Elina adalah seorang pengacara muda handal. Di usianya yang terbilang masih muda, dia sudah berhasil menyelesaikan banyak kasus penting di karirnya yang baru seumur jagung.
Demi dedikasinya sebagai seorang pengacara yang membela kebenaran, tak jarang wanita itu menghadapi bahaya ketika menyingkap sebuah kasus.
Namun kehidupan percintaannya tidak berbanding lurus dengan karirnya. Wanita itu cukup sulit melabuhkan hati pada dua pria yang mendekatinya. Seorang Jaksa muda dan juga mentor sekaligus atasannya di kantor.
Siapakah yang menjadi pilihan hati Elina?
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Ichageul, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Kencan Tak Resmi
Sudah dua hari ini Elina menemui korban pelecehan seksual Yasa, namun tidak ada satu pun yang mau menjadi saksi untuk melawan Yasa. Mereka terlalu takut dengan kekuasaan Yasa. Elina berusaha sekuat tenaga untuk membujuk mereka, namun tidak membuahkan hasil. Mereka memilih menerima nasib dan menjalani hidup seperti biasa walau sulit. Terutama bagi Hera dan Dania. Mereka masih terlalu muda, dan jelas terlihat kalau keduanya depresi dengan kejadian yang menimpa.
Elina menyandarkan punggungnya ke kursi kerjanya. Wajahnya terlihat frustrasi. Baru kali ini dia menemui jalan buntu dalam kasusnya. Banyak saksi sudah ditemukan olehnya namun tidak ada satu pun yang bersedia membuka mulutnya. Batas waktu yang diberikan Manaf untuk pertemuan mereka sudah semakin mendekat.
Elina tersentak dari lamunannya ketika mendengar suara ketukan di pintu. Mata wanita itu langsung terarah ke pintu. Seorang pria berjalan mendekati meja kerjanya. Elina menegakkan tubuhnya, menyambut kedatangan pria itu.
“Sekarang sudah jam tujuh malam, kenapa belum pulang?” tanya Zahran sambil melihat jam di pergelangan tangannya.
“Pekerjaan ku belum selesai,” jawab Elina lemas.
“Pekerjaan apa?”
Zahran melihat ke meja Elina. Hanya ada tumpukan kertas. Laptop wanita itu juga mati. Tidak ada tanda-tanda kalau dia masih bekerja.
“Ayo temani aku makan.”
“Aku tidak lapar.”
“Aku tahu kamu sedang menangani kasus penting. Kamu butuh energi untuk menyelesaikan kasus.”
“Bang Fathir yang kasih tahu?”
“Yap. Makanya aku ke sini untuk menjemputmu. Aku sudah bilang padanya untuk membawa mobilmu pulang. Kamu pulang bersamaku.”
“Oke, tapi langsung antarkan aku pulang.”
“No.. kamu harus makan.”
“Aku tidak lapar dan tidak ada selera makan.”
“Aku akan membuatmu kelaparan. Ayo.”
Karena Zahran terus membujuk, Elina pun akhirnya mengalah. Wanita itu mengambil tasnya lalu keluar dari ruangan bersama Zahran. Di luar ruangan, mereka berpapasan dengan Gerald yang juga akan pulang.
“Kamu belum pulang, El?” tanya Gerald.
“Belum. Kalau aku tidak menjemputnya, mungkin dia akan tidur di sini. Tidak masalah kalau aku yang mengantarnya pulang?”
“Silakan. Tapi beri dia makan dulu. Aku yakin dia belum makan.”
“Dengar? Atasan mu juga menyuruhmu makan.”
Elina hanya melemparkan senyum kecil. Zahran segera menggandeng tangan Elina. Pria itu menautkan jari jemari mereka dan Elina membiarkannya. Gerald memandangi tangan Elina dan Zahran yang saling menaut satu sama lain. Ada perasaan cemburu menjalarinya. Namun pria itu tidak bisa berbuat apa-apa. Elina masih belum menjadi milik siapa-siapa. Dia bebas bertemu dan berjalan dengan siapa pun itu.
Sesampainya di tempat parkir, Zahran membukakan pintu untuk Elina. Pria itu dengan cepat memutari bodi mobil lalu menjalankan kendaraan roda empat tersebut. Dia melajukan kendaraan menuju The Ocean Mall.
“Kenapa kita ke sini? Abang mau ngajak aku makan di sini?” tanya Elina ketika mobil yang ditumpanginya berhenti di parkiran basement mall.
“Aku mau mengajak mu ke tempat lain dulu. Aku yakin setelah dari sana, kamu akan meminta makan.”
“Kemana?” tanya Elina bingung.
Tidak ada jawaban dari Zahran. Pria itu meraih tangan Elina lalu menariknya masuk ke dalam Mall. Suasana di dalam mall masih cukup ramai walau sudah malam. Zahran membawa Elina menuju lantai teratas pusat perbelanjaan ini. Kemudian pria itu memasuki area bermain. Bunyi mesin permainan langsung memasuki indra pendengaran Elina.
“Kita main dulu di sini. Kamu mau main apa?”
“Hunting zombie.”
“Oke.”
Lebih dulu Zahran membeli kartu permainan. Kemudian dia mengajak Elina menuju mesin permainan virtual reality yang menyuguhkan permainan berburu zombie. Zahran menggesek kartu pada kedua mesin. Mereka akan bermain secara tandem. Setelah terdengar aba-aba, keduanya mulai memasuki permainan. Beberapa kali terdengar teriakan Elina meminta bantuan Zahran karena para zombie hampir menangkapnya.
Setelah sepuluh menit berjalan, permainan mereka usai. Zahran mengajak Elina memainkan permainan lain. Wanita itu terlihat begitu menikmati waktunya. Sekarang mereka berada di permainan whack a mole. Terdapat beberapa lubang yang nantinya akan muncul kepala buaya. Tugas Elina memukul buaya-buaya tersebut tepat waktu agar bisa menghasilkan banyak tiket.
Selesai bermain whack a mole, Zahran mengajak Elina bermain Social Bowling. Di sini pemain seperti bermain bowling biasa, namun panjang lintasannya hanya setengah dari lintasan yang sebenarnya. Wajah Elina nampak cemberut karena gelindingan bolanya tidak bisa menjatuhkan semua bowling pin. Berbeda dengan Zahra yang bisa menjatuhkan semua bowling pin dengan sempurna.
“Jangan cemberut, dong. Ayo kita main yang lain aja. Kalau main basket gimana?”
“Boleh,” jawab Elina bersemangat.
Kembali Zahran mengajak Elina bertanding. Untuk permainan basket, keduanya bisa saling mengalahkan. Sudah empat putaran mereka bermain dan Elina sudah kelelahan. Zahran pun mengakhiri permainan.
“Kita main mesin capit, gimana?”
“Boleh.. boleh.”
Zahran menggandeng tangan Elina, membawanya ke salah satu mesin capit. Elina mencoba lebih dulu. Sudah empat kali dia mencoba, namun tidak bisa mendapatkan satu pun boneka. Bibirnya sudah maju beberapa senti dan membuat Zahran gemas melihatnya. Pria itu sekarang mencoba untuk bermain. Di percobaan pertama dan kedua, pria itu menemui kegagalan. Namun di percobaan ketiga, dia berhasil mendapatkan boneka bentuk bebek. Elina bersorak senang. Wanita itu menerima boneka pemberian Zahran dengan wajah sumringah.
“Apa sekarang kamu sudah lapar?”
“Iya, aku lapar,” Elina mengusap perutnya. Energinya cukup banyak terkuras di area bermain ini.
Malas mencari tempat makan lain, Zahran mengajak Elina makan di café yang ada di mall ini. Mereka menuju lantai lima, di mana terdapat banyak café di sana.
“Kamu mau makan apa?”
“Nasi goreng. Aku butuh nasi,” jawab Elina sambil tertawa.
Zahran mengangkat tangannya memanggil pelayan. Pria itu memesan nasi goreng untuk Elina sementara untuk dirinya memesan pasta. Sambil menunggu pesanan selesai, keduanya berbincang ringan.
“Aku punya tebakan buat kamu.”
“Apa?”
“Tukang, tukang apa yang paling nekad?”
“Aku ngga bisa mikir. Tukang apa sih?”
“Tukang gas. Di jalanan turun, tetap aja bilang gas.. gas..”
“Hahaha.. gaje banget sih.”
“Tukang apa yang kurang kerjaan?”
“Tukang jualan yang ngga ada pembelinya.”
“Salah, tukang yang kurang kerjaan tuh tukang nasi goreng.”
“Kok tukang nasi goreng?”
“Iyalah kurang kerjaan. Nasi udah mateng masih digoreng.”
“Hahaha.. nyebelin banget sih teka-tekinya.”
Sekali lagi Elina tak bisa menahan tawanya mendengar teka-teki aneh yang diberikan Zahran. Untuk beberapa saat Zahran terpaku melihat senyum cantik Elina. Wajah wanita itu yang semula kusut, kini sudah kembali ceria. Tak lama kemudian pesanan mereka datang. Elina langsung menyantap makanannya dengan lahap.
“Pelan-pelan makannya, El. Ngga akan ada yang ambil punya kamu kok.”
Zahran mengambil sebutir nasi yang menempel di sudut bibir Elina. Hal tersebut sukses membuat wajah Elina merona. Wanita itu meneruskan kembali makannya.
“Apa kamu sedang menangani kasus penting?”
“Ya. Kasus pelecehan seksual. Aku sudah menemukan banyak saksi, tapi mereka tidak mau membuka suaranya. Mereka terlalu takut.”
“Apa kamu takut kalah?”
“Aku bukan takut kalah. Aku hanya takut orang itu bebas dan akan ada perempuan lain yang menjadi korbannya.”
“Kalau begitu katakan itu pada para saksi itu.”
“Sudah, tapi mereka tetap tidak bersedia bersaksi.”
“Apa lawanmu orang yang kuat?”
“Begitulah. Bagaimana dengan Abang? Aku dengar Abang menangani kasus penting.”
“Begitulah. Aku punya setumpuk bukti dan saksi yang kuat. Tapi aku tidak yakin Hakim akan menjatuhkan hukuman yang sepadan.”
“Kenapa begitu?”
“Kamu tahu sendiri. Kita hidup di negeri Konoha, hahaha..”
Tawa Zahran terdengar sumbang. Zahran adalah Jaksa yang mengambil spesialisasi kasus korupsi. Sudah banyak kasus korupsi yang ditangani olehnya. Tapi setiap dia menangani kasus korupsi yang menyeret pejabat atau petinggi partai besar, maka hukuman yang dijatuhkan tidak sesuai dengan tuntutan yang diajukan. Terkadang dia sempat merasa putus asa dan ingin berhenti dari pekerjaannya. Namun keluarganya terus menyemangati.
Semua keluarga Zahran bekerja di bidang hukum. Ayahnya adalah seorang Hakim, Ibunya seorang Jaksa dan Kakak laki-lakinya bekerja sebagai pengacara di salah satu firma hukum besar di Australia. Menjadi seorang Jaksa sudah menjadi cita-citanya sejak kecil dan akhirnya dia berhasil mewujudkannya. Namun setelah menjalaninya, terkadang dirinya dilanda frustrasi.
“Aku yakin Abang pasti bisa. Walau hasilnya tidak sesuai harapan kita, setidaknya kita sudah berjuang.”
“Ya, kamu benar. Kamu juga jangan menyerah. Pasti ada jalannya kamu bisa meyakinkan para saksi itu untuk bersaksi.”
“Aamiin.”
Senyum tercetak di wajah Elina. Sambil menghabiskan makannya, keduanya terus berbincang. Zahran melihat sesuatu yang berbeda dari Elina kali ini, entah apa. Pria itu meraih tangan Elina lalu menggenggamnya erat. Tidak ada penolakan dari Elina.
“El.. apa kamu sudah punya jawaban untukku?”
“Beri aku sedikit waktu lagi, Bang. Aku sedang meyakinkan hatiku.”
“Oke. Aku akan menunggu jawabanmu.”
Sebuah senyuman tercetak di wajah Zahran. Hal berbeda yang ditangkapnya dari Elina kali ini memberikan perasaan positif padanya. Semoga saja wanita itu menerima lamarannya.
***
“El, kamu diminta ke ruangan Pak Damian.”
Baru saja Elina menjejakkan kakinya di lantai tiga, sekretaris Damian sudah memanggilnya. Tanpa masuk ke ruang kerjanya, Elina lebih dulu menuju ruangan Damian. Ruang kerja pria itu berada di lantai empat. Setelah mengetuk pintu, Elina langsung masuk. Nampak Gerald sudah berada di sana.
“Bagaimana kasus yang kamu kerjakan?” tanya Damian tanpa basa-basi.
“Masih dalam progress.”
“Beberapa klien kita menemuiku dan menanyakan soal kasus itu.”
“Apa hubungannya dengan klien kita?”
“Sepertinya Yasa menghubungi beberapa klien kita dan mencoba menghasut untuk memboikot kasus ini. Mereka mengancam akan pindah ke firma hukum lain kalau kamu masih menangani kasus ini.”
“Lalu, apa Bapak mau melepaskan kasus ini? Maaf, aku tidak bisa. Aku sudah menemukan banyak saksi dan aku akan menyelesaikan kasus ini.”
“Aku tidak mau menghentikan mu. Aku mau kamu memenangkan kasus ini bagaimana pun caranya. Kamu bisa?”
“Bi.. bisa.”
Walau tidak begitu yakin dengan jawabannya, namun Elina berusaha tetap optimis. Damian nampak puas dengan jawaban bawahannya. Dia mempersilakan Elina kembali ke ruangannya. Gerald pun ikut berdiri dan keluar dari ruangan.
“El.. ke ruanganku sekarang.”
Tanpa ada bantahan, Elina mengikuti Gerald ke ruangannya. Ruangan pria itu berada di lantai yang sama dengan Damian. Begitu masuk ke ruangannya, Gerald langsung mendaratkan bokongnya di kursi kerjanya. Elina menarik kursi di depan meja kerja pia itu.
“Apa saksi yang kamu temukan mau bersaksi?” tanya Gerald to the point.
“Belum. Tapi aku janji akan terus berusaha membujuk mereka.”
“Sepertinya kamu kesulitan menangani kasus ini. Aku akan mengirim seseorang untuk membantumu.”
“Siapa?”
“Gita.”
***
Nah loh disuruh kerja bareng Gita. Kira² El mau ngga?
aku yakin Gita suka sama Gerald , tapi sayangnya Gerald suka sama Elina . dan pada akhirnya nanti Elina malah mendukung Gita dengan Gerald .
pikiranku terlalu jauh gak sih , tapi namanya juga nebak , bener sukur , kalau salah ya udah berarti gak sesuai dengan ide cerita kak othor . jadi nikmati aja ya El......
lanjut terus kak semangat moga sehat slalu 😍😍😍
tapi nabila ikutin alurnya mak author deh
sedangkan sama Zahran , Zahran bisa mengimbangi Elina biar kata Zahran menuruti elina tapi dia bisa membujuk Elina dan mengarahkan insyaallah bahagia terus kalau sama Zahran..
E..tapi kok aq lebih sreg EL sam bang Ge ya 🤭🤭🤭
Ya walaupun duda sih, kan skrg Duda semakin didepan 🤣🤣🤣
Tapi aq manut aja apa yg ditulis kak icha.,
Siapa tw dgn kasus ini akhrnya El sama Gita bisa jadi bestie ye kan....
Trys gita jadian sama zahran 🤣🤣🤣