NovelToon NovelToon
Mahar Untuk Nyawa Ibu

Mahar Untuk Nyawa Ibu

Status: sedang berlangsung
Genre:CEO / Nikah Kontrak / Beda Usia / Romansa
Popularitas:3.2k
Nilai: 5
Nama Author: Asmabila

Raina tak pernah membayangkan bahwa mahar pernikahannya adalah uang operasi untuk menyelamatkan ibunya.

Begitupun dengan Aditya pun tak pernah bermimpi akan menikahi anak pembantu demi memenuhi keinginan nenek kesayangannya yang sudah tua dan mulai sakit-sakitan.

Dua orang asing di di paksa terikat janji suci karena keadaan.


Tapi mungkinkah cinta tumbuh dari luka, bukan dari rasa????

Tak ada cinta.Tak ada restu. Hanya diam dan luka yang menyatukan. Hingga mereka sadar, kadang yang tak kita pilih adalah takdir terbaik yang di siapkan semesta.

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Asmabila, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

Chapter 30

Malam telah turun sepenuhnya saat Larasati membuka pintu apartemennya.

Langit Jakarta berwarna kelabu tua, diselingi kilat samar di kejauhan. Di luar, deru kendaraan masih samar terdengar, tapi di dalam, hanya ada sunyi yang menggantung di udara.

Ia masuk dengan langkah cepat dan kasar, lalu membanting pintu di belakangnya.

BRUK!

Suara pintu memantul di dinding beton, menyatu dengan gejolak di dadanya. Tumit sepatunya berdetak keras di lantai marmer apartemen yang dingin. Ia melempar tas ke sofa tanpa peduli isinya, lalu berjalan lurus menuju kamar, seolah ingin membuang seluruh emosi ke balik pintu itu.

“Gila! Gila! Gila!” desisnya pelan tapi penuh bara.

Lampu-lampu kota memantul redup dari jendela, menciptakan bayangan panjang di dalam kamar yang remang. Larasati menyalakan lampu meja rias dengan sentakan jari, lalu menatap dirinya sendiri di cermin besar di hadapannya.

Wajah cantik itu tampak letih, namun amarah membuat sorot matanya tajam dan menusuk.

“Dimana hebatnya gadis kampung itu?” ucapnya dengan nada mencemooh.

“Apa hebatnya Raina? Gadis kampung yang bahkan tak tahu cara berdandan, tak tahu cara bicara di depan klien?”

Nafasnya memburu.

“Aku lebih dari dia. Lebih segalanya.”

Tangannya terangkat, lalu—

BRAK.

Satu hentakan keras menyapu seluruh alat make-up dari meja rias. Botol kaca pecah, lipstik menggelinding, kuas berserakan, dan marmer putih kini dipenuhi serpihan warna dan kaca.

Larasati berdiri mematung, dadanya naik turun.

Tatapannya kembali menancap ke cermin. Tapi kini ada kebingungan di balik amarahnya—dan luka.

Tatapan itu…

Tatapan tiga bulan lalu, ketika Aditya menggenggam tangannya di rumah sakit, masih membekas di ingatannya. Tatapan hangat, lembut… seolah Larasati adalah satu-satunya hal yang penting di dunia ini.

Sekarang?

Yang ia dapat hanyalah pandangan kosong. Datar. Profesional.

"Dia bahkan tak menatapku seperti itu lagi," bisiknya getir.

Seolah cinta itu sudah benar-benar pergi… Di bawa gadis kampung bernama Raina.

Dan malam semakin larut, menggiring banyak orang ke dalam tidur yang nyenyak.

Namun bagi sebagian lainnya, justru malam adalah ruang yang paling jujur untuk berdialog dengan sepi—tempat di mana suara hati terdengar paling lantang.

Di tempat yang berbeda,Frida terbangun tanpa sebab yang jelas. Tidurnya yang semula tenang berubah gelisah, seperti ada yang menariknya dari alam mimpi kembali ke dunia nyata.

Ia duduk perlahan di ranjang, napasnya pelan namun dalam.

Sekelabat wajah seseorang melintas di kepalanya.

Asisten Dika.

Bukan siapa-siapa. Hanya seseorang yang kebetulan sering ia temui belakangan ini—karena Ia merupakan asisten dari suami Raina_sahabatnya..

Tapi Frida ingat semuanya.

Wajahnya yang tajam, senyum tipis yang hampir tak pernah diberikan pada siapa pun, dan suara dingin penuh kontrol yang begitu khas.

Bahkan wangi parfumnya—maskulin, tidak mencolok tapi membekas. Frida masih bisa membayangkannya dengan jelas.

Ia bangkit perlahan dari tempat tidur, berjalan mendekati jendela, dan menyingkap tirai kamarnya.

Di luar, rintik hujan turun pelan. Menyentuh kaca jendela dan menyisakan irama syahdu yang mengiringi keheningan.

Frida bersandar di sisi jendela, memandang jauh ke luar, seakan mencari jawaban pada gelapnya malam.

“Apa iya…?” gumamnya nyaris tak terdengar.

“Perasaan seperti ini yang sering diceritakan Raina dan teman-teman lainnya? Yang mereka sebut… jatuh cinta?”

Ada jeda di antara kalimat dan pikiran-pikiran yang tak terucap.

Ia menatap refleksi samar wajahnya di kaca.

Perasaan ini begitu asing… tapi juga begitu hangat. Membingungkan, namun sulit dihindari.

Dan malam—seperti biasa—tak memberi jawaban. Hanya menyisakan diam yang makin dalam.

...****************...

Keesokan paginya,mentari pagi menyembul perlahan dari balik langit yang masih kelabu sisa hujan semalam. Udara terasa lebih segar, membawa aroma tanah basah dan sisa embun yang menempel di dedaunan kota. Lalu lintas belum terlalu padat, hanya deru kendaraan sesekali melintas memecah keheningan pagi.

Di tengah suasana itu, dua sahabat bertemu di sebuah sudut kota.

Raina dan Frida bertemu di suatu tempat. Keduanya berjalan ceria seperti tak ada beban menuju mall terdekat.

Langkah mereka ringan, diselingi tawa kecil dan percakapan ringan seputar hal-hal remeh—entah soal tren fashion terbaru atau kejadian lucu di kantor minggu lalu.

Setelah beberapa saat berjalan-jalan di lorong mall yang mulai dipenuhi pengunjung, Frida akhirnya membuka percakapan. Suaranya ringan, diselingi tawa kecil yang menggoda.

“Eh, btw… gimana kabar hubungan kamu sama suami?” tanyanya sambil menyenggol pelan lengan Raina. “Kayaknya sekarang makin sweet ya?”

Raina langsung tertawa kecil, lalu menggeleng sambil menarik napas panjang. “Yah, begitulah. Kadang romantis, kadang juga melankolis. Tapi sejauh ini sih, hubungan kami paling baik dari sebelumnya,” ujarnya, wajahnya terlihat cerah seolah sedang membayangkan sosok suaminya yang tampan.

Frida mengangguk-angguk sok serius. “Syukurlah. Aku ikut senang mendengarnya. Semoga kalian terus bahagia sampai akhir hayat.”

Raina meliriknya sambil tersenyum. “Duh, bisa bijak juga ternyata dirimu ,” ujarnya sambil tertawa.

Frida mengangkat dagunya bangga. “Bisa dong! Soal rayu- ngerayu Aku juaranya.”

“Hem... sudah kuduga dari awal,” Raina menjawab dengan ekspresi geleng-geleng kepala, seolah sudah terbiasa dengan kepercayaan diri sahabatnya itu.

“Hehe... satu paket sama skincare glowing-ku, jangan lupa ya,” goda Frida sambil mengedipkan mata.

Raina tertawa lebar. “Aman! Pokoknya hari ini semuanya aku traktir. Makan, minum, belanja, semua!”

Raina masih tertawa saat menarik Frida memasuki sebuah butik mungil yang memajang tas-tas berwarna pastel di etalasenya. Tapi Frida menghentikan langkah, lalu mengangkat tangan seolah menolak perlakuan istimewa.

“Ah, tidak perlu repot-repot,” katanya dengan tawa kecil, namun matanya tulus. “Aku bisa merasa seperti penjahat nanti, tahu nggak? Merampok dompet sahabat sendiri.”

Raina mendesah dramatis, menatap Frida dengan tatapan sok kecewa. “Yah, padahal aku udah siap jadi korban hari ini.”

Langkah Raina tiba-tiba terhenti di depan sebuah toko sepatu. Tangannya refleks meraih pergelangan Frida, menarik sahabatnya ke balik rak display besar yang menutupi sebagian pandangan dari lorong utama.

“Ada apa sih?” tanya Frida setengah berbisik, tapi Raina hanya mengangkat telunjuk ke bibir, memberi isyarat agar diam.

Dari balik sela-sela rak, Raina mengintip—dan matanya langsung membelalak. Rombongan selebriti terkenal sedang berjalan mendekat, dikerubungi asisten, manajer, dan beberapa pengawal pribadi.

Tapi yang membuat napas Raina tercekat bukanlah keramaian itu. Melainkan sosok perempuan di tengah rombongan, Larasati. Model internasional dengan penampilan glamor dan aura bintang yang selalu berhasil mencuri perhatian media.

"Gawat... Untung pelakor itu nggak lihat aku berdiri di antara rak barang diskon," Raina membatin kesal. "Kalau iya, pasti dia bakal cari celah buat mempermalukanku."

Namun, yang membuat Raina makin tak tenang adalah saat matanya menangkap sosok lain di rombongan itu—Aditya berjalan tak jauh dari Larasati, tampak tenang, meski wajah Aditya terlihat datar.

Wartawan yang sudah menunggu langsung bergerak cepat, memotret dan menodongkan mikrofon sambil melempar berbagai pertanyaan. Suasana menjadi riuh, penuh kilatan lampu kamera dan suara tanya-jawab yang terdengar tajam.

Raina menarik napas kasar, tubuhnya menegang.

Berbeda dengannya, Frida justru tampak antusias. Matanya membesar seperti anak kecil melihat artis pujaannya.

“Astaga, itu Larasati! Aku cuma perlu satu tanda tangan, plis…” bisiknya, nyaris melangkah keluar dari tempat persembunyian.

“Stttt…!” Raina segera menariknya kembali. Hampir saja Frida membuat mereka terlihat.

Frida mengerucutkan bibir, kecewa. “Yah, padahal kesempatan langka banget.”

Raina hanya menggeleng, masih waspada.

Baru ketika rombongan selebriti itu sudah berlalu dan kerumunan wartawan mulai membubarkan diri, keduanya pelan-pelan keluar dari balik rak. Frida masih sempat menoleh ke belakang, berharap bisa melihat Larasati sekali lagi. Sementara Raina... lebih memilih tak melihat sama sekali.

1
☠⏤͟͟͞R𝕸y💞𒈒⃟ʟʙᴄHIAT🙏
suamimu mulai jth cnt raina
Asma Salsabila: Terimakasih sudah mau mampir di karya receh saya, jangan lupa tinggalkan Like, comen& vote yah 🤗
total 1 replies
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!