Chen Huang, seorang remaja berusia 15 tahun, menjalani hidup sederhana sebagai buruh tani bersama kedua orang tuanya di Desa Bunga Matahari. Meski hidup dalam kemiskinan dan penuh keterbatasan, ia tak pernah kehilangan semangat untuk mengubah nasib. Setiap hari, ia bekerja keras di ladang, menanam dan memanen, sambil menyisihkan sebagian kecil hasil upahnya untuk sebuah tujuan besar: pergi ke Kota Chengdu dan masuk ke Akademi Xin. Namun, perjalanan Chen Huang tidaklah mudah. Di tengah perjuangan melawan kelelahan dan ejekan orang-orang yang meremehkannya, ia harus membuktikan bahwa mimpi besar tak hanya milik mereka yang berkecukupan. Akankah Chen Huang berhasil keluar dari jerat kemiskinan dan menggapai impiannya?
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon DANTE-KUN, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Eps 32 — Ular Api Merah
Keesokan harinya, Chen Huang dan Lei Hua bangun lebih awal dan langsung memulai pencarian mereka. Namun, hingga tengah hari, mereka belum menemukan binatang spiritual tingkat 3 yang mereka incar. Hutan itu memang luas, dengan pepohonan tinggi dan semak-semak lebat yang membuat pencarian semakin sulit.
Saat mereka terus menyusuri hutan, pandangan Lei Hua tertuju pada sebuah gua besar yang tersembunyi di balik rimbunnya dedaunan. "Chen Huang, lihat itu. Sepertinya ada sesuatu di dalam gua itu," ucapnya sambil menunjuk ke arah gua.
Chen Huang mengamati gua tersebut, merasakan hawa spiritual yang cukup kuat. "Hati-hati. Jika ada binatang spiritual di sana, kemungkinan besar itu adalah lawan yang tangguh."
Mereka pun mendekati gua dengan waspada, langkah mereka ringan namun penuh kewaspadaan. Ketika masuk, suasana gua terasa pengap dan gelap, hanya diterangi oleh kilauan samar dari bebatuan yang memantulkan cahaya api kecil.
Sissssh!
Tiba-tiba, terdengar suara desisan tajam yang menggema di dalam gua. Dari kegelapan, muncul seekor ular besar sepanjang tiga meter dengan sisik merah kehitaman yang berkilauan. Di kepalanya terdapat tanduk kecil yang memancarkan hawa panas, menandakan bahwa ini adalah Ular Api Merah, binatang spiritual tingkat 3 yang terkenal akan kecepatannya dan semburan apinya yang mematikan.
Swosshhh!
Ular itu langsung menyerang tanpa peringatan, meluncur dengan kecepatan luar biasa ke arah mereka. Chen Huang dengan sigap melompat ke samping, sementara Lei Hua menghunus pedangnya dan berusaha menyerang balik.
"Chen Huang, hati-hati dengan semburan apinya!" teriak Lei Hua sambil menangkis serangan ular itu dengan pedangnya.
Chen Huang segera mengambil belatinya dan mulai mengaktifkan Jurus Belati Terbang. Belatinya melesat ke udara, mengitari ular itu dengan gerakan cepat. Dengan kontrol energi spiritualnya, Chen Huang mencoba menyerang titik lemah di sekitar leher ular. Namun, ular itu terlalu gesit, menghindari setiap serangan dengan mudah.
Lei Hua, di sisi lain, terus menyerang dengan pedangnya. Gerakannya lincah, memanfaatkan teknik Langkah Angin Ringan untuk menghindari serangan ekor ular yang mematikan. Namun, ketika ular itu menyemburkan api dari mulutnya, Lei Hua nyaris terpanggang dan harus melompat mundur dengan luka bakar ringan di lengan kirinya.
"Chen Huang, kita harus menjatuhkannya sekarang juga!" serunya.
Chen Huang mengangguk, wajahnya serius. Dia mengumpulkan energi spiritualnya, memusatkannya pada belatinya. "Aku akan mengalihkan perhatiannya. Kau serang dari samping!"
Dengan strategi itu, Chen Huang mengendalikan belatinya dengan lebih agresif, menyerang mata ular dan memaksanya mengalihkan perhatian. Lei Hua memanfaatkan momen itu untuk mendekat, melompat ke samping ular, dan menusukkan pedangnya ke sisik di bawah leher ular, tempat yang tampak lebih lemah.
Slashhh!
Ular itu meraung kesakitan, tetapi masih melawan. Dengan serangan terakhir, Chen Huang mengendalikan belatinya untuk menusuk tepat di kepala ular, menembus tanduk kecilnya. Ular itu akhirnya roboh, mengeluarkan suara desisan terakhir sebelum tubuhnya terdiam.
Chen Huang dan Lei Hua terengah-engah, berdiri di samping tubuh ular yang kini tak bergerak. Chen Huang segera mengambil belatinya dan membelah kepala ular itu untuk mengambil inti jiwanya. Sebuah bola kecil bercahaya merah muncul, memancarkan energi spiritual yang kuat.
"Ini dia," kata Chen Huang sambil menyerahkan inti jiwa itu kepada Lei Hua.
Lei Hua duduk di lantai gua, memegangi lengan kirinya yang terluka. "Terima kasih, Chen Huang. Tapi, aku butuh waktu sebentar untuk memulihkan diri. Luka ini cukup dalam."
Chen Huang mengangguk. "Istirahatlah. Kita tak perlu terburu-buru keluar dari gua ini."
Mereka akhirnya memutuskan untuk tinggal di dalam gua sementara waktu, Lei Hua memanfaatkan obat dari kantong penyimpanannya untuk mengobati luka bakarnya.
...
Setelah memastikan Lei Hua sudah duduk nyaman untuk memulihkan dirinya, Chen Huang memandang tubuh besar Ular Api Merah yang tergeletak tak bernyawa. Mata tajamnya menilai kualitas daging binatang spiritual itu. Ia tahu bahwa daging binatang spiritual tingkat 3 memiliki energi spiritual yang tinggi dan bisa membantu memperkuat tubuh serta kultivasi.
"Daging seperti ini tidak boleh disia-siakan," gumamnya sambil mengeluarkan pisau kecil dari kantong besarnya.
Dengan hati-hati, Chen Huang mulai memotong bagian daging yang tampak paling bagus, terutama di sekitar punggung dan ekor ular. Setelah mengumpulkan potongan daging itu, ia mengeluarkan wajan kecil, beberapa bumbu sederhana, dan air yang ia bawa dari kantongnya.
Lei Hua yang memperhatikan dari jauh mengangkat alis. "Apa yang kau lakukan, Chen Huang?" tanyanya dengan nada bingung.
Chen Huang tersenyum tipis sambil menyalakan api kecil dengan batu api yang ia bawa. "Memasak. Daging Ular Api Merah ini terlalu berharga untuk dilewatkan. Kau tahu, binatang spiritual tingkat 3 seperti ini jarang ditemui."
Lei Hua memandang dengan ragu. "Memasak di hutan seperti ini? Bukankah itu... agak kasar?"
Chen Huang tertawa kecil. "Mungkin bagi seorang bangsawan sepertimu, ini terlihat kasar. Tapi, di desa tempatku tinggal, memasak di alam liar adalah hal biasa. Lagipula, aku jamin rasanya tidak akan buruk."
Chen Huang dengan cekatan memasukkan potongan daging ular ke dalam wajan, menambahkan air, beberapa bumbu, dan daun rempah liar yang ia temukan di hutan. Aroma gurih mulai menguar, memenuhi gua dengan bau yang menggoda.
Lei Hua, yang sejak awal merasa skeptis, mulai mencium aroma yang membuat perutnya sedikit keroncongan. Namun, ia tetap menjaga ekspresinya yang dingin.
"Apa kau yakin itu aman untuk dimakan?" tanyanya sambil memeluk lututnya.
Chen Huang mengangkat bahu. "Aku sudah sering memasak daging binatang liar. Lagipula, energi spiritual dari daging ini akan sangat berguna untuk kultivasi."
Lei Hua mengerutkan kening. "Aku lebih memilih bekal yang sudah kusiapkan dari rumah. Setidaknya aku tahu itu aman dan bersih."
Chen Huang tertawa pelan sambil menuangkan sup yang sudah matang ke dalam mangkuk kecil. "Tidak apa-apa. Setiap orang punya pilihan. Tapi kau akan kehilangan pengalaman mencoba sesuatu yang luar biasa."
Lei Hua hanya menghela napas dan mulai mengeluarkan bekal keringnya—roti kecil dan beberapa potong daging kering. "Aku tidak terbiasa makan makanan seperti itu, Chen Huang. Ini pertama kalinya aku berada di hutan seperti ini, dan jujur saja, aku tidak pernah membayangkan akan makan sesuatu yang dimasak di tengah gua seperti ini."
Chen Huang mengangkat mangkuknya, meniup sedikit uap panas, lalu mencicipi sup tersebut. Matanya berbinar. "Rasanya lebih enak dari yang kukira! Kau yakin tidak ingin mencoba?"
Lei Hua menggeleng tegas. "Terima kasih, tapi tidak. Aku tidak mau mengambil risiko."
Chen Huang hanya tersenyum dan kembali makan dengan lahap. Sup daging ular itu terasa hangat dan penuh energi. Saat ia terus makan, ia mulai merasakan lonjakan energi spiritual di tubuhnya. Aliran energi itu terasa kuat dan panas, seolah-olah menyatu dengan jiwanya.
Setelah selesai makan, Chen Huang duduk bersila di pojok gua, mencoba merasakan energi yang baru ia serap. Tanpa sepengetahuan Lei Hua, energi dari daging ular itu mulai menyatu dengan meridiannya, membuat aliran energinya lebih kuat dan stabil.
Lei Hua melirik ke arahnya sambil menggigit roti keringnya. "Apa yang kau lakukan sekarang?" tanyanya dengan nada datar.
Chen Huang membuka matanya perlahan. "Hanya mencoba mencerna energi dari makanan tadi. Kau tahu, daging binatang spiritual memiliki energi yang cukup besar."
Lei Hua mengangkat alis. "Kau tampak terlalu percaya diri. Bagaimana jika itu justru merusak tubuhmu?"
Chen Huang tertawa kecil. "Aku sudah terbiasa. Hidup di desa mengajarkanku untuk memanfaatkan apa yang ada. Kau harus mencoba sesekali, Lei Hua. Siapa tahu kau menyukainya."
Lei Hua mendengus pelan. "Aku rasa tidak. Tapi mungkin lain kali aku akan mempertimbangkannya, jika tidak ada pilihan lain."
Chen Huang hanya tersenyum mendengar jawaban itu. Dalam hati, ia merasa bersyukur atas kesempatan ini. Selain mendapatkan energi spiritual yang signifikan, pengalaman ini juga memperkuat tekadnya untuk terus berkembang.