutik tadi gara-gara kamu.” pengakuan Rafkha, ya benar memang ia sempat tak berkutik saat Dira mendaratkan bibirnya dengan lembut padanya. Rasanya, jantungnya seperti berhenti berdetak dan kehabisan napas.
“Udah ya Abang, nggak usah di bahas lagi!” hentak Dira, sungguh tak sanggup menahan malu jika itu masih juga di bahas.
“Jadi, untuk kedepan nantinya, kamu udah tau ‘kan kalau kamu nangis, aku bakal ngasih hukuman apa ke kamu?”
Dira menggeleng cepat, “Nggak tau,” ucapnya kemudian.
“Perlu aku ulang? biar kamu paham?”
Menggeleng lagi, “Nggak perlu,” sambil membuat gerakan tangan tanda menolak.
Untuk saat ini, Rafkha menertawakannya. Betapa lucu dan menggemaskan gadis disampingnya ini, malu-malu, tapi mau banget. Wajah menggemaskan Dira sejenak menenangkan Rafkha akan emosinya yang tersulut karena Vian sialaan itu.
🌸🌸🌸
“Rafkhaaaa,” salah satu teman ceweknya meneriaki namanya saat melihat kehadirannya dengan segala pesona yang ia miliki, meski usianya tak muda lagi seperti dulu. Tapi, masih mampu menyihir banyak wanita tak terkecuali teman seangkatannya sendiri. Apalagi yang masih betah melajang, alih-alih berharap bisa menggandeng Rafkha.
“Hai, hai.” Rafkha balas menyapa, hanya melirik ke cewek-cewek itu sekilas saja. Tatapan matanya menajam saat pandangannya menangkap Vian yang tengah menikmati minuman dengan santainya tanpa rasa bersalah.
BRUUUGGGHHH !!!
Tanpa ragu lagi Rafkha mendaratkan kepalan tangannya yang sejak tadi ia tahan, tepat ke wajah Vian hingga lelaki itu berpindah dari kursinya, setengah terlempar kebelakang.
“Rafkhaaa!! hei, kenapa?” Devan, salah satu teman mereka. Mencekal tangan Rafkha yang hendak mendaratkan pukulannya lagi ke wajah Vian yang masih kebingungan. Sedang berusaha bangkit dan berdiri. Teman-teman lain masih kebingungan Rafkha datang, dari jauh tersenyum dan tiba-tiba memukul Vian. Ada apa gerangan?
“Bangsaaattt lo Rafkha, gue salah apa?” Rafkha menghindar seketika saat Vian ingin membalasnya, tak sia-sia Papa Panji memaksanya mengikuti kelas bela diri sejak SMP.
“Lo pikir, siapa yang lo cium di lift apartemen tadi?” wajah mereka berdekatan, mencengkram kerah kemeja Vian, sangat kuat. Tapi, Rafkha terkecoh, hingga kedekatan ini menjadi kesempatan bagi Vian untuk membalas tinju yang ia dapatkan tadi. Saat ini, score mereka satu sama. Rafkha mendapat pukulan keras juga hingga bibirnya berdarah seketika.
“Dira? urusan apa sama lo?” hentak Vian sambil berusaha melepaskan cengkeramannya dari tangan Rafkha.
“Andira Faranisa, calon istri gue, lo ingat ya setaan!! jangan pernah ganggu hidupnya lagi, lo harus bedain cinta dengan obsesi. Cinta itu melindungi, obsesi itu menyakiti!!”
Teriak Rafkha tak peduli, dengan orang-orang di sekitar mereka. Yang seolah tengah menonton adegan film action. Satu kalimat yang Rafkha ucapkan barusan membuat semua teman-teman lain tercengang. Benarkah Rafkha sudah memiliki calon istri.
“Gue duluan ya semuanya,” Rafkha pun pergi berlalu meninggalkan semuanya yang masih kebingungan tak terkecuali Vian yang terlihat begitu kaget mendengar pengakuan Rafkha barusan. Dira, calon istrinya? sejak kapan?
🌸🌸🌸
Dira terlihat gelisah, lima belas menit yang lalu, Rafkha melarangnya untuk ikut turun. Hingga ia protes untuk apa ia di ajak kalau hanya didalam mobil saja. Rafkha berjanji bahwa ia tidak akan lama, paling hanya sekitar lima menit. Tapi ini sudah lebih dari itu.
Dira mengedarkan pandangannya, ke arah pintu utama Cafe. Terlihat Rafkha keluar dari sana, tengah mengusap bibirnya yang pecah dan berdarah. Dira berkerut kening, ingin keluar dari mobil tapi Rafkha menguncinya. Tadi, Rafkha terpaksa melakukan itu karena Dira memaksa ikut. Rafkha tak rela jika ia bertemu lagi dengan Vian sialan itu.
Pintu mobil di bagian kemudi terbuka, Rafkha masih memegangi bibirnya. Agar Dira tak melihat luka yang ia dapatkan.
“Abang, kamu habis ngapain didalam sana? kenapa bisa jadi gini?” Dira menarik paksa tangan kiri Rafkha yang ia gunakan untuk menutupi lukanya.
“Emangnya aku kenapa? aku nggak apa-apa kok.” Mengelak, sambil menahan perih.
“Aku udah liat kamu dari jauh, nggak usah di tutupi.” Sekuat tenaga Dira menarik tangan Rafkha dan benar saja, sudut bibir lelaki itu berdarah dan sedikit memar.
“Ya ampun,” Dira menutup mulutnya tak percaya. Hatinya sedikit teriris melihat Rafkha seperti ini.
“Kamu habis berantem sama siapa sih? kamu sengaja yang nggak ngizinin aku ikut karena kamu mau berantem sama orang? duh kenapa sih cowok suka menyelesaikan masalah pake kekerasan, nggak bisa di omongin baik-baik apa?”
Gadis itu tak paham, bahwa Rafkha sedang membalas apa yang telah membuatnya trauma hari ini. Andai Dira tahu, pasti ia menyesal telah mengomeli Rafkha, ya kesal tapi juga kasihan dengan lelakinya itu. Sambil membuka laci yang tepat berada dihadapannya, mencari kotak P3K yang mungkin ada disana.
“Aku nggak punya kotak obat, ketinggalan dirumah.” ia hanya menampilkan senyumnya, tanpa menggubris segudang pertanyaan dari Dira. Rafkha paham apa yang sedang dicari gadis itu, Tak pernah ia lihat Dira secerewet ini, ya lama kelamaan sifat asli calon istrinya itu keluar. Tak lagi malu-malu, tak ada lagi suara pelan dan nada lembut seperti biasanya. Ia ingat Dira pernah berkata bahwa, setiap orang punya sisi galaknya masing-masing. Tergantung bagaimana cara memgkondisikannya saja. Dan Rafkha yakin saat ini, sisi galak gadis itu sedang meluap.
Dira mendengkus kesal, menarik beberapa lembar tisu yang yang terletak di dashboard. Mengusap darah yang masih menghiasi sudut bibir nan indah itu.
“Kita ke apotik dulu, beli salep sama obat, biar cepat kering ini lukanya.” tangannya masih bergerak pelan mengusap luka disudut bibir Rafkha.
“Awh, pelan-pelan, perih Ra.” pandangan Rafkha tak lepas dari Dira yang tengah memasang wajah cemas. Ia perhatikan setiap lekuk wajah Dira.
“Udah gini aja baru bilang perih, sebelum berantem tadi nggak mikir apa resikonya?”
“Aku lagi kesakitan gini, kamu omelin terus nggak akan sembuh walaupun diobatin.” keluh Rafkha. Wajah mereka begitu berdekatan.
“Jangan ngeluh, siapa suruh berantem?” bukannya memelankan nada bicaranya, Dira justru terlihat semakin garang.
“Ampun Nyonya Rafkha Narendra Akbar,” canda Rafkha, tersenyum lagi. Rafkha masih belum mau jujur perihal apa yang membuatnya terluka seperti ini. Jika perlu, Dira tak usah mengetahui, itu lebih baik.
“Katanya sakit, tapi masih bisa senyum-senyum. Abang sanggup nyetir nggak? sini biar aku aja, kamu duduk manis aja!” titah Dira.
Tak tahan dengan tingkah Dira yang begitu lucu dengan segala kepanikan dan kehebohannya, padahal, Rafkha hanya mengalami luka biasa. Walaupun terasa perih dan nyeri. Tapi, namanya juga laki-laki ini bukanlah hal yang harus dibedar-besarkan.
“Yang perih dan sakit itu bibir aku, sayang. Bukan tangan aku, jadi aku masih bisa nyetir. Kamu aja yang duduk manis, sambil mandangin aku. Siapa tau bisa langsung sembuh.”
Dira memutar bola matanya malas, sudah seperti itu, masih saja bisa bercanda. “Nggak mau mandangin kamu, lagi jelek gini! Ya udah kalau gitu, ayo kita pulang ke apartemen aku, tapi singgah dulu ke apotik. Soalnya aku juga nggak punya kotak obat.”
“Iya, bawel. Ehm... yakin? luka secuil gini nggak akan ngurangi ketampanan aku, Ra,” ucapnya dengan penuh percaya diri. Tak tahan, Rafkha mengangkat kedua tangannya untuk mencubit pipi Dira dengan gemasnya.
🌸🌸🌸
Jangan lupa pencet like dan komennya ya 🙏🥰
Binatang saja ga segitu kejamnya kok Sama anak sendiri...
Ga Ada roman2 nya Blas..