NovelToon NovelToon
Pewaris Dendam

Pewaris Dendam

Status: sedang berlangsung
Genre:Anak Kembar / Balas dendam pengganti / Nikah Kontrak
Popularitas:293
Nilai: 5
Nama Author: Lautan Ungu_07

Tujuh belas tahun lalu, satu perjanjian berdarah mengikat dua keluarga dalam kutukan. Nadira dan Fellisya menandatangani kontrak dengan darahnya sendiri, dan sejak itu, kebahagiaan jadi hal yang mustahil diwariskan.

Kini, Keandra dan Kallista tumbuh dengan luka yang mereka tak pahami. Namun saat rahasia lama terkuak, mereka sadar… bukan cinta yang mengikat keluarga mereka, melainkan dosa yang belum ditebus.

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Lautan Ungu_07, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

Bab 04 Impian Belum Tercapai

Hari-hari berlalu tanpa ragu. Sore itu senja perlahan mulai menghilang, dan cafe mulai semakin ramai pengunjung. Aroma kopi dan roti manis memenuhi udara.

Athar berdiri di balik meja kasir, sementara Cakra duduk di kursi dekat panggung mini, memetik gitar pelan.

"Bro, kalau kayak gini terus, gue rasa kita bisa buka cabang baru."

"Siapa yang mau urusnya, ege?" tanya Alka sambil nyengir.

"Tahu, lagian disini aja udah pas. Gue sebagai kasir, Alka sebagai waiters, lo sama Lista yang isi hiburan." sahut Athar, ia ikut duduk di sebelah Cakra.

"Kalau nggak ada hiburan, mungkin nggak serame ini." timpal Alka.

"Lagian, kalau buka cabang, siapa yang mau jagain?" tanya Lista yang kini ikut bersuara.

Cakra menoleh cepat ke arahnya. "Yaa, salah satu dari kita aja, cukup buat jagain meja kasir."

Athar menepuk pundak Cakra. "Iya, tapi disini pasti keteter kalau lagi rame."

Cakra menatap mereka bergantian. "Ya kita ambil yang nggak terlalu penting, Alka misalnya."

"Enak aja, nggak! nggak! Lagian ini aja udah cukup balik modal. Tiap bulan semua kebagian komisi, rata kan?" balas Alka, wajahnya ngambek dramatis menatap Cakra.

Cafe itu mulai buka sejak Alka dan teman-temannya baru saja menginjak di kelas tiga SMA. Awalnya, Alka menang audisi juara satu, hadiahnya lumayan besar.

Tapi, uangnya masih kurang untuk membeli cafe itu. Yang akhirnya, Cakra dan Athar ikut menambahkan. Jadi, cafe itu milik mereka bertiga. Lista hanya tamu yang selalu mereka undang untuk bernyanyi.

Ini semua berasal dari ide, Alka. Karena ia merasa waktu terbuang sia-sia jika setiap malam hanya menghabiskan nongkrong tanpa ada yang bisa menghasilkan.

Semakin malam, pengunjung semakin ramai. Mereka selalu minta Cakra dan Lista untuk bernyanyi menemani mereka.

"Ayok semuanya! Yang mau request, silahkan angkat tangan." suara Cakra menggema di speaker.

Lista hanya duduk di kursi, sesekali ia tersenyum menyapa para pengunjung.

Cakra mulai memetik gitar, dari nadanya, Lista langsung menangkap. Jika itu, lagu yang berjudul Tak Segampang Itu.

Setiap petikan gitar Cakra, di susul suara indah Lista. Ia duduk di kursi, rambut hitam dan panjang itu di biarkan tergerai. Mengenakan jaket kulit hitam, dan celana jeans hitam dengan sobek-sobek sedikit.

Jari Cakra berhenti memetik gitar, dan Lista selesai bernyanyi. Cakra maju ke depan panggung kecil itu.

"Ayok! ada yang mau request nggak, nih?" tanyanya pada pengunjung yang tengah bersantai di kursinya masing-masing.

"Kak, Janji Setia dari Tiara Andini," salah satu pelanggan mengacungkan tangan.

"Siapp!! Ta, ayok semangat!" satu persatu Cakra memainkan senar dengan sangat hati-hati, menjaga agar irama musik nya sama.

Beberapa orang maju ke panggung, ada yang request lagu, ada juga yang nyawer.

Waktu sudah menunjukan pukul sembilan malam. Cakra dan Lista turun dari panggung. Karena pengunjung tak seramai tadi, tinggal hanya beberapa orang saja.

"Ta, bagi dua, Ta," Cakra membawa uang hasil sawerannya.

"Iyalah, masa lo doang," jawab Lista ketus.

Alka dan Athar ikut bergabung. "Lumayan juga," kata Alka.

"Makanya gue mau, kalau dikit mah ogah," balas Lista.

Nominalnya lumayan ada buat jajan Lista seminggu. Karena para pengunjung juga kebanyakan mahasiswa, jadi sawerannya tak sebesar para pekerja kantoran yang datang.

"Gue cabut duluan, ya. Mau ke studio," Alka bangun dari duduknya.

"Latihan lagi?" tanya Athar, ia mendongak menatap Alka.

"Iya, bulan depan ada event katanya, sayang kalau nggak ikutan. Gue duluan ya," Alka berlari kecil menuju parkiran.

Motor matick vario miliknya, perlahan meraung meninggalkan cafe.

Athar menggeleng beberapa kali. "Kembaran lo, kerja keras banget. Walaupun tiap ikut lomba gagal." matanya tertuju pada Lista.

Lista menghela napas panjang. "Yaa, dia cuma pengen impiannya ke capai. Tapi... agak susah juga, karena Oma maunya Alka jadi hakim."

"Keras juga ya keluarga, lo. Gimana kalau kita bikin keluarga baru aja, Ta?" goda Cakra, ia nyengir lebar.

"Ogah, nggak minat." ia memutar bola matanya malas.

Malam semakin larut, udara semakin dingin. Ruangan itu hanya di terangi lampu neon. Dinding penuh cermin besar. Musik mulai mengalun dari speaker kecil.

Alka menatap pantulan dirinya, lalu mulai bergerak. Langkahnya cepat, energinya penuh tekad. Keringat menetes dari pelipis, napasnya berat, tapi matanya tak lepas dari bayangan di cermin.

"Sekali lagi!"

Musik di putar ulang, ia bergerak semakin lincah.

"Suatu hari... gue harus buktiin. Bukan cuma buat mereka, tapi juga buat gue sendiri."

Cermin terus memantulkan sosok remaja yang terus menari, sendirian, dengan dunia di luar belum tahu seberapa besar luka yang sedang ia lawan.

Wajahnya semakin basah karena keringat, kaos hitamnya sudah basah di bagian dada. Napas Alka semakin memburu, tapi ia tak berhenti.

Musik kembali mengalun, beat cepat, gerakan tajam. Kakinya menghentak lantai, suara sepatu menabrak irama.

Cermin di depannya memantulkan sosok yang nyaris tak di kenal. Remaja enam belas tahun, penuh amarah dan semangat yang nyaris gila. Sekilas, ia teringat wajah Nadira yang menatapnya dingin sambil berkata. "Mimpi nggak bisa bikin kamu jadi siapa-siapa, Alka."

Tangannya mengepal. "Gue nggak minta jadi siapa-siapa. Gue cuma pengen, jadi gue sendiri."

Musik berhenti. Hening. Hanya suara napas yang berat. Ia duduk di lantai, menatap langit-langit yang pucat.

Dari jendela, terlihat lampu kota berkelip, sayup jauh. Seperti impian yang belum bisa di gapai. Tangannya terulur mencoba meraih bayangan itu.

"Gue bakal buktiin... bahkan jika harus di mulai dari nol."

Ponselnya bergetar di lantai. Notifikasi pesan masuk dari Renata.

"Jangan pulang terlalu malam, Ka. Lista juga baru pulang. Hati-hati ya!"

Alka tersenyum kecil, menatap layar ponsel itu lama. Kemudian ia berdiri lagi, kembali menyalakan musik, kali ini pelan, lebih lembut. Tapi tatapannya tak berubah. Tajam, penuh janji.

Gerakan kembali mengalir, tak sesempurna tadi, tapi lebih jujur. Karena malam itu, satu-satunya yang menemani Alka cuma dua hal. Suara musik, dan mimpinya yang belum berhenti.

1
Apaqelasyy
Keren banget plotnya.
Lautan Ungu_07: Awww makasih udah baca🎀 seneng banget ada yang notice alurnya.💝💝
total 1 replies
Willian Marcano
Buatku melek sepanjang malam.
Lautan Ungu_07: Aduhh, kasihan matanya... tapi makasih loh, udah baca cerita ini.😅🥰🎀
total 1 replies
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!