NovelToon NovelToon
SUSUK JALATUNDA

SUSUK JALATUNDA

Status: sedang berlangsung
Genre:Kutukan / Horor / Duniahiburan
Popularitas:2.9k
Nilai: 5
Nama Author: Naim Nurbanah

Misda terpaksa harus bekerja di kota untuk mencukupi kebutuhan keluarga nya. Saat Dikota, mau tidak mau Misda menjadi LC di sebuah kafe. Singkat cerita karena godaan dari teman LC nya, Misda diajak ke orang pintar untuk memasang susuk untuk daya tarik dan pikat supaya Misda.

Bagaimana kisah selanjutnya? Ikuti cerita novelnya di SUSUK JALATUNDA

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Naim Nurbanah, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

Bab 4

Misda menghela napas berat saat menginjakkan kaki di kota yang keras dan tak kenal ampun. Demi keluarga di kampung yang menanti uluran tangannya, ia rela mengorbankan harga diri dengan menjadi LC di sebuah kafe. 

Dua bulan berlalu, namun rejeki seolah enggan menyapa; penghasilan dua juta rupiah per bulan dari mami Rosa terasa bagai tetes air di lautan kebutuhan yang kian menekan. Kepayahan dan putus asa mulai merayap masuk, menggerogoti harapan dan keyakinannya. Hingga suatu hari, godaan licin dari teman-teman seprofesi datang menggerayangi hati Misda yang rapuh.

 "Pasang susuk, biar pelanggan datang tanpa henti," bisik mereka, menjanjikan pesona magis untuk memikat setiap pandangan. 

 Misda menatap cermin dengan wajah pucat dan jiwa yang bimbang. Dia tahu, langkah ini bukan hanya tentang kekuatan fisik, tapi juga pertaruhan besar pada dirinya sendiri. Namun, apa daya, dalam kerasnya kehidupan kota, setitik harapan menjadi obat dari perih yang harus dia telan. Dengan berat hati, Misda mengiyakan, memasuki dunia gelap yang mungkin membawanya ke jurang tak terduga.

“Ayolah, Misda! Kamu harus ikut aku ke orang pintar. Ini bukan sekadar omong kosong, ini tentang keberuntungan kita, tentang bagaimana kita bisa laris manis melayani pelanggan,” ujar Dona dengan mata yang menyala-nyala penuh keyakinan. 

 Selama ini, katanya, dia sudah memasang susuk untuk menarik pelanggan. Tapi susuk itu butuh disulap, diasah agar kekuatannya tak luntur dimakan waktu. 

“Ini saatnya aku mengasah kekuatan susukku, dan kamu harus ikut supaya energimu juga ikut menyala!” 

 Dona bukan sekadar omong doang. Hampir setiap malam, dia berhasil mengantongi tips minimal sejuta rupiah dari para pelanggannya. Dalam sebulan, pendapatannya selalu di atas lima juta, belum termasuk bonus dari tamu-tamu istimewa yang menemani.

 “Kalau kamu ikut, aku yakin hidup kita bakal berubah, Misda. Jangan sampai peluang ini lewat begitu saja!” 

Dona menggenggam tangan Misda erat-erat, menancapkan harapan yang berkobar dalam setiap kata.

Misda terpaku dalam diam, benaknya penuh badai kebimbangan. Dua bulan sudah ia merantau, meninggalkan kampung halaman demi sejumput harapan dan sedikit rejeki di kota besar. Namun, setiap keringat yang jatuh di kafe itu seolah tak berbuah, hasilnya tak pernah cukup, bahkan untuk sekadar menutupi kebutuhan sehari-hari.

 Beban di dadanya kian berat, apalagi bila ingat wajah keluarga yang menanti di kampung. Kata-kata pedih ibu tirinya masih menghantuinya, terngiang seperti jeratan: 

"Kamu tak becus cari uang, Misda." Luka itu menganga semakin dalam, membuat harapannya runtuh.

“Jika aku tak bisa mengirimkan apa pun untuk mereka, untuk apa aku bertahan di sini?” pikirnya dengan getir. Kepedihan dan rasa gagal itu menggulungnya, menghimpit sampai napasnya terasa sesak. 

Dalam kesendirian malam yang dingin, Misda hampir saja menyerah pada gelap, merasa tak berarti di dunia yang kejam ini. Namun, di balik semua kehampaan itu, ada bara kecil yang masih berjuang menyala, semburat harapan yang tak ingin ia padamkan begitu saja.

"Misda, teman-teman kita di sini rata-rata pakai susuk pengasihan dan penglarisan, kamu lihat sendiri kan? Setiap malam, merekalah yang selalu kebagian menemani tamu di kafe ini. Sementara kamu? Kadang sepi pelanggan, bahkan penghasilanmu nyaris tak cukup. Apa kamu nggak pengin punya pelanggan yang banyak, yang nggak cuma datang tapi juga royal kasih tips?" 

Dona menatap tajam, suaranya penuh harap sekaligus mendesak. Misda menundukkan kepala, hatinya berkecamuk antara ragu dan keinginan untuk berubah. Di balik diamnya, ada tekad yang perlahan membara. Tanpa menunggu lama, Dona menarik tangan Misda. 

"Ayo, aku tahu tempatnya. Kita pergi ke dukun yang dulu pasang susuk di aku. Dia jagonya." 

 Siang itu, mereka melaju menuju pinggiran kota dengan motor matic Dona. Sepanjang perjalanan, udara panas tak mampu mencairkan keheningan Misda yang penuh keraguan. Sampai akhirnya, rumah dukun pintar itu muncul di depan mata, seperti gerbang menuju dunia yang berbeda, tempat dimana harapan dan risiko berbaur dalam satu tarikan napas.

Di rumah kayu jati yang berdiri kokoh itu, deretan orang mengantri dengan wajah penuh harap dan ketegangan, masing-masing membawa beban masalah yang menyesakkan dada. Ada yang datang dengan doa supaya rumah tangganya tidak hancur lebur seperti reruntuhan yang tak terperi, ada pula yang memohon agar usahanya segera meroket dengan pelarisan yang ampuh dari dukun pintar itu. 

Di antara mereka berdiri Dona, dengan tatapan serius, membawa tujuan yang tak kalah penting: mengasah kembali susuk pengasihan yang melekat di tubuhnya, agar pesona yang dia titipkan pada kafe tempatnya bekerja tetap membara dan tak pudar oleh waktu. 

 "Dona... berapa aku harus bayar untuk pasang susuk nanti?" suara Misda menggema pelan, hampir tak terdengar di antara kerumunan.

 "Aku cuma bawa satu juta, sisa dari gaji kemarin... Selebihnya sudah ku kirim untuk keluarga di kampung," bisiknya penuh harap, seperti orang yang sedang menimbang beratnya sebuah pilihan hidup. Dona menatap Misda dalam-dalam, seolah mengukur takdir yang akan mengikat nasib mereka dalam helaan napas penuh teka-teki.

"Tenang saja, Mis. Aku akan membantumu, kalau susuk yang cocok untukmu harganya mahal, aku yang akan mengusahakannya." Mata Dona menyiratkan keyakinan, tapi ada bayang-bayang ketidakpastian di balik ucapannya. 

"Tapi ingat, semua tergantung pada rejekimu. Tak semua yang datang ke sini pulang dengan apa yang diharapkan." Misda mengerutkan kening, suara Dona semakin menukik ke dalam kegelapan cerita.

 "Dulu, aku juga pernah membawa Santi ke sini. Namun, dia tidak sanggup dipasangi susuk di wajah maupun tubuhnya. Akhirnya, aku bawa dia ke dukun pintar lain, yang memberinya mantra pengasihan dan penglarisan." Dia menunduk, napasnya tersendat, lalu melanjutkan dengan suara pelan tapi menusuk,

 "Tapi mantra itu punya harga mahal, Santi harus mencarikan tumbal setiap tahun. Tak jarang, pelanggan yang berhubungan intim dengannya... mendadak meregang nyawa. Mantra itu mencari mangsanya sendiri." 

 Kata-kata Dona membuat bulu kuduk Misda berdiri, tubuhnya menggigil menahan ngeri. Dia meremas-remas ujung bajunya, suaranya nyaris berbisik, 

"Dona, aku tidak ingin susuk yang butuh korban nyawa seperti itu." 

 Hening sejenak, ketakutan dan harapan bertarung dalam dadanya, membayang seperti bayang-bayang gelap yang menunggu untuk menghancurkan semua.

"Tenang saja! Semua keputusan tetap di tanganmu," suara Dona mengalir lembut, mencoba menenangkan Misda yang masih terlihat ragu.

 "Dukun pintar itu tidak akan pernah memaksa jika kamu merasa tak siap." 

 Misda hanya menganggukkan kepala pelan, matanya menyimpan ketegangan yang tak bisa disembunyikan. Tiba-tiba, seorang pembantu dari sang dukun memanggil Dona dari kejauhan. 

Dona melangkah pelan menuju pintu, napasnya bergetar sedikit saat membuka tabir misteri yang menyelimuti tempat itu. Di dalam ruangan itu, dia mulai mengutarakan niatnya dengan suara yang mantap, walau hati kecilnya bergelora antara harap dan cemas.

1
NAIM NURBANAH
Semangat
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!