NovelToon NovelToon
Misi Jantung Berdebar

Misi Jantung Berdebar

Status: sedang berlangsung
Genre:Kriminal dan Bidadari / Bad Boy / Sistem / Cintapertama
Popularitas:106
Nilai: 5
Nama Author: Ray Nando

​Di sudut sebuah toserba 24 jam yang sepi, seorang pemuda berdiri di balik kasir. Namanya Jin Ray.

​Ray bukan pemuda biasa. Di balik seragam toserba berwarna oranye norak yang ia kenakan, tubuhnya dipenuhi bekas luka. Ada luka sayatan tipis di alis kirinya dan bekas jahitan lama di punggung tangannya. Tatapannya tajam, waspada, seperti seekor serigala yang dipaksa memakai kalung anjing rumahan.

​“Tiga ribu lima ratus won,” ucap Ray datar. Suaranya serak, berat, jenis suara yang dulu membuat orang gemetar ketakutan saat ia menagih utang.

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Ray Nando, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

Labirin Limbah dan Sangkar Emas

 

​Bagian 1: Di Kedalaman (Ray & Ujang)

​PLASH!

​Jin Ray terbangun karena rasa dingin yang menusuk. Wajahnya terendam air berbau busuk. Dia tersentak bangun, terbatuk-batuk memuntahkan air keruh.

​"Ugh... rasanya seperti meminum sari pati tempat sampah," keluh Ray sambil mengusap wajahnya.

​Dia berada di sebuah terowongan silinder besar yang terbuat dari batu bata berlumut. Air limbah setinggi lutut mengalir deras. Tidak ada cahaya kecuali pendaran jamur-jamur beracun di dinding.

​"Oi, Ujang! Kau hidup?" panggil Ray.

​Beberapa meter darinya, tumpukan sampah bergerak. Ujang bangkit berdiri, Minigun mainannya masih terikat di punggung (untunglah plastik tidak berkarat).

​"Aku pernah tidur di hotel bintang satu yang lebih buruk dari ini," gerutu Ujang, memeras air dari jubahnya. "Di mana gadis itu?"

​"Mereka memisahkannya," kata Ray, matanya menyipit tajam dalam kegelapan. Rahangnya mengeras. "Lady Sun bilang dia dibawa ke 'Istana'. Itu pasti markas pusat Kang Group."

​"Dan kita dibuang di sini untuk jadi pakan ternak," Ujang menendang kaleng kosong.

​GRRRRR...

​Suara geraman rendah bergema dari kedalaman terowongan. Air limbah bergetar.

​[MEMASUKI ZONA: THE UNDERGROUND LABYRINTH]

[Tingkat Kesulitan: Hard (Tanpa Support).]

[Musuh: Mutated Sewer Fauna.]

​Sepasang mata kuning menyala dalam gelap. Lalu dua pasang lagi. Tiga pasang.

​Seekor buaya raksasa yang bermutasi—dengan tiga kepala dan kulit bersisik logam—muncul dari dalam air.

​[Monster: Hydra Croc (Level 35)]

​"Tanpa Hana, kita tidak bisa mengubah medan," kata Ray, memasang kuda-kuda. Thunder Gauntlets-nya memercikkan listrik, tapi air di sini bisa menjadi senjata makan tuan jika dia tidak hati-hati. "Kita harus melakukannya dengan cara kuno."

​"Cara kuno?" Ujang menyeringai, memutar laras Minigun-nya. "Maksudmu kekerasan berlebihan?"

​"Tepat."

​Hydra Croc itu menerjang. Tiga mulutnya menganga siap mencabik.

​"Ujang, tahan mulut tengah! Aku ambil kiri dan kanan!"

​Ujang tidak mundur. Dia justru maju menyambut monster itu. Dia menjejalkan laras Minigun-nya ke dalam mulut kepala buaya tengah.

​"Makan plastik, jelek!"

​BRRRRT!

​Peluru energi meledak di dalam tenggorokan buaya itu. Kepala tengah meledak.

​Namun, dua kepala lainnya menyambar Ray. Ray melompat ke dinding terowongan yang licin, melakukan wall-run singkat, lalu meluncur turun tepat di atas leher kepala kiri.

​"Tinju Petir!"

​BAM!

​Pukulan Ray menghancurkan tulang leher buaya itu. Tapi kepala kanan berhasil menggigit kaki Ray.

​"Argh!" Ray menjerit. Gigi-gigi monster itu menembus celana jeans-nya.

​"Ray!" Ujang meninggalkan posisinya, melompat dan menghantamkan sisa tubuh buaya itu dengan tangan kosong sekuat tenaga.

​Buaya itu melepaskan gigitannya dan mati mengambang.

​Ray jatuh ke air, meringis memegangi kakinya yang berdarah. Darah merah segar bercampur dengan air limbah cokelat.

​"Kau oke?" tanya Ujang, mengulurkan tangan.

​"Hanya butuh perban," Ray menerima uluran tangan Ujang. "Sial, aku rindu Buff pertahanan Hana."

​Ujang merobek lengan bajunya sendiri dan mengikatkannya ke luka Ray. "Dengar, Nak. Kita harus keluar dari sini cepat. Bukan cuma karena baunya, tapi karena lukamu bisa infeksi. Dan gadis itu... dia tidak akan bertahan lama sendirian di sarang ular."

​Ray menatap kegelapan terowongan yang tak berujung. "Ayo. Kita panjat jalan keluar dari neraka ini, lalu kita bakar istana Min-Ho."

​Bagian 2: Di Puncak Menara (Hana & Min-Ho)

​Cahaya matahari pagi yang hangat menyapa wajah Choi Hana. Dia mengerjapkan mata, terbangun di atas kasur king size yang sangat empuk, berselimut sutra putih.

​Ruangan itu luas, mewah, dan berbau lavender mahal. Ada jendela kaca raksasa yang menampilkan pemandangan kota Seoul dari ketinggian awan.

​"Sudah bangun, Putri Tidur?"

​Hana tersentak duduk. Di sudut ruangan, duduk Kang Min-Ho di sebuah kursi beludru merah. Dia mengenakan setelan jas putih bersih, memegang secangkir teh porselen. Dia terlihat sempurna, tampan, dan... menakutkan.

​"Di mana aku? Di mana Ray?" tanya Hana, suaranya serak. Dia mencari tongkat baseball-nya, tapi tidak ada. Dia kembali mengenakan gaun tidur sutra yang bukan miliknya.

​"Sshhh," Min-Ho meletakkan jari di bibirnya. "Jangan sebut nama sampah itu di sini. Kau ada di Penthouse pribadiku. Tempat teraman di dunia."

​Min-Ho berdiri dan berjalan mendekat. Hana mundur sampai punggungnya menabrak sandaran kasur.

​"Hana, aku menyelamatkanmu," kata Min-Ho lembut. "Pria bernama Jin Ray itu... dia penjahat. Dia menculikmu, membawamu ke stasiun kotor, dan hampir membuatmu terbunuh. Lihat ini."

​Min-Ho menjentikkan jari. Sebuah layar hologram muncul di udara.

​Video itu menampilkan rekaman CCTV yang sudah diedit. Terlihat Ray memukul orang-orang di kereta (yang di video itu terlihat seperti manusia biasa, bukan monster). Terlihat Ray menyeret Hana (padahal sedang menolongnya lari).

​"Dia monster, Hana. Dia menikmati kekerasan," bisik Min-Ho. "Aku tahu kau bingung. Sistem di kepalamu mungkin berkata lain, tapi itu karena Ray memanipulasinya dengan virus."

​Hana menatap layar itu. Lalu menatap Min-Ho.

​Hatinya berdebar ketakutan. Tapi otaknya—otak seorang Reality Architect—bekerja.

​Hana melihat ruangan mewah ini dengan seksama. Dia melihat vas bunga di meja. Dia melihat pemandangan di luar jendela.

​Dan dia melihat garis-garisnya.

​"Bunganya..." gumam Hana pelan. "Jumlah kelopaknya berulang dengan pola yang sama persis. Awan di luar sana... tidak bergerak."

​Hana mendongak menatap Min-Ho. "Ini bukan Penthouse. Ini simulasi. Atau setidaknya... ruangan yang kau desain dengan glitch."

​Senyum Min-Ho memudar sedikit. "Kau semakin tajam. Aku suka itu."

​"Ray mungkin kasar," kata Hana, suaranya mulai mantap. "Dia mungkin bau asap, bau keringat, dan kadang-kadang bau got. Tapi dia nyata. Dia tidak berbohong padaku tentang siapa dirinya. Sedangkan kau... kau bahkan memalsukan awan di jendelamu sendiri."

​Min-Ho tertawa dingin. Dia membanting cangkir tehnya ke lantai. PRANG!

​"Nyata? Kau bicara soal kenyataan?" Min-Ho mencengkeram dagu Hana kasar. "Kenyataannya adalah, kau memegang kunci server dunia ini di dalam hatimu. Dan aku butuh kunci itu."

​Panel Sistem Hana muncul, tapi warnanya merah terkunci.

​[PERINGATAN: Upaya Peretasan Mental Terdeteksi.]

[Admin Kang Min-Ho mencoba memaksa akses 'Love Protocol'.]

​"Aku bisa memaksamu jatuh cinta padaku dengan obat-obatan dan hipnotis," desis Min-Ho. "Tapi itu akan merusak datanya. Aku butuh kau menyerahkannya sukarela. Aku butuh kau memilih aku."

​Min-Ho melepaskan Hana dan berjalan ke pintu.

​"Malam ini, kita akan mengadakan pesta pertunangan. Seluruh elit Seoul akan datang. Kau akan berdiri di sampingku, tersenyum, dan melupakan tikus got bernama Jin Ray itu. Jika tidak..."

​Min-Ho menekan sebuah tombol di dinding. Layar hologram berubah menampilkan siaran langsung dari saluran pembuangan.

​Terlihat Ray dan Ujang sedang dikepung oleh ratusan tikus mutan. Ray terluka, berjalan pincang.

​"...jika kau menolak, aku akan membanjiri saluran itu dengan asam sulfat. Ray akan meleleh pelan-pelan sambil kau menontonnya."

​Mata Hana terbelalak ngeri.

​"Pilihan ada di tanganmu, Sayangku. Jadilah ratuku, atau jadilah pembunuh pacarmu."

​Min-Ho keluar dan mengunci pintu dari luar.

​Hana ditinggalkan sendirian di sangkar emas yang sunyi. Dia melihat Ray di layar, berjuang mati-matian demi dirinya. Air mata menetes di pipi Hana.

​Tapi kemudian, dia menghapusnya. Dia ingat kata-kata Ray di mimpi: "Di genre ini, tidak ada lagi duduk manis menunggu pangeran."

​Hana turun dari kasur. Dia berjalan ke dinding mewah itu. Dia meletakkan telapak tangannya di permukaan wallpaper emas.

​"Kau bilang ruangan ini desainmu, Min-Ho?" bisik Hana. Matanya mulai bersinar biru neon. "Kalau begitu, mari kita lihat seberapa kuat fondasimu."

​[Skill Aktif: Structural Analysis (Analisis Struktur)]

[Mencari Celah: 1%... 5%...]

​Hana tidak akan menunggu diselamatkan. Dia akan meruntuhkan istana ini dari dalam.

​Kembali ke Labirin (Ray & Ujang)

​Ray memenggal kepala tikus terakhir dengan sisa tenaganya. Dia jatuh terduduk di lumpur, napasnya habis.

​"Kita... sampai..."

​Di depan mereka, ada sebuah tangga besi berkarat yang menjulang ke atas, menuju sebuah penutup lubang got yang memancarkan sedikit cahaya matahari.

​"Itu jalan keluarnya," kata Ujang, juga kelelahan.

​Namun, di anak tangga terbawah, duduk seseorang yang menghalangi jalan.

​Seseorang yang mengenakan jubah hitam compang-camping, memegang sebuah tablet digital kuno. Dia bukan musuh, tapi juga bukan teman.

​Itu Zero, sang Hacker. (Atau setidaknya hologramnya).

​"Kalian lambat sekali," kata Zero sambil mengunyah permen karet digital. "Pesta pertunangannya dimulai 3 jam lagi."

​Ray mendongak. "Zero? Bantu kami!"

​"Aku tidak bisa membantumu bertarung. Tapi aku bisa memberimu jalan pintas," kata Zero. Dia mengetuk tabletnya.

​Dinding di sebelah tangga bergeser, membuka sebuah lift rahasia yang terlihat sangat canggih dan bersih, kontras dengan selokan kotor itu.

​"Ini lift kargo pribadi Kang Group. Langsung menuju dapur Ballroom," jelas Zero. "Tapi Ray, ada satu masalah."

​"Apa?"

​"Untuk masuk ke pesta itu, kau butuh undangan. Atau setidaknya... kau harus terlihat pantas. Kau bau bangkai buaya."

​Ray melihat dirinya sendiri. Hancur, kotor, berdarah. Dia tidak mungkin menyusup ke pesta elit dengan kondisi begini.

​Zero tersenyum miring. "Untungnya, Ujang punya 'koneksi', kan?"

​Ujang tertawa kecil, menepuk bahu Ray. "Ah, benar. Aku kenal penjahit di distrik ini yang berhutang nyawa padaku. Ayo, Ray. Sebelum kita perang, kita harus glowing up."

​Ray memaksakan diri berdiri, seringaian liar muncul di wajahnya.

​"Baiklah. Kita akan datang ke pesta itu. Dan kita akan pastikan itu jadi pesta terburuk dalam hidup Min-Ho."

1
FANS No 1
💪🔥🔥
Ray void
selamat membaca😁😁🥰
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!