🌹Sebastian & Nana 🌹
Sebastian, seorang pengusaha kapal pesiar yang mendunia. Seluruh hidupnya dia curahkan untuk gairah dan kesenangan. Dia dikenal sebagai pemain wanita, lady killer dan pria berhati dingin.
Memiliki rahasia menyakitkan di masa lalu, seorang gadis desa yang rencananya akan dia permainkan merubah segalanya.
Apa yang sebernanya terjadi? Mengapa Sebastian tergila gila pada gadis desa yang pernah melemparinya sandal?
P.S : Merupakan Buku Kedua Serries David - Sebastian dan Luke
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Red Lily, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Savage-nya Sebastian
🌹Jangan lupa kasih emak voteeee yaaa. Hargai emak juga dengan cara ajak yang lain, kalau kalian suka novel ini, yang lain juga pasti.🌹
🌹Terus follow igeh : @RedLily123.🌹
🌹Selamat membaca.🌹
“Kita mau kemana, Mas?” tanya Nana yang tidak percaya mendengar perkataan suaminya. “Ke luar negri?”
“Iya, kita pergi ke Hawai.”
“Wah,” gumam Nana mengungkapkan kekagumannya karena anak pergi keluar negara untuk pertama kalinya. Dia terlihat bingung, campuran antara antusias dan tidak percaya, tapi di sisi lain dia khawatir akan meninggalkan ayahnya.
“Barang barang udah diangkut kok sama pelayan, jadi nanti siangan kita tinggal naik pesawat aja.”
“Aku boleh ketemu sama ayah dulu, Mas?”
“Nanti kita ke sana bareng.”
“Oke,” ucap Nana kembali focus pada anak anak yang sedang memakan jeli.
Kemudian Oma yang baru saja turun dari lantai dua itu memanggil cicit cicitnya untuk bergegas pulang. “Ares, Athena ayo pulang!”
“Wait,” ucap Athena yang mendekat dulu pada Sebastian. “Uncle, sudah buka hadiah dali Thea?”
“Belum, Sayang. Nanti setelah Uncle pulang liburan ya.”
“Oke.”
“Thea! Ares! Ayo!” teriak Oma lagi.
Athena dan Ares tidak lupa memeluk Uncle kesayangan mereka dan melambaikan tangan pada Aunty baru mereka. “Byeeee, Aunty!”
“Sampai jumpa,” ucap Nana. “Terima kasih, Oma.”
Bukannya menjawab ucapan, Oma malah berkata, “Jangan lupa buat banyak anak.”
Yang mana membuat Nana terdiam malu, apalagi saat dia ditinggalkan bersama Sebastian. “Mas.”
“Iya, Sayang?”
Awalnya Nana ragu mengatakan hal ini, tapi dia tidak ingin membuat suaminya bangkrut dan kehabisan uang. Apalagi resepsi semalam sungguh besar dan mewah, ditambah sekarang mereka akan keluar negara.
“Kenapa, Sayang?” tanya Sebastian lagi.
“Eum, enggak,” ucap Nana yang saat ini lebih ingin bertemu dengan ayahnya. “Kita ketemu ayah aku sekarang kan, Mas?”
“Iya ayo, udah sarapan?”
Nana menggeleng. “Tadi dibawain sama Eve, tapi belum dimakan. Biar bareng sama Mas.”
Dan kata kata itu menohok Sebastian, membuat pria itu memegang dadanya sambil tersenyum. Yang mana malah membuat Nana khawatir, “Mas kenapa? Sakit? Bagian mana yang sakit?”
Bukannya marah, Sebastian justru menarik Nana ke dalam pelukannya. “Oh istriku sayang, kenapa kau sangat menggemaskan.”
🌹🌹🌹🌹
Sesuai keinginan istrinya, Sebastian sekarang berada di kamar tempat ayah dan ibu mertuanya. Sebenarnya Sebastian malas bertemu ibu dan saudara tiri istrinya, tapi dia tidak memiliki pilihan.
“Wah, kalian akan bulan madu?” tanya Lia sang saudara tiri dari istrinya.
Nana mengangguk, dia menatap suaminya yang sedang berbicara dengan ayahnya. Nana memisahkan diri saat Sebastian meminta waktu berdua bersama sang ayah mertua.
“Bolehkan kami ikut?” tanya Rina.
“Tidak,” jawab Nana tanpa ragu. “Karena bulan madu hanya untuk orang yang habis menikah bukan?”
“Dasar pelit,” ucap Rina.
“Minta saja pada suamimu untuk mengajak kami. Ibu, aku sangat ingin pergi naik pesawat,” rengek Lia.
Rina berdecak. “Ayolah, Nana, jangan pelit.”
“Keputusannya bukan padakku, Bu. Ini dari Mas Sebastian.”
Inilah alasan Sebastian malas bertemu dengan dua orang itu, bicaranya saja begitu keras hingga terdengar. Setelah selesai bicara dengan sang ayah mertua, Sebastian segera memanggil istrinya supaya terhindar dari dua wanita gila itu. Tapi kenyataannya mereka malah mengikuti.
“Ayah,” ucap Nana saat mendekat.
“Hati hati di sana ya, turuti apa perkataan suamimu.”
“Baik, Ayah.”
“Suaminya Nana,” panggil Rina.
“Iya…. Bu?” tanya Sebastian ragu ragu dan penuh kemalasan.
“Bolehkah kami ikut?” tanya Rina dengan mata berbinar. “Ajak saja kami sekeluarga, kami tidak pernah naik pesawat.”
“Rina,” tegur ayahnya Nana. “Maafkan kami, Nak.”
“Tidak apa apa.”
“Lihat, dia bilang tidak apa apa. Jadi kami boleh ikut?” tanya Rina lagi, Lia yang antusias memasang wajah tersenyum.
“Maaf, tapi ini khusus kami berdua. Jika kalian memaksa ikut, aku takut kalian harus menumpang di bagasi.”
🌹🌹🌹🌹🌹🌹
To Be Continue