roni, seorang pemuda tampan dari desa terpencil memutuskan untuk merantau ke kota besar demi melanjutkan pendidikannya.
dengan semangat dan tekat yang kuat iya menjelajahi kota yang sama sekali asing baginya untuk mencari tempat tinggal yang sesuai. setelah berbagai usaha dia menemukan sebuah kos sederhana yang di kelola oleh seorang janda muda.
sang pemilik kos seorang wanita penuh pesona dengan keanggunan yang memancar, dia mulai tertarik terhadap roni dari pesona dan keramahan alaminya, kehidupan di kos itupun lebih dari sekedar rutinitas, ketika hubungan mereka perlahan berkembang di luar batasan antara pemilik dan penyewa.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Aak ganz, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
32
Waktu roni begitu fokus membaca sebuah catatan milik miya, dia terus mencoba memahami semuanya agar tidak ketinggalan pelajaran terlalu jauh, tiba-tiba tangan miya mulai nakal, awalnya miya menaruh tangannya di pundak roni, tapi lama kelamaan kebawah sampai menyentuh sesuatu yang sedari tadi tidur.
"Miya apa yang kamu lakukan, aku sedang belajar, lepaskan tanganmu!," pinta roni kepada miya yang sudah mulai nakal tangannya pada benda roni yang sudah mulai beraksi.
"Aku menginginkannya roni, semalam aku tertidur jadi sekarang aku tidak mau melewatkannya," ucap miya sedikitpun tidak peduli mereka saat ini di ruang tamu jadi siapa saja bisa melihat mereka tak terkecuali pembantu di sana.
"Miya sepertinya sudah sangat larut aku harus pulang," kata roni, tapi miya justru mendorong tubuh roni, membuat roni berbaring di sofa.
Miya langsung menelusuri leher roni dengan ciuman halusnya.
"Miya lepaskan, kamu lupa kalo kita lagi di ruang tamu, kalo ada yang melihat bagaimana?," ucap roni sambil terus mendorong tubuh miya, tapi miya berpegangan erat di tubuh roni, dia tidak mau lepas.
"Kalo kamu tidak mau aku memulainya disini, gendong aku ke kamar sekarang!," bisik miya sambil mengecup leher roni hingga meninggalkan jejak merah.
"Baiklah kalo kamu tidak mau," ujar miya, sambil membuka bajunya, tapi sebelum miya berhasil membuka bajunya roni langsung menutupnya kembali.
"Baiklah, kita ke kamar jadi tolong tahan dulu," kata roni sambil mengangkat tubuh miya.
Roni melepas tubuh miya di atas tepat tidur lalu dia melepas pakaiannya, miya yang melihat itu sangat senang, tapi waktu roni hendak menindihnya dia berkata.
"Tunggu sebentar roni aku haus aku mau mengambil air minum sebentar," katanya, sambil merapikan bajunya dan keluar dari kamar.
Miya pergi ke dapur untuk memgambil air putih, dia mengisi air putih dengan sebuah cangkir, lalu mengeluarkan sesuatu yang di bungkus sasetan.
"Maaf roni, aku harus memberimu obat ini, aku juga akan meminumnya, aku sudah lama merindukan hentakan pinggulmu, jadi malam ini aku mau permainan yang panjang," gumamnya sambil menuangkan obat di dalam saset yang dia keluarkan tadi,
Setelah meminumnya setengah dia lalu menambahkan airnya lalu dia bawa untuk di berikan kepada roni.
Miya kembali ke kamar dan meletakkan air di dalam gelas itu.
"Roni aku mau ketoilet sebentar, kamu tunggu ya, oya ini air putih aku tahu kamu juga haus," katanya lalu keluar kembali, dia sengaja menunggu roni meminumnya dulu dan obat itu bereaksi dulu lalu dia kembali masuk.
Di dalam toilet miya melepas pakaiannya, dia lalu menyalakan sowet air dan membasuh tubuhnya disana, dia membuat tubuhnya benar-benar wangi.
Beberapa detik kemudian, miya merasakan reaksi obat perangsang itu bereaksi di dalam tubuhnya, "reaksi ini benar-benar membuatku tidak tahan," gumamnya lalu meraih handuk dan melilitkannya di tubunya.
Setelah itu dia kembali ke kamar, karena dia merasa kalo roni pasti juga sudah merasakan reaksinya, dan benar saja waktu miya membuka pintu kamarnya dan masuk, dia melihat roni duduk di atas tempat tidur dengan wajah memerah seperti menahan sesuatu.
"Kenapa kamu begitu lama miya, apa sebenarnya yang kau campuri di dalam air minum tadi?," tanya roni, karena menyadari kalo tubuhnya terasa panas sekali setelah meminum air yang di berikan oleh miya tadi.
"Menurutmu?," jawab miya sambil melepas handuk yang melilit di tubuhnya, memperlihatkan tubuh mulus dan seksinya, roni di buat semakin tidak tahan melihat tubuh mulus miya, dengan dada yang bergelantungan.
Sudah di berikan obat perangsang, sekarang di tambah dengan pemandangan indah di depannya membuat roni bangkit, sambil melepas pakaiannya roni berjalan ke arah miya yang menunggu untuk di sentuh.
Roni menarik tubuh miya mendekat ke tubuhnya lalu dia langsung melumat bibir miya dengan gangannya mulai nakal menelusuri semua bagian tubuh miya tidak terkecuali dadanya.
"Roni tidak usah terburu-buru," bisik miya, sambil menikmati sentuhan tamgan roni pada tubuhnya.
"Bukan kah ini yang kau inginkan miya," ujar roni, sambil mengangkat kaki kanan miya, lalu dia menyentuh benda besar miliknya yang sudah tidak tahan inhin memasuki sarang nya. Lalu roni hentakkan cukup keras membuat miya memejamkan mata merasakannya.
Roni sudah mulai kehilangan kesadarannya, dia di kuasai oleh gairahnya, dia menghentakkan pinggulnya dengan sagat cepat, tidak peduli apakah miya menerimanya atau tidak. Dan kenyataannya miya justru sangat menikmatinya, dia sampai memejamkan matanya sambil menggigit bibir bawahnya.
"Aku suka ini rono, terus lebih cepat lagi yah...ah...," bisiknya sambil mendesah menikmati gerakan roni yang semakin di percepat.
Keringat mulai bercucuran di tubuh mereka, tapi tidak ada tanda-tanda lelah pada wajah roni, dia terus bergerak cepat, bahkan posisi mereka yang tadinya berdiri sekarang audah berada di atas tempat tidur, roni beberapa kali membolak balik tubuh miya, bahkan miya juga sudah beberapa kali mencapai puncaknya, roni tidak peduli dia terus menghantamnya dengan keras sampai-sampai seprai tempat tidur mereka mulai basah kuyup oleh keringat dan juga cairan kenikmatan milik miya yang terus mengalir.
Beberapa jam kemudian miya tiba-tiba merasa menyesal menaruh obat peransang kepada roni sebab roni sampai sekarang terus bergerak cepat tanpa ada tanda-tanda kalo dia sudah lelah atau berhenti, sedangkan miya sudah merasa tubuhnya mulai lemas karena terus di bolak-balik oleh roni, desahan miya yang tadinya menggema di dalam ruangan itu seketika menghilang karena dia sudah tidak bisa menahan permainan roni yang terus bergerak cepat tanpa merasa pegal di pinggangnya.
Miya beberapa kali pingsan di buat roni, di saat miya tersadar kesekian kalinya di situlah miya berpikir yang aneh-aneh kalo dia pasti akan mati sebentar lagi karena dia sangat lelah, bokong dan juga pinggangnya sudah sangat pegal.
"Roni kau sebenarnya manusia atau robot, kenapa kau sampai sekarang belum merasa lelah," kata miya tapi suaranya tidak bisa keluar atau terdengar oleh roni, dan dia pun kembali pingsan. Sampai sekitar setengah 4 pagi baru lah roni berhenti dan mencapai puncaknya, dia lemas dan tertidur menimpa tubuh miya.
Mereka tertidur pulas saat itu juga dengan tempat tidur yang begitu acak-acakan, dengan penih cairan yang membasahi seprai, bukan hanya seprai tapi juga lantai, karena roni membawa tubuh miya kesana kemari sampai lampu di meja saja sampai terjatuh dan pecah, malam yang begitu panas dan menggairahkan, semua itu karena perbuatan miya sendiri, padahal tanpa obat perangsang roni sudah cukup membuatnya merasakan kenikmatan sekarang malah di tambah dengan obat terangsang yang membuatnya hampir mati menyeimbangi kekuatan roni dalam berhubungan intim.
***
Keesokan harinya, sekitar jam 11 siang, Roni terbangun. Saat membuka matanya, ia begitu terkejut dengan keadaan sekitarnya yang begitu berantakan.
"Astaga, kenapa bisa sekacau ini? Apakah aku terlalu berlebihan semalam? Ah... aku sampai tidak mengingatnya," gumamnya sambil memegangi kepalanya yang masih terasa pusing.
Ingin rasanya ia kembali tidur, tapi saat melihat jam di atas dinding kamar Miya yang sudah menunjukkan pukul 11, ia terkejut.
"Astaga, sudah siang! Bukankah hari ini ada jadwal pelajaran?" katanya sambil segera bangkit.
Ia melihat Miya masih tertidur pulas dengan keadaan tubuh tanpa pakaian.
Roni segera mengambil selimut dan menutupi tubuh Miya, lalu meraih pakaiannya dan mengenakannya kembali.
"Malam yang panjang," katanya, lalu keluar dari kamar. Awalnya, ia ingin segera pulang, tapi saat mencium bau tubuhnya yang sedikit amis karena cairan semalam yang masih membekas di tubuhnya, ia memutuskan untuk mandi terlebih dahulu.
Di dalam kamar mandi, Roni bercermin dan melihat dirinya di cermin begitu acak-acakan, dengan banyak tanda merah di leher dan juga wajahnya.
"Astaga, sampai begini wajahku! Banyak sekali jejak merah. Bagaimana aku membawa diri ke kampus kalau seperti ini?" gumamnya.
Ia mencoba menghilangkannya dengan membasuh wajahnya, tapi tanda merah itu tidak juga bisa hilang. Ia pun memutuskan untuk mandi dengan sangat bersih. Namun, saat ia selesai dan kembali bercermin, tanda merah itu masih belum hilang.
Saat bingung harus menghilangkannya dengan cara apa, tanpa sengaja ia melihat sebuah bedak yang biasa digunakan Miya setelah mandi. Roni pun mencoba menggunakannya. Awalnya, tanda merah itu masih belum tertutup, tapi setelah memakai bedak cukup tebal, akhirnya berhasil. Untungnya, kulit Roni juga putih, jadi tidak akan terlihat jelas jika ia memakai bedak yang begitu tebal.
"Sial... wajahku terasa berat memakainya," gumamnya. Tapi ia tidak punya pilihan lain. Setelah merasa tanda merah sudah tertutupi, ia pun keluar dari kamar mandi. Untung saja ia tidak langsung pulang. Kalau saja ia langsung pulang, pasti semua orang yang ditemuinya di jalan akan melihatnya seperti orang gila yang habis dipermalukan, saking acak-acakannya penampilannya tadi.
Di ruang tamu, Tuan Bram sedang duduk di sofa sambil membaca koran.
"Kamu sudah bangun?" tanya Tuan Bram.
Roni yang tidak melihat Tuan Bram duduk di sana langsung terkejut mendengar sapaan darinya.
"Ah... iya, Om," jawabnya dengan sedikit terkejut.
"Sepertinya kalian semalam belajar sampai larut, sampai membuatmu bangun kesiangan. Bik... buatkan sarapan," kata Tuan Bram sambil memanggil pembantunya untuk membuatkan sarapan untuk Roni.
"Tidak usah, Om, karena aku ingin langsung pulang. Ada jam kuliah soalnya," kata Roni.
"Begitu ya? Apa Miya sudah bangun? Dia kan satu jurusan denganmu, kenapa tidak jalan bareng?" ucap Tuan Bram.
"Semalam Miya bilang kalau hari ini dia libur, makanya semalam mau begadang belajar dengan saya. Kalau saya sih kuat, Om, kalau soal begadang, walaupun ada jam kuliah," kata Roni berbohong. Ia tahu bahwa Miya pasti masih kecapekan karena pertempuran semalam. Ia saja yang laki-laki merasa pegal sekali di tubuhnya, tapi karena fisiknya kuat, ia bisa menyembunyikannya.
"Oh... begitu ya. Baiklah, kamu hati-hati di jalan. Oh iya, mulai besok kamu mulai ke perusahaan bersama saya," kata Tuan Bram.
"Baiklah, Om. Saya pergi dulu," pamit Roni.
Roni pun pergi. Di kosnya, ia hanya sebentar untuk mengganti pakaian dan menyiapkan perlengkapan kuliah, lalu langsung berangkat. Untuk sarapan, ia hanya membeli roti di warung dan memakannya di atas motor. Begitulah dirinya, karena tidak ingin terlambat dan ketinggalan mata pelajaran hari ini.
Sesampainya di kampus, dosen dan teman-temannya sangat senang melihat Roni bisa masuk kembali dan bergabung bersama mereka. Mereka menyambutnya dengan penuh kegembiraan.
Saat Roni mencari kursi tempat duduknya yang biasa, ia terkejut karena sudah ada yang menempatinya. Setelah diamati, ternyata itu adalah Jack.
"Minggir, itu tempat dudukku," kata Roni.
Namun, Jack justru dengan sombongnya menaikkan kakinya ke meja sambil berkata, "Siapa kamu, pemuda miskin, berani mengusirku?"
"Aku bilang minggir! Itu tempat dudukku!" kata Roni kembali meminta Jack pergi.
"Kalau aku tidak mau, bagaimana?" ujar Jack.
Saat itu juga, Roni langsung melayangkan pukulan ke arah hidung Jack dengan cukup keras, membuat Jack merasa pusing dan terjatuh ke belakang.
Roni mengambil kursinya dan membiarkan Jack terbaring di lantai sambil memegangi hidungnya.
Saat ini, Roni merasa ngantuk dan pegal, jadi ia tidak ingin banyak berbicara dengan orang yang tidak penting seperti Jack. Makanya, ia langsung memukulnya.
"Maaf, Pak. Dia merebut tempat dudukku," ucap Roni kepada dosen yang berdiri di depan, melihatnya memukul Jack tadi.
Yang membuat dosen itu berdiri mematung bukan karena terkejut atau marah dengan keributan yang dibuat Jack dan Roni, tapi karena Roni baru saja memukuli Jack hingga tidak bisa melawan. Setahunya, tidak ada yang berani menyinggung Jack di kampus ini.
Jack bangkit sambil mengusap darah di hidungnya. Ia merasa sangat malu saat ini karena banyak mahasiswa yang melihat dirinya dipermalukan.
"Kalau ingin membuat keributan atau balas dendam, tunggu kelas selesai. Aku akan meladenimu. Sekarang duduklah dan obati hidungmu," ujar Roni tanpa menoleh ke arah Jack.
Jack semakin kesal, tapi ia tidak berani berulah lagi karena saat ini hidungnya begitu perih. Akhirnya, ia duduk di kursi kosong tidak jauh dari Roni.
Jack tidak menyangka bahwa Roni berani langsung main tangan, tidak seperti biasanya. Itulah yang membuatnya tidak siap menerima pukulan Roni sampai mengenai wajahnya tadi.
"Awas... aku akan membalas setelah kelas," gumamnya.
Setelah kegaduhan kecil tadi selesai, dosen pun kembali melanjutkan pembelajaran.
Setelah kelas selesai, Roni keluar dari kelas. Ia masih merasa sedikit pegal di tubuhnya. Awalnya, ia memutuskan untuk langsung pulang, tapi akhirnya memilih ke kantin untuk mengisi perutnya. Baru saja ia melangkah beberapa langkah, ia melihat Jack dan gengnya datang menghadangnya.
Roni yang menyadari hal itu sedikit pun tidak merasa takut, walaupun Jack dan beberapa teman-temannya membawa senjata berupa pemukul bisbol. Roni hanya tersenyum melihat mereka.
"Jack... apakah kau yakin bisa menyakitiku dengan mengandalkan teman-temanmu? Aku tahu kau pandai bertarung, tapi ingatlah bahwa kau bukanlah tandinganku," ujar Roni.
"Baiklah, sekarang buktikanlah! Kau akan merasakan pembalasanku karena berani mempermalukanku di depan banyak orang di kelas!" balas Jack dengan penuh amarah.
Saat itu, Roni kembali teringat bahwa Jack sebelumnya bukan sekelas atau satu jurusan dengannya. Lalu, mengapa sekarang ia malah menemukan Jack berada di kelas yang sama dengannya dan juga Miya?
"Sebentar... bukankah kau mengambil jurusan teknik? Kenapa kau berada di kelas ekonomi?" tanya Roni curiga.
"Itu bukan urusanmu!" jawab Jack, lalu menyuruh teman-temannya menyerang Roni.
Melihat mereka segera menyerang, Roni melirik sebuah sapu di sampingnya, lalu meraihnya dan menggunakannya untuk melawan mereka. Jumlah mereka enam orang dan mereka mengepung Roni dari segala arah.
"Habisi dia!" perintah Jack, dan mereka mulai mengayunkan pemukul bisbol ke arah Roni.
Namun, seperti yang dikatakan Roni tadi, mereka bukan tandingannya. Dengan mudah, ia menahan pukulan mereka, bahkan memukul wajah mereka menggunakan pegangan sapu yang digunakannya sebagai senjata.
"Ah..." Roni tiba-tiba merasakan pinggangnya sakit sekali hingga ia terduduk. Padahal, ia baru saja berhasil memukul mundur mereka.
Ia menyentuh pinggangnya yang memang baru sembuh dan kini terasa sakit kembali. Bukan karena terkena pukulan dalam perkelahian ini, tapi karena kejadian melelahkan bersama Miya semalam yang membuat rasa sakitnya kambuh.
Melihat Roni terduduk kesakitan, Jack langsung memanfaatkan momen itu untuk menyerangnya. Jack mengayunkan pemukul bisbol dengan keras, tapi Roni masih sempat menangkisnya dengan tangan. Sayangnya, senjata yang digunakan Jack adalah pemukul bisbol besi, sehingga benturan itu membuat tangan Roni terasa sakit.
"Sekarang mati lah kau, Roni!" teriak Jack sambil kembali mengayunkan pemukul bisbol besinya ke arah kepala Roni.
Roni ingin sekali bangkit untuk menghindar, tapi rasa sakit di pinggangnya membuatnya tidak bisa berdiri. Jack pun mengayunkan senjatanya tepat ke arah kepala Roni. Namun, tiba-tiba...