NovelToon NovelToon
Paket Cinta

Paket Cinta

Status: sedang berlangsung
Genre:Keluarga / Kehidupan Manis Setelah Patah Hati / Cinta Seiring Waktu / Romansa / Chicklit / Enemy to Lovers
Popularitas:793
Nilai: 5
Nama Author: Imamah Nur

Kabur dari perjodohan toksik, Nokiami terdampar di apartemen dengan kaki terkilir. Satu-satunya harapannya adalah kurir makanan, Reygan yang ternyata lebih menyebalkan dari tunangannya.

   Sebuah ulasan bintang satu memicu perang di ambang pintu, tapi saat masa lalu Nokiami mulai mengejarnya, kurir yang ia benci menjadi satu-satunya orang yang bisa ia percaya.

   Mampukah mereka mengantar hati satu sama lain melewati badai, ataukah hubungan mereka akan batal di tengah jalan?

Yuk simak kisahnya dalam novel berjudul "Paket Cinta" ini!

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Imamah Nur, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

Bab 4. Pecat Dia!

"Dan makanan ini? Sesuai prosedur, akan jadi hak milik saya. Lumayan, sarapan gratis. Soto betawi, lagi. Kesukaan saya.”

Nokiami ternganga. Ia kalah telak. Pria ini tidak hanya kaku, ia juga cerdas dan kejam. Ia tahu setiap celah dalam sistem yang menjadi satu-satunya penyambung hidup Nokiami saat ini.

Ia menatap kantong plastik di tangan Reygan, lalu menatap wajah Reygan yang tanpa ekspresi. Tidak ada pilihan lain. Dengan napas yang bergetar karena marah dan malu, ia menurunkan tubuhnya. Lantai koridor yang dingin terasa menusuk kulitnya.

“Oke. Anda menang,” desisnya.

Ia mulai merayap melewati ambang pintu. Setiap inci pergerakan terasa seperti seribu jarum menusuk pergelangan kakinya. Ia bisa merasakan tatapan Reygan padanya, dingin dan menghakimi. Ini mungkin pemandangan paling memalukan dalam hidupnya, dan ia harus melakukannya di hadapan orang asing paling menyebalkan yang pernah ia temui.

Ketika tangannya akhirnya berhasil menggapai kantong plastik itu, Reygan melepaskannya begitu saja. Tidak ada uluran tangan, tidak ada bantuan.

“Sudah, kan?” tanya Reygan, seolah baru saja menyelesaikan sebuah transaksi bisnis yang rumit. “Saya klik ‘Pesanan Selesai’, ya.”

Nokiami tidak menjawab. Ia terlalu sibuk menahan erangan sakit dan air mata yang mengancam akan tumpah. Ia memeluk kantong makanan itu ke dadanya seperti sebuah harta karun yang berharga, lalu mulai menyeret tubuhnya mundur kembali ke dalam apartemen.

Reygan masih berdiri di sana, memperhatikannya. Ketika Nokiami sudah berada di dalam dan hendak menutup pintu dengan sisa tenaganya, pria itu angkat bicara lagi. Suaranya pelan, nyaris seperti bisikan, tetapi lebih tajam dari pisau.

“Cuma saran, Mbak.”

Nokiami berhenti, menatapnya dengan pandangan bertanya penuh kebencian.

Reygan mencondongkan tubuh sedikit, matanya menatap lurus ke mata Nokiami. “Lain kali kalau mau bikin alasan biar nggak perlu repot-repot turun, coba cari cerita yang lebih meyakinkan dari sekadar ‘kaki keseleo’.”

Pintu itu berdebam tertutup. Tapi kata-kata itu tertinggal di udara, menggantung seperti racun di udara apartemen yang steril, merayap masuk ke pori-pori kulit Nokiami dan mulai membakar dari dalam. Untuk beberapa detik yang terasa abadi, ia hanya diam di lantai yang dingin, memeluk kantong plastik berisi makanan seolah itu adalah pelampung di tengah lautan penghinaan.

Kemudian, amarah itu meledak.

Bukan seperti api yang menjalar pelan, melainkan seperti ledakan gas. Sebuah pekikan tertahan lolos dari tenggorokannya, campuran antara frustrasi dan rasa sakit yang murni. Dengan seluruh sisa tenaga, ia menyeret dirinya kembali ke tengah ruangan, menjauh dari pintu terkutuk itu. Matanya mendarat pada bantal sofa abu-abu yang tampak begitu polos dan tidak bersalah.

“Argh!”

Ia meraih bantal itu dan melemparkannya sekuat tenaga ke dinding seberang. Bantal itu mendarat dengan bunyi pluk yang sama sekali tidak memuaskan. Tidak ada suara kaca pecah, tidak ada dentuman dahsyat. Hanya keheningan yang mengejek.

“Dasar manusia balok es! Psikopat berjaket hijau! Semoga motormu bannya kempes dua-duanya!” serangkaian umpatan meluncur dari bibirnya saat ia merangkak menuju meja kopi.

Aroma soto betawi dan kentang goreng yang tadi begitu menggoda kini terasa seperti ironi. Ia membuka bungkusnya dengan kasar, tidak lagi peduli pada kehangatan atau kenikmatannya. Ini bukan lagi makanan penghiburan; ini adalah bahan bakar. Bahan bakar untuk kebencian. Ia menyendok kuah soto ke mulutnya, nyaris tidak merasakan gurihnya santan atau empuknya daging. Yang ia rasakan hanyalah rasa asin—entah dari kuah soto atau dari air mata amarah yang mengancam akan tumpah.

"Cari cerita yang lebih meyakinkan,” gumamnya, menirukan nada datar Reygan dengan sinis. “Memangnya aku ini sutradara sinetron? Mau cerita apa lagi? Diculik alien? Kaki digigit piranha di bak mandi? Sialan!”

Ia menghabiskan makanannya dalam keheningan yang tegang, setiap suapan terasa seperti menelan kerikil. Setelah tandas, ia menatap nanar pada tumpukan sampah di hadapannya. Perutnya kenyang, tetapi hatinya terasa semakin kosong dan marah. Rasa sakit di pergelangan kakinya kembali berdenyut, seolah mengingatkannya pada posisi tak berdaya yang baru saja ia alami.

Ia meraih ponselnya. Notifikasi dari aplikasi pesan antar itu masih terpampang di layar: “Bagaimana pesananmu dengan Reygan? Beri ulasanmu di sini.”

Sebuah senyum miring, dingin, dan penuh dendam terbit di bibir Nokiami. Oh, dia akan memberikan ulasan. Ulasan yang akan membuat pria itu menyesal pernah menekan bel apartemen ini.

Jarinya menekan notifikasi itu dengan sekali ketukan keras. Layar menampilkan lima bintang kosong, menunggunya untuk diisi. Tanpa ragu, jarinya menekan bintang yang paling kiri. Satu bintang. Bintang paling menyedihkan, paling hina, yang melambangkan kegagalan total. Rasanya begitu memuaskan.

Tapi itu belum cukup. Di bawahnya, ada kolom kosong untuk ulasan tertulis. Inilah medannya. Inilah kanvas untuk mahakarya kebenciannya.

Jari-jemarinya mulai menari di atas keyboard virtual, mengetik dengan kecepatan kilat.

“Pengemudi atas nama Reygan adalah perwujudan dari ketiadaan empati. Saya tidak tahu monster macam apa yang perusahaan ini rekrut, tapi orang ini adalah contoh terburuknya. Saya sudah memberitahu dengan sopan bahwa saya sedang cedera parah (kaki terkilir dan bengkak) dan tidak bisa berjalan untuk mengambil pesanan di ambang pintu. Saya bahkan menunjukkan bukti fisik cedera saya.”

Ia berhenti sejenak, menarik napas dalam-dalam.

“Alih-alih menunjukkan sedikit saja rasa kemanusiaan, dia menolak mentah-mentah untuk membantu, bersembunyi di balik ‘aturan perusahaan’ yang kaku. Dia memaksa saya, seorang pelanggan dalam kondisi darurat, untuk merangkak di lantai koridor yang kotor hanya untuk mengambil makanan yang sudah saya bayar lunas. Ini bukan hanya tidak profesional, ini tidak manusiawi.”

Amarahnya semakin memuncak saat ia mengetik.

“Puncaknya, setelah melihat saya bersusah payah dengan rasa sakit yang luar biasa, dia menuduh saya berpura-pura hanya untuk membuatnya repot. Siapa yang punya waktu untuk drama seperti itu? Saya harap pihak manajemen menindaklanjuti hal ini dengan serius. Orang seperti Reygan tidak seharusnya bekerja di industri pelayanan. Dia adalah aib bagi perusahaan dan bahaya bagi pelanggan, terutama mereka yang memiliki keterbatasan fisik. Saya tidak akan pernah memesan dari aplikasi ini lagi jika masih mempekerjakan orang-orang tidak berperasaan seperti dia. PECAAAAAAAAAAT DIA!!!!”

1
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!