NovelToon NovelToon
HIGANBANA NO FUKUSHU

HIGANBANA NO FUKUSHU

Status: sedang berlangsung
Genre:Mafia / CEO / Peran wanita dan peran pria sama-sama hebat / Dokter / Bullying dan Balas Dendam / Sugar daddy
Popularitas:190
Nilai: 5
Nama Author: IΠD

Setelah orang tuanya bunuh diri akibat penipuan kejam Agate, pemimpin mafia, hidup siswi SMA dan atlet kendo, Akari Otsuki, hancur. Merasa keadilan tak mungkin, Akari bersumpah membalas dendam. Ia mengambil Katana ayahnya dan meninggalkan shinai-nya. Akari mulai memburu setiap mafia dan yakuza di kota, mengupas jaringan kejahatan selapis demi selapis, demi menemukan Agate. Dendam ini adalah bunga Higanbana yang mematikan, menariknya menjauh dari dirinya yang dulu dan menuju kehancuran.

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon IΠD, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

Painful Truth

Beberapa bulan berlalu dalam sekejap. Meskipun Akari tetap menjadi target bisikan dan cemoohan di sekolah, ia berhasil melewati masa-masa sulit itu dan tiba di hari Kelulusannya.

​Hari itu adalah puncak kebahagiaan yang sangat kontras dengan penderitaannya. Akari berdiri di pelataran sekolah dengan seragam kelulusan, dan di sisinya berdiri Ayah dan Ibunya.

​Tidak ada teman sekelas yang datang mengucapkan selamat—semuanya menjaga jarak. Tidak ada kerabat atau saudara dekat. Hanya mereka bertiga yang merayakan. Namun, bagi Akari, kehadiran mereka sudah cukup.

​Mereka berfoto bersama. Senyuman Akari hari itu sangat indah—senyum tulus yang jarang ia tunjukkan di luar rumah, mencerminkan kelegaan dan kebanggaan telah mencapai titik ini.

​Setelah upacara selesai, Ayah dan Ibu Akari menghampirinya dengan sebuah bingkisan yang dibungkus rapi.

​"Selamat, Nak! Ini hadiah kecil dari kami, sebagai hadiah kelulusan dan permulaan yang baru," kata Ibu Akari, matanya bersinar bahagia.

​Akari membuka bingkisan itu, dan matanya melebar. Di dalamnya terdapat sebuah ponsel pintar terbaru—model yang mahal dan mewah.

​Akari terheran.

​"Ayah? Ibu? Ponsel ini... ini sangat mahal. Darimana kalian mendapatkan uang sebanyak ini?" tanya Akari, nada bicaranya dipenuhi kebingungan dan kekhawatiran yang samar.

​Ayah dan Ibu Akari tetap tersenyum. Mereka bersikeras mempertahankan kebohongan manis yang mereka ciptakan.

​"Kami sudah bilang, Nak. Ini tabungan kami. Kami sudah merencanakan ini sejak lama. Kami ingin kamu memulai kuliah dengan yang terbaik," jawab Ayah Akari meyakinkan.

​Melihat betapa tulus dan kerasnya orang tuanya berusaha, Akari tahu pengorbanan ini jauh melebihi sekadar "tabungan biasa". Ia merasa sangat terbebani oleh pengorbanan yang tak terucapkan ini. Air mata kembali membasahi pipinya.

​Akari menjatuhkan kotak ponsel itu, memeluk Ayah dan Ibunya erat-erat, seolah-olah waktu akan berhenti jika ia memeluk mereka lebih kuat lagi.

​Di sisi lain, di benak Ayah dan Ibu Akari, mereka merasa lega dan puas. Mereka masih belum menyadari masalah besar yang menunggu mereka. Haruna telah meyakinkan mereka bahwa bunga di AgateX sangat rendah dan hanya akan naik sedikit di jatuh tempo pertama. Mereka tidak pernah membaca cetak biru kecil yang mengatakan "bunga akan naik secara eksponensial" setelah penundaan pertama. Mereka bekerja keras, merasa mampu membayar, tanpa menyadari bahwa sistem itu dirancang sejak awal untuk menghancurkan mereka.

.

.

.

Beberapa bulan berlalu setelah kelulusan Akari. Ini adalah periode emas yang singkat namun berharga bagi keluarga Otsuki.

​Akari kini menghabiskan sebagian besar waktunya di restoran mie. Ia membantu orang tuanya berjualan—menyambut pelanggan, mencatat pesanan, dan membersihkan meja—sambil sesekali memanfaatkan waktu sepi untuk belajar dan mempersiapkan diri memasuki universitas impiannya.

​Suasana di restoran kecil itu sangat damai. Tawa Ayah Akari terdengar saat ia bercanda dengan pelanggan. Ibu Akari tersenyum saat mengawasi Akari belajar di sudut meja. Tidak ada lagi tekanan sekolah, tidak ada bullying, dan ada harapan yang jelas di depan mata, berkat "tabungan" yang mereka berikan.

​Akari merasa dirinya utuh. Ia mencintai kehidupan ini. Setiap malam, setelah restoran tutup, mereka bertiga akan duduk bersama, merencanakan masa depan Akari, membahas mata kuliah apa yang akan diambil, dan membayangkan kesuksesan yang akan diraih Akari. Mereka bekerja keras, tetapi itu adalah kerja keras yang dilakukan dengan penuh cinta dan tujuan.

​Ayah dan Ibu Akari merasa bangga melihat putri mereka kembali ceria, bersemangat, dan penuh harap. Sementara itu, Akari tidak menyadari bahwa di balik ketenangan ini, perjanjian dengan AgateX yang ditandatangani beberapa bulan lalu telah memasuki masa jatuh tempo, dan bunga yang seharusnya "rendah" kini siap melonjak tinggi, mengakhiri kedamaian ini selamanya.

.

.

Beberapa hari kemudian, hari yang dijanjikan Haruna sebagai "jatuh tempo ringan" tiba. Pagi itu, Ayah dan Ibu Akari menyuruh Akari untuk tetap di rumah.

​"Istirahatlah dulu, Nak. Kami ingin urusan administrasi restoran ini selesai cepat. Kamu datang sore saja untuk membantu," kata Ayah Akari.

​Akari, yang tidak curiga, menurut.

​Sementara Akari sedang belajar di rumah, di restoran mie yang damai, Haruna tiba. Kali ini, dia tidak datang sendirian. Di belakangnya ada beberapa pria berjas hitam dengan postur tubuh besar, wajah mereka tanpa ekspresi, memberikan suasana ancaman yang hening.

​Ayah dan Ibu Akari, yang telah menyiapkan amplop berisi uang cicilan pertama mereka, menyambut Haruna dengan ramah, masih mengingat wajah cantik dan janji manisnya.

​"Selamat datang, Nona Haruna! Silakan, kami sudah siapkan uangnya. Kami yakin ini akan melancarkan urusan kami," sapa Ibu Akari dengan senyum.

​Haruna tersenyum, tetapi matanya dingin. Ia tidak mengambil amplop itu. Sebaliknya, ia mengeluarkan selembar surat resmi dari mapnya dan meletakkannya di atas meja.

​"Ini adalah pemberitahuan jatuh tempo. Cicilan pertama."

​Ayah Akari mengambil surat itu, wajahnya segera berubah pucat. Ibunya mendekat. Mereka melihat angka di surat itu. Angka yang seharusnya kecil, kini telah melonjak tinggi hingga puluhan kali lipat dari yang mereka bayangkan.

​"Tunggu... Kenapa bunganya naik secepat ini?" tanya Ayah Akari, suaranya gemetar dan kebingungan. "Nona bilang bunganya sangat rendah di awal. Kami tidak mungkin bisa membayar sebanyak ini!"

​Haruna, sang agen Iblis itu, dengan perlahan maju, menatap mata Ayah dan Ibu Akari secara bergantian.

​Ia mendekat, dan dengan senyum lebar yang terlihat manis namun sangat mengintimidasi, ia berbisik dengan nada yang sangat tenang, seolah sedang menyampaikan ramalan cuaca:

​"Oh, maafkan saya, Tuan. Anda mungkin salah baca. Bukankah saya sudah jelaskan di awal? AgateX menjamin bunga yang rendah. Tapi hanya untuk hitungan detik. Kami pastikan Anda mendapat harga paling rendah untuk membuat Anda mau menandatangani."

​Haruna mengangkat bahunya dengan pura-pura menyesal.

​"Sekarang, karena Anda sudah melampaui batas waktu, sesuai kontrak yang Anda tanda tangani, bunga itu menjadi eksponensial. Ini bukan lagi pinjaman, Tuan, ini adalah penalti. Dan sekarang Anda berutang pada Tuan Agate."

​Ketakutan membanjiri wajah Ayah dan Ibu Akari. Mereka baru menyadari, pada momen yang mengerikan itu, bahwa janji manis yang mereka beli adalah racun yang mematikan. Pintu restoran tertutup oleh para pria berjas, dan malam segera menjelang, membawa kengerian yang tak terhindarkan bagi keluarga Otsuki.

.

.

.

Setelah mengumumkan kenaikan bunga yang mematikan, Haruna duduk dengan santai di salah satu kursi pelanggan, bersandar dengan anggun. Para pria berjas berdiri diam, memblokir pintu keluar.

​"Jangan khawatir, Tuan dan Nyonya Otsuki," ujar Haruna dengan nada dingin. "Tuan Agate selalu menyediakan solusi bagi para peminjam yang 'kesulitan'."

​Ia menjentikkan jarinya ke salah satu pria berjas, yang kemudian meletakkan sebuah map baru di meja.

​"Ada dua cara," lanjut Haruna. "Satu, Anda lunasi utang X dalam 24 jam. Atau dua, Anda serahkan seluruh aset Anda—restoran ini, rumah Anda, semua tabungan—dan sisanya, Anda bayar dengan mengikat kontrak kerja di bawah pengawasan AgateX. Sederhananya, Anda berdua akan bekerja seumur hidup untuk melunasi utang yang tidak akan pernah selesai."

​Mendengar opsi itu, Ayah dan Ibu Akari tahu bahwa hidup mereka telah berakhir. Kedua opsi itu sama-sama berarti mereka tidak akan pernah lagi melihat Akari bahagia, tidak akan lagi bisa membiayai impiannya. Mereka menangis tersedu-sedu, menyadari bahwa janji-janji mereka kepada putri tercinta kini telah menjadi abu.

​Dalam keputusasaan, mereka berlutut di lantai restoran yang kotor, wajah mereka basah oleh air mata dan rasa malu. Mereka meraih kaki Haruna.

​"Nona Haruna, tolong! Kasihanilah kami! Putri kami... dia akan kuliah! Kami hanya ingin melihatnya bahagia! Berikan kami keringanan! Kami mohon!" pinta Ibu Akari sambil terisak.

​"Kami akan bekerja keras! Kami akan mencari uang! Tolong, jangan hancurkan masa depan putri kami!" tambah Ayah Akari, memohon dengan putus asa.

​Haruna, yang kakinya disentuh oleh orang-orang yang putus asa, menunjukkan ekspresi jijik. Ia mengalihkan pandangannya, menghela napas panjang seolah-olah terganggu oleh serangga.

​"Sungguh menyedihkan," gumamnya, tanpa sedikit pun empati.

​Dengan gerakan cepat dan kejam, Haruna menendang tangan Ayah dan Ibu Akari yang memegang kakinya, membuat mereka terhuyung ke belakang di lantai.

​"Keputusan sudah dibuat, Tuan dan Nyonya Otsuki. Jangan menghabiskan waktu saya dengan drama murahan," desisnya. "Pilih. Sekarang."

​Dalam rasa malu dan putus asa yang tak tertahankan itu, Ayah dan Ibu Akari menyadari bahwa tidak ada jalan keluar, tidak ada ampunan, dan mereka telah gagal total. Satu-satunya cara untuk mengakhiri penderitaan ini dan memastikan Agate tidak akan pernah menggunakan mereka untuk menyakiti Akari adalah dengan tindakan terakhir yang drastis.

1
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!