Jhonatan Wijaya, seorang Kapten TNI yang dikenal kaku dan dingin, menyimpan rahasia tentang cinta pandangan pertamanya. Sembilan tahun lalu, ia bertemu dengan seorang gadis di sebuah acara Akmil dan langsung jatuh cinta, namun kehilangan jejaknya. Pencariannya selama bertahun-tahun sia-sia, dan ia pasrah.
Hidup Jhonatan kembali bergejolak saat ia bertemu kembali dengan gadis itu di rumah sahabatnya, Alvino Alfarisi, di sebuah batalyon di Jakarta. Gadis itu adalah Aresa, sepupu Alvino, seorang ahli telemetri dengan bayaran puluhan miliar yang kini ingin membangun bisnis kafe. Aresa, yang sama sekali tidak mengenal Jhonatan, terkejut dengan tatapan intensnya dan berusaha menghindar.
Jhonatan, yang telah menemukan takdirnya, tidak menyerah. Ia menggunakan dalih bisnis kafe untuk mendekati Aresa. Ketegangan memuncak saat mereka bertemu kembali. Aresa yang profesional dan dingin, berhadapan dengan Jhonatan yang tenang namun penuh dominasi. Dan kisah mereka berlanjut secara tak terduga
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon keipouloe, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab 29
Di tengah perjalanan, canda tawa mereka terdengar jelas. Mereka tidak lagi membahas berita sampah itu, tetapi mulai bercerita tentang hal-hal random.
"Kapten tahu nggak," ujar Aresa, suaranya sedikit meninggi melawan angin. "Dulu saat saya di pesantren, saya pernah dapat hukuman paling pahit seumur hidup."
"Kenapa? Kamu kabur?" tanya Jhonatan, geli.
"Bukan!" balas Aresa. "Saya dihukum disuruh makan daun pepaya mentah satu lembar karena nggak hafal nadzom (hafalan pelajaran). Ya Tuhan, pahitnya masih terasa sampai sekarang!"
Jhonatan tertawa terbahak-bahak, tawa yang tulus dan menggelegar. "Serius, Res? Ahli telemetri yang kerja di perusahaan Internasional pernah dihukum makan daun pepaya mentah?"
"Serius! Saya bilang ke pengurus, saya janji akan lebih rajin menghafal kalau hukumannya ganti makan kerupuk. Mana ada yang mau," balas Aresa, ikut tertawa. "Tapi gara-gara itu, hafalan saya setelahnya lancar terus. Trauma pahit."
Jhonatan terhanyut. Mereka tertawa dan berbincang seperti pasangan kekasih asli yang sedang berbagi kenangan masa lalu yang konyol dan personal. Jhonatan benar-benar melupakan semua beban. Mereka tertawa bersama sepanjang perjalanan.
****
Mereka tiba di pusat kuliner dekat alun-alun kota. Tempat itu ramai dengan gerobak dan tawa pengunjung. Jhonatan memarkir motornya dan menggandeng tangan Aresa menuju gerobak martabak yang ramai.
"Mau martabak rasa apa, Res?" tanya Jhonatan.
"Cokelat keju, Kapten! Itu harus, nggak ada tawar-menawar," jawab Aresa, matanya berbinar seperti anak kecil. "Pokoknya yang paling tebal kejunya."
Jhonatan tersenyum dan memesan. Setelah beberapa saat, martabak pesanan mereka selesai dibungkus.
Jhonatan menyodorkan selembar uang seratus ribu rupiah kepada pedagang. "Berapa, Pak?"
"Sepuluh ribu, Mas," jawab pedagang itu ramah sambil menyodorkan kembalian sembilan puluh ribu.
Jhonatan terkejut. Ia menganga kecil. Di Jakarta, martabak dengan porsi dan topping seperti ini, bahkan di pinggir jalan, pasti berharga minimal tiga hingga lima kali lipat.
"Sepuluh ribu?" ulang Jhonatan, memastikan.
Aresa menyikutnya pelan. "Iya, Kapten. Sepuluh ribu. Makanya saya bilang mau martabak. Ini harga paling terjangkau. Jangan kaget gitu ah, nanti ketahuan orang kaya," bisik Aresa, menahan tawa.
Jhonatan menggelengkan kepalanya, terhibur dan tercengang. "Baik, martabak termurah yang pernah saya beli. Martabak bersejarah. Ayo kita makan sambil lihat suasana malam di alun-alun."
Mereka duduk di pendopo alun-alun, berbagi martabak hangat. Jhonatan mengambil sepotong, merasakan rasa cokelat keju yang manis dan asin beradu di mulutnya. Ia menatap Aresa yang tampak bahagia sekali. Ia menyadari, kebahagiaan ternyata bisa dibeli dengan sepuluh ribu rupiah.
Jhonatan menyodorkan martabak yang sudah ia gigit ke Aresa, ia mengira Aresa akan menolak ternyata dugaannya salah. Aresa membuka mulutnya, tanpa sungkan memakan martabak yang sudah Jhonatan gigit sebelumnya.
Aresa rak tinggal diam, ia juga menyodorkan sepotong martabak lagi pada Jhonatan. "Enak kan, Kapten?"
"Enak sekali," jawab Jhonatan, menatap Aresa. "Lebih enak daripada dinner mahal di Paris."
"Gombal," balas Aresa, terkekeh. "Oh ya, soal pacar kamu. Jangan terlalu dipikirkan. Dia pasti akan muncul. Dia mungkin perlu waktu."
"Sejak kapan dia menghilang?" tanya Jhonatan, tidak bisa menahan rasa ingin tahu.
"Sejak saya pulang ke Indonesia. dia tiba-tiba hilang kontak. Mungkin karena dia sibuk di sana," jelas Aresa. "Dia pembalap reli, dan dia butuh fokus penuh untuk balapan. Saya mengerti kok."
Aresa mencoba tampak tegar, tetapi Jhonatan bisa melihat ada kekhawatiran yang tersembunyi di matanya. Jhonatan merasa aneh. Bagaimana mungkin seorang pacar bisa menghilang tanpa kabar selama satu minggu lebih, bahkan di tengah hubungan yang serius? Jhonatan akan menyelidiki pria itu, bukan karena cemburu, melainkan karena naluri protektifnya.
"Setelah martabak ini habis," kata Jhonatan, berdiri. "Kita keliling kota. Saya janji, malam ini tidak ada lagi masalah. Hanya kamu, saya, dan sepuluh ribu rupiah kebahagiaan."
Aresa tersenyum lebar. Ia berdiri, melingkarkan tangannya di lengan Jhonatan, dan mereka berjalan meninggalkan pusat kuliner itu. Di bawah langit Banjarnegara, sandiwara romantis mereka telah berubah menjadi kencan yang sangat nyata.
****
Aresa melingkarkan tangannya di pinggang Jhonatan dan menyandarkan helmnya di punggung pria itu. Mereka tidak langsung pulang, melainkan berkeliling sebentar, menikmati sejuknya malam Banjarnegara di atas motor matic tua itu.
Sepanjang perjalanan, tawa Aresa dan Jhonatan terdengar nyaring melawan suara mesin motor yang sederhana. Jhonatan melupakan kode etik, melupakan perwira kaku yang selama ini ia mainkan. Ia hanya menikmati momen nyata ini.
Aresa bercerita tentang insiden lucu saat ia merusak sistem telemetri karena salah coding di Italia, sementara Jhonatan membalas dengan kisah konyol saat ia harus berlari mengitari barak karena terlambat apel. Mereka bukan lagi dua orang yang bersandiwara; mereka adalah pasangan kekasih sejati yang menemukan kenyamanan dan kecocokan dalam hal-hal kecil dan konyol.
Jhonatan merasakan tangan Aresa semakin erat memeluknya. Ia tahu, sandiwara ini telah berubah menjadi sesuatu yang serius dan tak terduga.
****
Saat Jhonatan berhenti di lampu merah, ia merasakan ponselnya di saku jaket bergetar. Ia memegang tangan Aresa sebentar, lalu dengan cepat mengeluarkan ponselnya dan melihat pesan dari Bison.
Bison: Target sudah diamankan bos. Situasi terkendali. Target tidak akan mengganggu, dan kami tidak akan bertindak sampai ada perintah.
Jhonatan menarik napas lega, namun juga terasa pahit. Kebahagiaan dan tawa Aresa malam ini adalah hasil dari tindakan ekstrem dan gelapnya. Ia harus menyembunyikan sisi ini rapat-rapat. Ia mengantongi ponselnya kembali, lalu memutar motornya ke arah rumah Adnan.
****
Ketika motor matic itu akhirnya berhenti di depan rumah Adnan, suasana sudah benar-benar gelap dan sepi. Hanya lampu teras yang menyala redup.
Jhonatan mematikan mesin, keheningan segera menyelimuti mereka. Ia melirik jam di pergelangan tangannya. Sudah sangat larut malam. Mereka telah melewati batas yang dijanjikan.
Aresa turun, wajahnya masih diwarnai sisa tawa. Namun, ia menyadari kegelapan di rumah itu.
"Kapten," bisik Aresa, menatap Jhonatan dengan rasa bersalah. "Kita pulang... terlalu larut ya."
Jhonatan mengangguk. "Ya, Res. Terlalu larut."
Mereka berjalan pelan menuju pintu utama. Konsekuensi dari kencan yang terlalu menyenangkan ini akan menanti mereka besok pagi dalam bentuk 'sidang' dari seluruh keluarga.
Jhonatan membuka pintu dan berbisik pada Aresa, "Tidur nyenyak, safe harbor. Siapkan mental untuk interogasi besok."
Aresa tersenyum kecil. "Kamu juga, Kapten. Terima kasih untuk martabak sepuluh ribu yang bersejarah."
Meskipun takut akan omelan keluarga, keduanya memasuki rumah dengan hati yang jauh lebih tenang. Di tengah fitnah dan ancaman, mereka telah menemukan kedamaian dan kebahagiaan yang tak terduga. Komitmen Jhonatan pada Aresa kini lebih dalam daripada sandiwara.
yu kak saling sapa mampir beri dukungN ke karyaku juga