menceritakan tentang seorang wanita yang terlahir lagi menjadi seorang mafia untuk membalaskan dendam
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon ridwan jujun, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Siuman
Paginya.
𝘉𝘙𝘈𝘈𝘒!
"LIANA!"
Semua yang ada di ruangan terkejut hingga terbangun karena mendengar suara teriakan seseorang.
"Apa yang terjadi pada Liana?!" panik yang lain.
Ternyata Kevin datang berlari dan mendekat pada Putrinya. Tunggu, dari mana Kevin tahu tempat ini? Jauh pula dari Mansion mereka.
"Putri ku!" tangis Kevin.
Mereka melihat seorang pria memeluk Liana, ah rupanya Kevin, mereka kira terjadi sesuatu pada Liana. Tapi bagaimana bisa Kevin datang ke sini?
"Arion?" Kenzo melihat Arion berdiri tak jauh darinya.
Arion pasti yang membawa Kevin datang ke sini. Pantas saja saat ia telpon Arion selalu bilang ‘ia akan segara datang’ tapi sampai larut malam lebih tepatnya setelah selesai makan pun Arion tidak juga pulang.
Sekarang Arion kembali pagi-pagi bersama Kevin, artinya kemarin Arion kembali ke Mansion.
"Jadi semalam kau kembali?" tanya Kenzo.
Arion hanya melirik sebagai memberikan respon.
"Maafkan Ayah, Ayah tidak tahu kalau kau menelpon Ayah untuk meminta bantuan. Tapi ponsel Ayah rusak lagi karena Ayah tak sengaja menjatuhkan ponsel ke lantai sampai pecah, maafin Ayah!" tangis Kevin yang terus meminta maaf.
"Ayah tahu kalau Ayah adalah Ayah terburuk, gara-gara Ayah kau jadi sakit parah begini! Maafin Ayah!"
Mereka tidak melakukan apa pun, biarkan saja Kevin menangis dan menyalahkan dirinya sendiri karena mereka juga merasakan hal yang sama seperti Kevin.
Arion sudah menceritakan semua pada Kevin saat dalam perjalanan agar saat sampai Kevin tidak banyak bertanya kepada yang lain, Arion juga mengerti bagaimana perasaan teman-temannya.
Ia tidak mau di ruangan Liana yang tenang menjadi ribut hanya karena Kevin yang banyak bertanya saat yang lain belum meredakan emosi. Mereka hanya bisa menunggu Liana sadar ntah sampai kapan mereka akan menunggu yang jelas mereka terus ada di sisi Liana.
-
-
-
2 minggu kemudian.
Semua pekerjaan Yohan harus datang ke rumah sakit Jay karena mereka tidak mau meninggalkan Liana, meskipun tak hanya 1/2 orang yang berjaga hanya saja mereka bersih keras untuk tidak akan keluar dari ruangan.
Pekerjaan mereka mulai kembali normal seperti biasa, menumpuk. Sebenarnya memang merepotkan Yohan karena harus bolak-balik cuma meminta tanda tangan saja, tapi apa haknya mengatur mereka? Dia hanya bawahan, cuma bisa menurut perintah.
Keadaan Liana juga terlihat membaik tidak sekurus waktu lalu bahkan terlibat sedikit gemukan, namun tetap belum sadar juga. Mungkin karena Liana hanya terbaring dan mengandalkan obat-obatan sehingga berat badan Liana naik. Terkadang mereka gemas melihat pipi Liana mengembang, jauh lebih baik dari sebelumnya.
Mereka juga sering mengajak Liana bercerita sebagai penyemangat karena Jay yang memerintahkan Carlos waktu itu, jadi mereka melakukannya layaknya mengobrol dengan Liana. Bedanya, Liana tidak menyahut.
Masalah kuliah Liana, Arion sudah mengurusnya dan memberikan surat keterangan dari dokter jadi di izinkan selama Liana sembuh total.
Edgar menahan kepalanya di kasur sembari menatap Liana yang menutup mata, ia terus salah fokus pada pipi Liana yang mengembang. Ia ingin sekali menggigit pipi seperti bakpao, Edgar menekan-nekan pipi Liana.
“𝘊𝘦𝘱𝘢𝘵𝘭𝘢𝘩 𝘣𝘢𝘯𝘨𝘶𝘯, 𝘢𝘱𝘢 𝘬𝘢𝘶 𝘵𝘪𝘥𝘢𝘬 𝘵𝘢𝘩𝘶 𝘴𝘦𝘭𝘢𝘮𝘢 𝘬𝘢𝘶 𝘨𝘦𝘮𝘶𝘬𝘢𝘯 𝘨𝘪𝘯𝘪 𝘢𝘬𝘶 𝘵𝘦𝘳𝘶𝘴 𝘮𝘦𝘯𝘢𝘩𝘢𝘯 𝘶𝘯𝘵𝘶𝘬 𝘵𝘪𝘥𝘢𝘬 𝘮𝘦𝘯𝘨𝘨𝘪𝘨𝘪𝘵𝘮𝘶?! 𝘒𝘢𝘶 𝘴𝘦𝘭𝘢𝘭𝘶 𝘴𝘢𝘫𝘢 𝘣𝘦𝘨𝘪𝘯𝘪, 𝘴𝘶𝘬𝘢 𝘮𝘦𝘮𝘣𝘶𝘢𝘵 𝘰𝘳𝘢𝘯𝘨 𝘮𝘦𝘯𝘢𝘩𝘢𝘯 𝘯𝘢𝘧𝘴𝘷!” batin Edgar.
-
-
Beberapa hari kemudian.
Kevin sedang membersihkan tangan Liana dengan kain basah, ini adalah rutinitas yang ia lakukan setiap hari terkadang yang lain juga melakukan hal yang sama.
Sedangkan Arion dan yang lain sedang melakukan rapat namun ruangannya tetap di ruangan Liana, mereka sedang fokus membicarakan hal yang penting.
"Nah, sekarang Putri Ayah dah wangi," senyum Kevin menaruh kain pada mangkuk yang berisi air hangat.
Tiba-tiba Liana membuka mata namun Kevin belum mengetahuinya karena Kevin sedang membereskan meja nakas yang berantakan.
"Hah~"
Liana menghembuskan nafas kecil pada penutup selang oksigen, Kevin yang mendengar itu menoleh lalu terkejut.
"Liana?!"
Suara Kevin terdengar oleh Arion dan yang lain sehingga Arion yang sedang berbicara terhenti, mereka semua langsung menoleh ke arah Kevin.
"Apa yang terjadi?!" tanya Arion.
"Putri ku sadar!"
Mereka membulatkan mata kemudian langsung menghampiri Liana.
"Aku akan menghubungi Jay!" Arion menghubungi Jay.
"Liana, apa kau baik-baik saja? Ada yang sakit?!" tanya Revan.
Namun Liana tidak menjawab, bahkan melirik mereka saja tidak. Tatapan Liana menatap langit-langit ruangan, mereka saling menatap bingung kenapa Liana tidak merespon?
Lalu tibalah Jay, "Maaf, saya akan memeriksanya dahulu!"
Revan bergeser memberi ruang untuk Jay, Dokter itu memeriksa keadaan Liana dan dengan sabar mereka menunggu Jay selesai memeriksa.
"Keadaannya sudah membaik, hanya saja otot-ototnya kaku karena ia terus terbaring selama masa kritisnya," Jay.
"Jadi, bagaimana caranya agar dia beraktivitas seperti biasa?" tanya Lucas.
"Kalian harus membantunya terapi, seperti tangan. Lakukan saja hal-hal yang kecil secara perlahan," Jay memegang tangan Liana.
"Apa yang kau lakukan?!" lirik Carlos.
"Carlos, Jay sedang membantu Liana terapi! Kendalikan dirimu!" lirik Kenzo.
Jay perlahan mengangkat tangan Liana.
"Nona, anda bisa mendengar saya? Bisakah anda gerakan jari anda? Perlahan-lahan saja," kata Jay pada Liana.
Lirikan mata Liana mengarah pada Jay, Jay tersenyum dan mengangguk untuk menyemangati Liana. Jari-jari Liana mulai bergerak hanya beberapa detik.
"Bagus, lakukan lagi sampai jari anda merasa lemas kembali,"
“𝘒𝘦𝘯𝘢𝘱𝘢 𝘢𝘬𝘶 𝘵𝘪𝘥𝘢𝘬 𝘣𝘪𝘴𝘢 𝘣𝘦𝘳𝘣𝘪𝘤𝘢𝘳𝘢? 𝘈𝘩 𝘵𝘪𝘥𝘢𝘬, 𝘴𝘦𝘱𝘦𝘳𝘵𝘪𝘯𝘺𝘢 𝘢𝘬𝘶 𝘵𝘪𝘥𝘢𝘬 𝘬𝘶𝘢𝘵 𝘶𝘯𝘵𝘶𝘬 𝘣𝘦𝘳𝘣𝘪𝘤𝘢𝘳𝘢. 𝘉𝘦𝘳𝘢𝘱𝘢 𝘭𝘢𝘮𝘢 𝘢𝘬𝘶 𝘵𝘦𝘳𝘣𝘢𝘳𝘪𝘯𝘨 𝘴𝘢𝘮𝘱𝘢𝘪 𝘴𝘦𝘭𝘶𝘳𝘶𝘩 𝘵𝘶𝘣𝘷𝘩 𝘬𝘶 𝘬𝘢𝘬𝘶 𝘣𝘦𝘨𝘪𝘯𝘪?!” batin Liana.
Jay tahu kalau Liana seperti ingin mengatakan sesuatu.
"Nona, anda tidak perlu memaksakan diri untuk berbicara. Otot-otot anda masih kaku, jadi kami akan membantu anda terapi," kata Jay.
"Coba gerakan lengan anda perlahan-lahan," lanjut Jay.
Liana mencoba melakukan seperti apa yang dikatakan Jay, ia menggerakkan lengannya perlahan-lahan pada akhirnya ia bisa juga menggerakkannya.
"Bagus, coba anda gerakan tangan satunya sendiri,"
"Hah~" Liana menghela nafas seperti kelelahan karena ia menggunakan seluruh tenaganya hanya untuk menggerakkan lengannya.
"Anda tidak perlu memaksakan diri, jika anda kelelahan anda bisa istirahat dan coba lagi nanti,"
"Iya, Liana. Kau baru saja siuman jadi jangan memaksakan diri," kata Kevin mengusap kepala Liana.
"Jay, apa dia tidak bisa berbicara?" tanya Edgar.
"Bisa, namun sepertinya butuh waktu. Tapi pasien sudah sadar sepenuhnya, tinggal bantu saja dia terapi lebih cepat lebih bagus,"
Mereka pun paham.
"Nona, apakah ada sesuatu yang anda butuhkan?" tanya Jay.
"Katanya gak bisa bicara, tapi malah ditanya?!" protes Felix.
"Entahlah, emang agak-agak Dokter satu ini," Carlos.
“𝘚𝘪4𝘭𝘢𝘯, 𝘭𝘪𝘩𝘢𝘵 𝘴𝘢𝘫𝘢 𝘬𝘢𝘭𝘢𝘶 𝘬𝘢𝘭𝘪𝘢𝘯 𝘵𝘦𝘳𝘭𝘶𝘬𝘢 𝘢𝘬𝘢𝘯 𝘬𝘶 𝘯𝘺𝘢𝘵𝘢𝘬𝘢𝘯 𝘬𝘢𝘭𝘪𝘢𝘯 𝘮𝘦𝘯𝘪𝘯𝘨𝘨4𝘭!” batin Jay walaupun menyumpahkan mereka tapi ia tetap tersenyum.
Liana menggelengkan kepalanya kecil, Jay tersenyum.
"Baiklah, jika Nona membutuhkan sesuatu minta tolong pada mereka nanti mereka akan menyampaikan pada saya,"
Liana mengangguk kecil.
"Kalau begitu, saya permisi," Jay pun pergi.
"Akhirnya kau bangun dan sudah berusaha bertahan. Terima kasih," Revan mengecvp kening Liana.
Liana menggerakkan bib1rnya untuk tersenyum tipis.
"Maaf karena sudah membuat mu menderita, kami datang terlambat sampai membuat mu begini," Elvano.
Liana menggelengkan kepalanya.
"Ayah juga minta maaf, seandainya Ayah tahu kau pasti tidak akan begini," Kevin merasa sangat bersalah.
Liana menggelengkan kepalanya lagi.
"Ponsel ayah rusak karena jatuh, jadi Ayah tidak tahu kalau kau menelpon,"
Sulit sekali memberitahu mereka jika kondisinya belum bisa dikatakan membaik, ini bukan kesalahan mereka dirinya baik-baik saja.
"A–ku ... ba–ik ... k–kok ...." Liana mencoba berbicara.
"Kita semua berharap kau baik-baik saja," senyum Revan.
•••
TBC