dapat orderan make up tunangan malah berujung dapat tunangan.Diandra Putri Katrina ditarik secara paksa untuk menggantikan Cliennya yang pingsan satu jam sebelum acara dimulai untuk bertunangan dengan Fandi Gentala Dierja, lelaki tampan dengan kulit sawo matang, tinggi 180. Fandi dan Diandra juga punya kisah masa lalu yang cukup lucu namun juga menyakitkan loh? yakin nggak penasaran?
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon gongju-nim, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
032. Jebakan Jodoh
Kamu aneh." Diandra berujar pada Fandi yang sedari tadi tak berhenti tersenyum.
Fandi yang mendengar perkataan Diandra justru semakin tersenyum lebar, bagaimana tidak, Diandra sudah mandi dan berganti baju dengan baju rumahan. Rambutnya dililit dengan handuk wajahnya sangat fresh, Ditambah gadis itu sedang menyiapkan makan siang untuk mereka meski hanya mie instan, Fandi sangat bahagia. 'Simulasi ini mah,' Fandi berujar dalam hati.
"Aku siapin air ya." Ujar Fandi pada Diandra, wanita itu mengangguk setuju.
"Air dingin di kulkas." Beritahu Diandra, matanya masih fokus pada mie instan yang tengah dirinya aduk, sebentar lagi matang.
"Ada kopi nggak?" Fandi bertanya pada Diandra, matanya melirik kabinet di samping Diandra.
"Seharusnya sih ada. Soalnya seminggu yang lalu kakak aku kesini sama suaminya, suaminya ngopi." Ujar Diandra lalu gadis itu mematikan kompor dan membuka laci kabinet di sampingnya dan menemukan sebungkus kopi sachet, "Adanya cuma ini, mau?"
"Boleh deh." Ujar Fandi lalu mengambil gelas untuk meletakan kopi.
Fandi berpindah ke samping Diandra, membuka bungkusan kopi dan menuangkannya kedalam gelas. Diandra sendiri sudah mengambil panci baru untuk menanak air, hanya tinggal menunggu airnya mendidih.
"Kamu ngopi bang?" Tanya Diandra, tangannya sibuk memindahkan Mie instan kedalam mangkok.
"Iya, soalnya dulu kalau pas jaga suka diajakin minum kopi biar melek. Keterusan sampai sekarang, bedanya dulu kopi item tanpa gula. Sekarang udah nggak kuat, jadi kopi sachet gini rasanya lebih bisa diterima lambung." Jelas Fandi pada Diandra.
"Tapi jangan sering-sering juga, nggak sehat." Diandra melirik Fandi yang tampak mengangguk.
"Iya, dua hari sekali aja kok. Kadang tiga kalo sachet begini. Di kantor biasanya pake yang bubuk gitu." Ucap Fandi, matanya memperhatikan air pada panci yang sudah mulai bergelembung pada bagian dasar.
Diandra mengangguk lalu memindahkan mangkok ke meja makan, sudah ada dua gelas air di atas meja, piring juga ada. Fandi semua yang menyiapkan, Diandra lalu meletakkan mangkok keatas tatakan kecil yang sudah Fandi letakan di tengah.
"Mau pake nasi nggak?" Diandra memutar kepalanya memperhatikan punggung Fandi yang masih setia menatap panci.
"Boleh deh." Ucap Fandi, masih tidak menghiraukan sekitar, tatapannya masih tertuju pada air dalam panci.
"Kamu pelototin gitu airnya nggak akan cepat mendidih bang." Ujar Diandra, kepalanya menggeleng heran.
"Takut gosong." Cicit Fandi.
Ucapan Fandi membuat Diandra tertawa kecil, dirinya masih ingat saat Fandi menceritakan pengalamannya pada masa pendidikan polisinya saat memasak air semasa Diandra SMA dulu. Fandi yang tengah memasak air dalam panci karena berniat memasak mie, mendadak dipanggil seniornya. Karena harus bergegas, Fandi sampai lupa mematikan kompor. Alhasil, panci menjadi gosong dan Fandi pun mendapat hukuman berupa lari mengelilingi lapangan sebanyak 20 kali. Untung saja kompornya tidak meledak.
"Nggak ada senior kamu disini," Diandra kembali terkekeh, "Lagian ada aku kok."
Fandi yang mendengar itu tanpa sadar tersenyum lebar. Jantungnya berdegup kencang, wajah bahkan telinganya memerah. Untung saja Diandra berada di belakangnya. Bahkan saat ini otak Fandi sudah memutar rekayasa rumah tangga yang sedang dirinya jalani bersama Diandra. Letupan air pada panci membuyarkan semua imajinasi buatan pada kepala Fandi. Dengan panik tangannya mematikan kompor, dalam otaknya kembali memutar memori kejadian panci gosong.
Keduanya sudah duduk berhadapan di meja makan, menikmati mie instan yang dimasak dengan campuran sayuran dan telur. Diandra juga menambahkan kerupuk sebagai pelengkap, Fandi bahkan sudah menambah lagi nasi ke dalam piringnya, sementara Diandra dirinya hanya makan mie dengan sedikit nasi saja. Perutnya masih belum lapar karena tadi pagi sudah makan banyak. Sementara Fandi sendiri memiliki julukan lubang hitam, karena perutnya tidak akan bisa kenyang. Setiap Fandi makan, makanannya seperti hilang begitu saja dan tidak masuk kedalam perut. Diandra yang suka makan saja kalah jika di adu dengan Fandi.
Tak butuh waktu lama untuk keduanya menghabiskan dua bungkus mie. Fandi berinisiatif untuk mencuci piring, sementara Diandra mengeluarkan buah sisa kakaknya yang masih ada di kulkas, untung saja beberapa masih bisa dimakan. Diandra mengambil apel dan stroberi, lalu Diandra juga mengambil pisau kecil dan piring kecil. Buahnya tidak perlu di cuci lagi karena kakaknya selalu mencuci buah sebelum di simpan kedalam kulkas. Jika tidak di makan sekarang, buahnya akan membusuk dan membuat kulkas menjadi bau.
"Kamu lagi apa?" Fandi melirik Diandra yang tampak mondar mandir kesana kemari.
"Mau kupasin buah, sayang kalo nggak dimakan sekarang." Ujar Diandra, lalu mulai mengupas kulit buah apel.
"Enggak duduk?" Fandi bertanya dengan heran karena Diandra malah berdiri di sudut meja makan padahal ada kursi.
"Enakan berdiri." Ujar Diandra.
Tidak ada yang salah dengan perkataannya Diandra sebenarnya, namun pikiran Fandi malah melenceng kemana mana. Fandi menggelengkan kepalanya, berduaan didalam apartemen kedap suara seperti membuat setan lebih mudah menggoda.