NovelToon NovelToon
Detik Yang Membekas

Detik Yang Membekas

Status: sedang berlangsung
Genre:Romantis / Misteri / Romansa Fantasi / Diam-Diam Cinta / Romansa / Office Romance
Popularitas:29k
Nilai: 5
Nama Author: Ahmad Vicky Nihalani Bisri

Di dermaga Pantai Marina, cinta abadi Aira dan Raka menjadi warisan keluarga yang tak ternilai. Namun, ketika Ocean Lux Resorts mengancam mengubah dermaga itu menjadi resort mewah, Laut dan generasi baru, Ombak, Gelombang, Pasang, berjuang mati-matian. Kotak misterius Aira dan Raka mengungkap peta rahasia dan nama “Dian,” sosok dari masa lalu yang bisa menyelamatkan atau menghancurkan. Di tengah badai, tembakan, dan pengkhianatan, mereka berlomba melawan waktu untuk menyelamatkan dermaga cinta leluhur mereka.

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Ahmad Vicky Nihalani Bisri, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

CH - 32 : Dermaga Masa Depan

Lima tahun telah berlalu sejak perjalanan keluarga kecil Aira dan Raka ke Pantai Marina, dan kini Rinai telah menjadi remaja berusia 18 tahun, seorang gadis yang penuh semangat dan bakat. Dia baru saja lulus SMA dengan nilai gemilang, dan kini sedang mempersiapkan diri untuk masuk universitas, dengan minat besar pada jurusan Sastra dan Seni Visual, menggabungkan bakat menulis dari Aira dan kemampuan menggambar dari Raka.

Banyu, di sisi lain, kini berusia delapan tahun, seorang anak laki-laki yang ceria dan penuh energi, dengan kecintaan besar pada laut dan kapal, sering menghabiskan waktu membuat kapal-kapal kecil dari kayu bersama Raka.

Rumah mereka di daerah Candi kini lebih ramai dengan aktivitas anak-anak yang mulai memiliki dunia mereka sendiri.

Aira, yang kini berusia 40 tahun, masih aktif menulis novel, dengan beberapa karya terbarunya yang menjadi best-seller dan diterjemahkan ke beberapa bahasa. Raka, di usia yang sama, telah menjadi ilustrator terkenal untuk buku anak-anak, sering diundang ke pameran seni dan workshop untuk berbagi pengalamannya.

Meskipun kesibukan mereka bertambah, Aira dan Raka selalu menyempatkan waktu untuk keluarga, menjaga harmoni yang telah mereka bangun selama ini.

Pagi itu, Aira sedang menyiapkan sarapan di dapur, roti panggang dengan telur orak-arik untuk Rinai dan Banyu, serta kopi untuk dirinya dan Raka. Dia mengenakan kaus panjang dan celana panjang, rambutnya yang mulai menunjukkan sedikit uban diikat santai, wajahnya penuh kebahagiaan.

Rinai duduk di meja makan, tangannya memegang laptop, sedang menyelesaikan esai untuk aplikasi universitasnya. Banyu duduk di sampingnya, tangannya memegang kapal kayu kecil yang baru selesai dia buat bersama Raka, matanya berbinar penuh antusias.

“Mama, Rinai udah selesai esai buat aplikasi universitas,” kata Rinai, tersenyum lebar sambil menoleh ke arah Aira.

“Rinai nulis tentang dermaga, tentang cerita Mama sama Papa, dan gimana cerita itu bikin Rinai pengen jadi penulis sama seniman. Mama mau baca?” tanyanya, nadanya penuh harapan.

Aira tersenyum, meletakkan piring sarapan di meja lalu duduk di samping Rinai.

“Tentu, Rinai. Mama seneng banget kamu nulis tentang dermaga itu, cerita itu… cerita itu bener-bener spesial buat kita,” katanya, nadanya penuh kelembutan sambil membaca esai Rinai dengan penuh perhatian.

Banyu berlari kecil ke arah Aira, tangannya memegang kapal kayunya.

“Mama! Banyu sama Papa bikin kapal lagi! Banyu mau bawa ke laut!” serunya, matanya berbinar.

Raka masuk ke dapur, mengenakan kemeja flanel dan celana jeans, wajahnya penuh semangat. Dia baru saja kembali dari pameran seni kecil di pusat kota, dan hari ini dia berencana menghabiskan waktu bersama keluarganya.

“Pagi, Mama, Rinai, sama Banyu,” sapanya, tersenyum lebar.

“Aku denger tadi Banyu bilang mau ke laut?” tanyanya, mengangkat Banyu ke pangkuannya dan mencium pipi kecilnya.

“Pagi, Papa!” seru Rinai, tersenyum sambil melirik Banyu.

“Iya, Banyu bilang dia mau bawa kapalnya ke laut. Papa, kita ke Pantai Marina, ya? Rinai juga mau cari inspirasi buat proyek seni terakhir sebelum kuliah,” katanya, nadanya penuh antusias.

Aira tersenyum, memandang Raka dengan mata penuh cinta.

“Aku setuju, Raka. Aku… aku pikir kita semua butuh waktu bareng di Pantai Marina. Udah lama kita enggak ke sana bertiga… eh, sekarang berempat,” katanya, suaranya lembut sambil tersenyum pada Banyu.

Raka mengangguk, tersenyum lebar.

“Ide bagus, Aira. Aku… aku juga kangen dermaga itu. Kita ke sana aja hari ini, bikin kenangan baru bareng Rinai sama Banyu,” katanya, nadanya penuh nostalgia.

Setelah sarapan, mereka bersiap untuk pergi ke Pantai Marina. Aira membawa tas berisi bekal, sandwich, air mineral, dan camilan untuk anak-anak, serta kamera untuk mengabadikan momen.

Rinai mengenakan kaus dan celana pendek, topi jerami di kepalanya, buku sketsanya di tangan, sementara Banyu mengenakan kaus bertema laut dengan gambar kapal, tangannya memegang kapal kayunya dengan bangga.

Raka, seperti biasa, membawa kameranya, siap mengabadikan setiap momen.Perjalanan ke Pantai Marina terasa penuh tawa. Rinai duduk di kursi depan, bercerita tentang rencananya di universitas, sementara Banyu di kursi belakang bernyanyi kecil tentang “kapal di laut” dengan suara sumbang yang menggemaskan.

Aira dan Raka saling melirik, tersenyum penuh kebahagiaan melihat anak-anak mereka yang begitu ceria.

Sampai di pantai, Banyu langsung berlari kecil ke arah pasir, tangannya memegang kapal kayunya, mulai bermain di pinggir air dengan ombak kecil. Rinai duduk di dekat dermaga, buku sketsanya terbuka di pangkuannya, mulai menggambar pemandangan laut dan dermaga dengan fokus, sesekali menulis catatan kecil untuk proyek seninya.

Aira dan Raka duduk di tikar kecil yang mereka bawa, mengawasi anak-anak mereka sambil menikmati angin laut yang sejuk.

“Raka… aku ngerasa hidup kita penuh dengan dermaga masa depan sekarang,” kata Aira, suaranya lembut sambil memandang Rinai dan Banyu.

“Rinai… dia udah besar, mau masuk universitas, ngejar mimpinya. Banyu… dia penuh semangat, cinta laut kayak kita. Aku… aku seneng banget kita bisa liat mereka tumbuh jadi diri mereka sendiri,” tambahnya, matanya berkaca-kaca karena haru.Raka tersenyum, memeluk pundak Aira dengan lembut.

“Iya, Aira. Rinai sama Banyu… mereka dermaga masa depan kita. Aku… aku bangga banget liat mereka ngejar mimpi mereka, sama seperti kita dulu. Aku… aku pengen kita terus dukung mereka, kayak kita dukung satu sama lain,” katanya, nadanya penuh cinta.

Rinai berjalan ke arah mereka, buku sketsanya di tangan.

“Mama, Papa, Rinai selesai gambar dermaga! Rinai juga nulis puisi kecil di sini, tentang laut yang selalu jadi saksi cinta keluarga kita,” katanya, matanya berbinar sambil menunjukkan gambar dan puisi yang dia buat.

Aira tersenyum lebar, membaca puisi Rinai dengan penuh perhatian.

“Rinai, ini indah banget. Mama… Mama terharu banget kamu nulis tentang keluarga kita. Kamu… kamu bener-bener mewarisi cinta kita ke laut sama dermaga,” katanya, nadanya penuh kebanggaan.

Banyu berlari kecil ke arah mereka, tangannya basah karena bermain air.

“Mama! Papa! Kapal Banyu hanyut! Tapi Banyu seneng!” serunya, tersenyum lebar meskipun kapal kayunya kini hilang di ombak.

Raka tertawa kecil, mengangkat Banyu ke pangkuannya.

“Banyu hebat, ya, main kapal di laut. Nanti Papa bikin kapal baru buat Banyu, ya, biar Banyu bisa main lagi,” katanya, nadanya penuh kelembutan.

Sore itu, mereka kembali ke rumah dengan Rinai dan Banyu yang lelah tapi bahagia. Aira meletakkan Banyu di ranjang kecilnya setelah memandikannya, sementara Rinai duduk di kamarnya, melanjutkan proyek seninya dengan fokus.

Setelah anak-anak tertidur, Aira dan Raka duduk di sofa, menikmati teh hangat sambil mengobrol tentang masa depan mereka.

“Raka… aku ngerasa hidup kita kayak laut yang luas sekarang, penuh dengan dermaga-dermaga kecil yang kita ciptain bareng Rinai sama Banyu,” kata Aira, suaranya lembut sambil bersandar di dada Raka.

Raka tersenyum, memeluk Aira erat.

“Iya, Aira. Rinai sama Banyu… mereka dermaga masa depan kita, tempat kita berlabuh dan bikin kenangan baru. Aku… aku pengen kita terus ciptain cerita indah bareng mereka, bareng keluarga kita. Aku sayang kamu, selamanya,” katanya, nadanya penuh cinta.

Aira tersenyum, memandang gelang di pergelangannya, gelang yang menjadi simbol perjalanan cinta mereka.

“Raka… semua dimulai dari hujan, dari dermaga, dan sekarang kita punya Rinai sama Banyu yang bikin cerita ini makin indah. Aku… aku bersyukur banget bisa bareng kamu,” katanya, suaranya penuh rasa syukur.

Di bawah langit Semarang yang gelap, dengan Rinai dan Banyu tertidur damai di kamar mereka, Aira dan Raka saling berpelukan, merasa bahwa dermaga masa depan yang mereka ciptakan bersama anak-anak mereka adalah cerita cinta terindah yang akan terus mereka tulis, dengan cinta sebagai tinta abadi mereka.

1
Miu Nih.
maasyaa Allaah, kisahnya indah ☺☺
tuan angkasa: terima kasih🙏
total 1 replies
🍁𝐀ⁿᶦ𝐍❣️💋🅂🅄🄼🄰🅁🄽🄸👻ᴸᴷ
siapa itu Rinai? koq kayak merk kom...r yaa thor🙏🏻
🍁𝐀ⁿᶦ𝐍❣️💋🅂🅄🄼🄰🅁🄽🄸👻ᴸᴷ: melodi tuh bagus bt nama
tuan angkasa: wkwkw iya kah? tpi bagus ih
total 4 replies
🍁𝐀ⁿᶦ𝐍❣️💋🅂🅄🄼🄰🅁🄽🄸👻ᴸᴷ
melodi cinta 🤩🤩🤩
🍁𝐀ⁿᶦ𝐍❣️💋🅂🅄🄼🄰🅁🄽🄸👻ᴸᴷ
selamat yaa Aira dn Raka.....samawa
🍁𝐀ⁿᶦ𝐍❣️💋🅂🅄🄼🄰🅁🄽🄸👻ᴸᴷ: siyaapp
tuan angkasa: yu ikuti terus cerita mereka hehe
total 2 replies
🍁𝐀ⁿᶦ𝐍❣️💋🅂🅄🄼🄰🅁🄽🄸👻ᴸᴷ
yesss i do......🥰🥰
🍁𝐀ⁿᶦ𝐍❣️💋🅂🅄🄼🄰🅁🄽🄸👻ᴸᴷ
aamiin
Delbar
aku mampir kak 💪💪💪💪
tuan angkasa: terima kasih kak🙏
total 1 replies
Bee Sa Maa
novelnya bagus, menarik, ceritanya ringan, lucu dan menghibur, lanjutkan thor!
Dante
kok bisa sih, selucuuu ini 🐣
tuan angkasa: bisa dong, kek yang bacanya juga lucu
total 1 replies
Miu Nih.
arg! nusuk banget ini 🥲
tuan angkasa: bener kak😢 semangat yaa
total 1 replies
🍁𝐀ⁿᶦ𝐍❣️💋🅂🅄🄼🄰🅁🄽🄸👻ᴸᴷ
LDRan ceritanya yaa
🍁𝐀ⁿᶦ𝐍❣️💋🅂🅄🄼🄰🅁🄽🄸👻ᴸᴷ: siyaapp
tuan angkasa: hehe, pasti relate nih kakak nanti ngebaca nya dari hari ke hari, tenang aja, kita up setiap pukul 5 sore setiap harinya, stay tuned yaa:)
total 4 replies
🍁𝐀ⁿᶦ𝐍❣️💋🅂🅄🄼🄰🅁🄽🄸👻ᴸᴷ
saling melengkapi....
Miu Nih.
untuk bisa masuk ke dalam cerita gitu emang butuh detail yang 'sangat' ,,tapi beda di novel digital itu emang perlu jalan cerita yang cepat tak tak tak gitu biar langsung ngena pembaca...

padahal niatnya ya itu author bikin cerita yang bisa nyentuh, memaknai setiap paragraf, enggak sekedar cerita dan bikin plot... kamu tahu, aku bikin jalan cerita 3 hari itu menghabiskan 15 bab 🤣🤣
tuan angkasa: wah 3 hari 15 BAB termasuk cepet loh kak
total 1 replies
Miu Nih.
cocok nih raka sama Aira... raka bisa bantu bikin sketsa gitu, nanti bisa jadi komik atau lightnovel 🤗
Miu Nih.
betul, aku juga merasa begitu? menurutmu apa tantangan dalam menulis novel digital gitu?
Miu Nih.
Halo Aira, nama kita sama 🤗
mampir bentar dulu yaa... lanjut nanti sekalian nunggu up 👍

jgn lupa mampir juga di 'aku akan mencintaimu suamiku' 😉
tuan angkasa: hai kak aira, terima kasih sudah mampir, ditunggu kedatangannya kembali😊

baik
total 1 replies
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!