Di atas bukit di tengah hutan, lebih kurang lima kilo meter jarak nya dari kampung.Terdengar sayup-sayup untaian suara yang berbunyi melantun kan seperti mantra jika di lihat dari dekat, ternyata dua orang pemuda berumur tujuh belas tahun paling tinggi, dihadapan orang itu tergeletak sebuah foto dan lengkap dengan nasi kuning serta lilin dan kemenyan.
Sesekali mengepul asap kemenyan yang dia bakar dari korek api, untuk mengasapi sebuah benda yang dia genggam di tangan kanan.
Jika di perhatikan dari dekat sebuah benda dari jeruk purut yang telah di keringkan, di lubang dua buah untuk memasukan benang tujuh warna.
Menurut perkataan cerita para orang-orang tua terdahulu, ini yang di namakan Gasing Jeruk Purut, keganasan nya hampir sama dengan gasing tengkorak tapi gasing jeruk purut hanya satu kegunaan nya saja, tidak sama dengan gasing tengkorak,
Gasing tengkorak bisa di gunakan menurut kehendak pemakai nya dan memiliki berbagai mantra pesuruh.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon MAHLEILI YUYI, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab 32. Luna
Lengah, mereka memagari negeri mereka dengan bermacam jimat dan ramuan kuno, dan para ahli seni bela diri dan para pemuda setiap malam meronda mengelilingi kampung selama berbulan-bulan, hingga terror itu hilang.
Tapi setelah dua puluh tahun setelah kejadian itu, hadir lagi seorang laki-laki yang tidak bisa di lukai oleh senjata apa pun, tidak mati di tenggelamkan ke dalam air, dan tidak binasa oleh api, yang bergelar Datuk Tak Bertuhan, itu panggilan oleh anak buah nya, rambut nya di capit dengan ranting.
Kulit nya seperti kena sakit kusta serta sampar dan berair, wajahnya penuh kurap dengan aura gelap, rambut nya panjang yang selalu di lingkar kan ke pinggang nya.
"Ayo... Kita cari jalan ke Negeri kalimuntiang, hendak menuju Negeri Hulu." Ucap Buji.
"Aku tak sanggup lagi berjalan, aku sudah sangat lemah". Jawab Osak.
"Aku tidak sanggup mendukung mu, tapi bagaimana cara nya, kita harus keluar dari daerah kutukan ini". Ucap Buji.
"Sial... Mana jaringan tidak ada lagi!". Ucap Osak. Sambil menggoyang-goyang kan ponsel nya.
Karena jika di lihat dari tubuh, emang Osak berbadan kekar dan tegap, tidak seperti Buji yang bertubuh kecil kerempeng kurus.
"Aku tidak sanggup lagi berjalan, terserah kamu, jika kamu mau pulang, pulang saja sendiri, aku tidak sanggup lagi". Ucap Osak.
"Ah... aku takut sendirian pulang sebab aku tidak tahu arah hutan ini, jika kita tidur disini, aku tidak mau tidur di tanah, aku tidur di atas pohon saja, kamu saja di sini". Ucap Buji.
"Terserah kamu, aku sudah tidak memiliki kekuatan lagi untuk berjalan". Ucap Osak, mereka berdua mencari pohon yang lumayan besar.
Lalu Osak bersandar di antara akar-akar pohon itu, dan mematahkan ranting serta pucuk-pucuk kayu di sekitar nya, yang bisa dia raih lalu dia timbuni tubuh nya dari patahan kayu itu dan serta menimbun ni badan nya dari daun-daun kayu kering, yang pertama untuk melindungi nya dari nyamuk.
Dan Buji takut di tanah, sebab Osak berbau darah akan mengundang binatang buas, apa lagi daerah mereka sekarang hutan kutukan, menurut cerita, jiwa Palasik dan Tambun Jati jadi Nindian, tidak seutuh nya mati.
Lalu Buji memanjat pohon tempat bersandar nya Osak, karena badan nya kecil apa lagi dia sering mencuri buah kelapa, untuk membuat gulai dan kenduri dari hasil ayam yang mereka curi.
Di saat mata Osak mulai ngantuk, mungkin kira-kira jam setengah tiga atau jam tiga malam, mata nya kembali terbelalak, dengan secepat kilat dia kembali tersadar, sehingga dia dengan sigap menutup mulut nya, dengan ketakutan yang luar biasa, sehingga tubuh nya bergetar dan berkeringat dingin, seakan kepala nya tidak terasa lagi oleh menahan ketakutan, sehingga luka di betis nya tidak dia rasa kan lagi, karena tidak berapa langkah dari hadapan nya, dengan di terangi cahaya bulan yang belum tenggelam, Osak melihat sesosok mahluk seperti bayangan, hitam kurus tinggi tampa menginjak tanah.
Di balik timbunan dedaunan, kedua mata Osak memperhatikan mahluk yang tidak berapa langkah itu dari hadapan nya, rambut mahluk itu panjang, onggokan ujung rambut nya hampir mencapai pinggang dan masih adalah lagi rambut nya yang panggul di tangan nya, seperti memanggul ijuk, dan masih panjang lagi ujung rambut itu terurai hingga jauh di belakang mahluk itu.
Mahluk itu terus melihat ke atas pohon, di mana Buji tidur, dengan mengikat kan tubuh nya dengan jaket ke sebuah dahan, juga mengikat kan tubuh nya dengan ikat pinggang.
Tidak lama mahluk itu mengangkat telunjuk nya, tapi seperti orang menunjuk ke arah belakang, terus Osak memperhatikan mahluk itu dengan seksama, Osak lihat ternyata mahluk itu kepala nya terbalik, hadapan mahluk itu tidak seperti manusia, tapi hadapan wajah mahluk itu ke arah punggung, pantasan mahluk itu menunjuk seperti orang menunjuk ke arah belakang.
Ketakutan Osak makin memuncak melihat bentuk dan rupa mahluk itu, lalu mahluk itu mengarah kan telunjuknya ke atas pohon, tidak lama Osak mendengar kan tetes demi tetesan, dengan bau amis darah yang pekat, makin lama tetesan itu makin kencang seperti embun, dan membasahi dedaunan yang menutup tubuh Osak.
Ternyata yang mengguyur Osak benar-benar darah, Osak dengan sekuat tenaga menahan ketakutan dengan sangat dahsyat, tidak lama setelah itu, seperti benda-benda yang jatuh, ada selebar empat jari, dan ada selebar daun dan juga selebar ibu jari, dan terus menimpa Osak, dengan kedinginan menahan takut, Osak melihat benda-benda yang jatuh itu, ialah daging-daging seperti di kelupas kan, terus benda itu berjatuhan, dan kemudian di susul oleh tulang-belulang yang jatuh menimpa Osak, tulang yang masih baru, dan terakhir pakaian dan jam tangan.
"Ini... In... Ini pakaian Buji dan jam tangan nya, apa yang terjadi pada Buji". Ucap Osak sangat ketakutan.
"Pluk...!". Yang terakhir terjatuh, tengkorak kepala manusia, sehingga menimpa Osak, lalu Osak tidak sadarkan diri lagi, pingsan karena menahan ketakutan.
*******
Ternyata teman mereka yang berempat lagi, lebih beruntung, sebab jalan lari mereka, tepat ke dalam negeri, setelah tiba dalam negeri, mereka langsung menuju di mana biasa nya mereka berkumpul, ternyata teman-teman yang lain, belum kembali.
"Ingat kejadian ini harus kita rahasiakan. Aku yakin Olen telah mati". Ucap Ero, sambil berjalan mondar mandir di hadapan ke tiga wanita yang sedang menangis itu, dan juga mereka penuh luka gores dan pakaian mereka sobek-sobek akibat berlari seperti babi buta tadi.
"Luna dan Erim serta Osak dan Buji ke mana lari nya?". Tanya pacar Ero pada nya.
"Terakhir ku lihat cahaya senter ponsel mereka kearah hutan gunung togua, kemungkinan mereka lari menuju sungai Galodo Itam". Jawab Ero, terus menatap keluar jendela.
Tidak lama ayam berkokok saling bersahutan, para wanita tadi mereka hanya membersih kan luka-luka mereka.
"Ingat... Sebelum kita mendapat berita yang pasti, kita tidak boleh keluar dari tempat ini". Ucap Ero lagi, para wanita itu mengangguk menyetujui.
Pagi hari nya, saat orang-orang berangkat ke masjid hendak melakukan Sholat Subuh, mereka melihat seorang wanita tergeletak di tepi jalan.
"Eh... ini kan luna, yang bekerja di rumah makan Riya itu". Ucap satu orang warga.
"Ya... Tapi kok tubuh nya luka-luka, apa dia habis di gigit anjing?". Tanya Angku ustad.
"Itu sudah resiko Angku Ustad, jika menjadi cewek liar itu". Ucap satu ibu-ibu muda.
"Tidak boleh seperti itu, ayo bawa dia ke rumah