Akankah cinta memudar seperti kehormatan yang telah hilang?
Seruni, nama yang singkat, sesingkat pemikirannya tentang cinta ketika usianya baru saja menginjak tujuh belas tahun saat itu. Atas kekagumannya pada sosok gagah, pemuda yang digandrungi semua gadis desa pada masa itu, Seruni rela melepas keperawanannya kepada lelaki itu di sebuah bilik bambu tak berpenghuni.
Ajun Komisaris Polisi Seno Ari Bimantara, lelaki dengan segudang prestasi di ranah kepolisian, tercengang ketika pada hari dia kembali bekerja setelah lamaran dengan kekasihnya, menemukan laporan dua orang wanita malam yang berkelahi dengan satu korban bocor di kepala. Ia tercekat pada satu nama dan satu wajah dalam laporan itu: Seruni.
Gadis polos yang ia ambil kesuciannya bertahun-tahun lalu di balik bilik bambu kini kembali secara tak sengaja ke dalam hidupnya dengan realita kehidupan mereka yang kontras. Namun, pada pertemuan kedua setelah bertahun-tahun yang lalu itu, hanya ada kebencian dalam nyalang mata seruni ketika memandangnya.
Bima, Seruni dan Atikah, terlibat sebuah hubungan rumit yang akhirnya mengantarka mereka pada romansa berantakan berujung dendam! Mampukah Bima meredam kebencian Seruni pada sepenggal kisah mereka yang tertinggal di balik bilik penyesalan?
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Lemari Kertas, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Jodoh?
"Dari tadi kau senyum terus, katakan kepada Papa, apa yang membuat kau tersenyum sedari tadi?" tanya lelaki paruh baya di depan Angga yang sedang termenung sambil senyum-senyum sendiri sedari tadi. Di dalam perusahaannya yang besar, sekarang dia tak sendiri, berdua bersama sang ayah yang datang sesekali untuk melihat perusahaan keluarga mereka itu.
"Seorang gadis, Pa."
"Memangnya, kau tidak berhubungan lagi dengan Lila?"
Angga menggeleng.
"Sementara sedang break, Pa."
"Jadi semalam bertemu dengan gadis lain yang sudah berhasil membuatmu melupakan Lila?"
"Nampaknya." Angga terkekeh.
"Cantik?"
"Sangat cantik. Dia tegas juga, pokoknya berbeda sekali dengan perempuan-perempuan yang aku kenal sebelumnya."
Ayahnya mengangguk-anggukkan kepala, setelah itu pamit keluar untuk kembali ke rumah dan kembali menyerahkan perusahaan ke tangan anaknya.
"Seruni, aku terpikirkan kau seharian ini. Senyummu yang begitu memikat, aroma tubuhmu yang membuatku menggila."
Angga meletakkan tangan di belakang kepala, bayang-bayang Seruni semalam membuat Angga jadi tak tenang. Berharap sekali bahwa Seruni akan menelepon dirinya dan mengatakan mau bekerja di perusahaannya. Dia pikir, semua perempuan semacam Seruni sama, mudah dibawa dan diajak kemana-mana. Ternyata itu tidak berlaku bagi Seruni. Dan Angga sungguh tertantang untuk mendekati gadis itu.
Sementara itu, Seruni baru saja selesai melipat baju yang telah kering dari jemuran ketika dia mendengar pintu kontrakan diketuk. Seruni menduga pastilah itu pengantar makanan suruhan Bima.
"Sebentar, Bang," Seruni berseru dari kamar lalu berjalan ke depan dan membuka pintu.
Ternyata dugaannya salah, yang datang adalah Bima langsung. Lelaki itu memakai seragam yang ditutupi jaket. Lama tak bertemu dan pertemuan semalam di warung lesehan secara tak sengaja membuat suasana jadi sedikit canggung tapi beraroma rindu.
"Masuklah, Bim." Meski tak ketus seperti biasa, tapi Seruni tetap menjaga jarak dari Bima yang sekarang sudah melepas sepatu dan kaus kakinya.
"Makanlah, kau pasti sudah lapar."
Bima meletakkan makanan itu di atas meja ruang tamu, ada dua food bag, berarti satu untuknya dan satu lagi untuk Bima. Mereka akan makan bersama?
"Kau mau makan di sini juga?" tanya Seruni yang masih berdiri. Bima tak menjawab dengan kata-kata, hanya mengangguk. Agaknya, ada yang berbeda dengan sikap lelaki itu saat ini. Apa karena semalam? Namun, Seruni secepat mungkin mencegah dirinya berpikir yang macam-macam. Mungkin dia saja yang terlalu percaya diri.
Seruni akhirnya duduk tepat di depan lelaki itu, membuka bungkusan makanan enak yang tersaji di depan mata. Keduanya mulai makan dalam diam, tapi sesekali, bisa Seruni rasakan, Bima sering kali menatapnya lekat.
"Siapa lelaki semalam, Run?" tanyanya kemudian, tepat seperti dugaan Seruni.
"Tamuku."
"Apa sampai harus menemaninya makan dan mengantar kau pulang?" tanya Bima berusaha tetap tenang meski sarat akan kecemburuan.
"Aku tak enak menolaknya. Dia tamu penting atasanku."
"Tolak dia setiap ingin dekat denganmu. Aku tidak suka!"
Seruni jadi kehilangan selera makannya tiba-tiba. Bima jadi begitu posesif kepada dirinya pada jelas mereka tidak ada hubungan apapun.
"Kita tidak ada hubungan ..."
"Sekarang ada! Aku akan melamarmu! Aku tak peduli mau kau tolak sejuta kali."
Seruni menggeleng, ia tak habis pikir jalan pikiran lelaki di depannya itu.
"Kau sedang tak sehat, Bim. Kau bicara melantur. Kau pikir orang Menikah itu bisa semudah dan seenak kau bicara sekarang. Kalau kau hanya ingin menebus kesalahanmu dulu, sudahlah, aku sudah melupakannya. Lebih baik jika kau tak pernah mengusik aku lagi. Untuk apa pernikahan jika ..."
"Aku mencintaimu," potong Bima cepat.
Seruni diam. Ia tahu di balik rasa kecewanya selama ini, ada sesuatu yang sudah berdampingan. Rasanya untuk Bima sekarang bukan sekedar benci lagi tapi ada rasa lain yang mengiringi, sesuatu yang tipis sekali perbandingannya, sesuatu yang masih berusaha Seruni tekan dalam di dasar hatinya.
"Aku cemburu melihat kau bersama pria lain, Run." Bima menghentikan kalimatnya, memandang Seruni yang juga sedang menatapnya tajam.
"Sudahlah, jangan membual." Seruni beranjak, mengangkat box makanan yang sudah kosong. Bima mengikutinya ke belakang, lalu ke kamar mandi dan membersihkan mulut juga tangannya.
"Aku tidak membual. Kalau aku membual, tentu pernikahanku dengan Atikah tidak ku batalkan."
Seruni diam lagi. Dia hanya menatap Bima yang kini sedang memakai kembali kaus kaki dan sepatu.
"Nanti aku akan menjemputmu selepas kau bekerja, aku tak bisa memaksamu untuk langsung berhenti bekerja dari tempat itu, tapi aku lebih dari mampu untuk menghidupi bahkan membeli barang mewah untukmu jika kita menikah nanti."
"Bim, kau percaya diri sekali mengatakan hal itu seolah aku ini memang jodohmu. "
"Kau memang jodohku, Seruni."
"Atas dasar apa kau mengatakan hal konyol itu? Kau sendiri tahu aku teramat benci padamu."
Bima menatap Seruni lekat lalu tanpa diduga oleh Seruni, lelaki itu meraih wajahnya dan mencium keningnya. Seruni terperanjat tapi tak bisa protes karena tiba-tiba saja lidahnya kelu, ia hanya berharap tak ada tetangga yang menyaksikan adegan romantis dadakan itu.
"Sebab akulah sang pemilik kehormatanmu, Seruni."
Bima lalu berbalik dan berjalan menjauh dari kontrakan Seruni dengan perempuan itu yang masih terdiam dengan perlakuan Bima tadi. Dia tidak mengerti kemana kebencian itu, kenapa menguap begitu saja? Sementara Seruni tetap bertekad tidak akan mau membuka hatinya untuk Bima.
aq cari disini gak nemu 🤭
padahal holang kaya