Gubrakkk
Nala Casandra memegang kepalanya, dia baru saja membaca sebuah novel dan sangat kesal. Dia marah sekali pada seorang antagonis yang ada di novel itu. Sangking kesalnya, dia melemparkan novel itu ke dinding, siapa sangka novelnya mental kena kepalanya, sampai dia jatuh dari sofa.
Dan siapa sangka pula, begitu dia membuka matanya. Seorang pria tengah berada di atas tubuhnya.
"Agkhhh!" pekik Nala.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon noerazzura, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab 4. Sekar Nala in Dilema
Ketika Nala dan kedua pelayan setianya tengah berjalan menuju ke istananya. Tiba-tiba saja dia melihat pemandangan yang seharusnya membuat Sekar Nala yang asli sangat murka.
Di sebuah pendopo kecil di depannya. Suaminya, Pangeran Arga Yudha Kertajaya sedang bicara dengan Ratih Jayengwati. Dan keduanya tampak begitu akrab, jarak mereka berdiri pun hanya satu meter lebih sedikit. Itu termasuk sangat dekat.
Sumi dan Welas yang menyaksikan hal itu saling pandang. Mereka tahu, terakhir kali majikan mereka melihat pemandangan seperti itu. Sekar Nala begitu murka sampai menampar Ratih Jayengwati, bukan itu saja, Sekar Nala yang asli juga mencari gara-gara dengan Ratih Jayengwati, sampai salah satu pelayannya di hukum cambuk hingga kehilangan nyawa.
Nala memang berhenti. Tapi dia tidak marah.
'Wah, sepasang kasih sedang bertemu rupanya. Ck, pangeran Arga Yudha Kertajaya ini benar-benar ya, semalam dia tidur denganku, siangnya sudah bersama kekasihnya lagi. Harusnya dia tidak usah menyentuhku, bagaimana perasaan Ratih Jayengwati kalau tahu, pria yang dia cintai menyentuh wanita lain' batinnya memandang serius ke arah pangeran Arga Yudha Kertajaya dan Ratih Jayengwati.
Sumi dan Welas semakin khawatir. Karena majikan mereka memandang cukup lama dua orang yang sepertinya belum menyadari kedatangan Nala karena memang sedang bicara dengan santai serius.
Nala berdecak, dan segera menghampiri dua orang itu.
"Sumi, cepat panggil pengawal. Mungkin akan terjadi perkelahian. Dan pastinya Pangeran Arga Yudha Kertajaya tidak akan membantu tuan Putri!" kata Welas.
Sumi langsung mengangguk paham. Dengan wajah cemas, dia berlari secepat yang dia bisa untuk memanggil pengawal dari istana mereka.
Asih, pelayan Ratih Jayengwati yang melihat kedatangan Sekar Nala langsung menyapa Sekar Nala sekaligus memberitahukan pada majikannya kalau wanita itu datang mendekat.
"Sembah pangabekti Tuan putri Sekar Nala!" ucapnya dengan lantang.
Nala masih berjalan tanpa menjawab sapaan dari pelayan Ratih Jayengwati itu. Bukankah dia harus terlihat seperti seorang istri yang sedang menangkap basah suaminya bertemu dengan wanita lain yang merupakan kekasih masa kecilnya. Meski sebenarnya Nala tidak perduli, tapi dia juga harus berakting sedikit untuk membalas perlakuan pangeran Arga Yudha Kertajaya padanya tadi pagi.
Pangeran Arga Yudha Kertajaya segera menjauh dari Ratih Jayengwati. Tadinya, jarak mereka yang hanya lebih dari satu meter itu, menjadi lebih jauh, bahkan sampai dia meter lebih.
Dan tatapan Ratih Jayengwati, terlihat tidak senang, ketika pangeran Arga Yudha Kertajaya menjauh darinya.
"Sembah pangabekti Tuan putri" sapa Ratih Jayengwati yang memang kedudukannya lebih rendah dari Sekar Nala.
Nala mengangguk tipis. Benar-benar sangat tipis.
Pangeran Arga Yudha Kertajaya segera menoleh ke arah Nala.
"Darimana kamu?" tanyanya dingin.
Nala mendengus pelan. Kalau tidak niat bertanya kenapa harus bertanya.
"Bukannya seharusnya aku yang bertanya pada pangeran, apa yang begitu menarik yang pangeran bicarakan dengan dinda Ratih Jayengwati...."
Nala menekan kata 'dinda' yang dia ucapkan. Rasanya kata itu sangat familiar. Dia pernah mendengar pangeran Arga Yudha Kertajaya mengucapkan kata itu di depan nama Ratih Jayengwati, saat mereka bertengkar beberapa waktu lalu. Ingatannya seperti itu.
"Kamu..." ucapan pangeran Arga Yudha Kertajaya tertahan.
"Ratih, pergilah!" seru pangeran Arga Yudha Kertajaya.
Dengan wajah tidak senang. Ratih memberi hormat lalu pergi.
Setelah Ratih Jayengwati pergi, Arga Yudha Kertajaya mendekati Nala dan menatapnya dengan tidak senang.
"Hei, kalau ada yang harus marah! bukankah seharusnya aku? kenapa malah kamu yang melotot?" tanya Nala santai.
Merasa Nala terlalu tidak sopan, Pangeran Arga Yudha Kertajaya meraih pergelangan tangan Nala dan mencengkramnya dengan kuat.
"Jangan kira aku tidak tahu apa yang sedang di mainkan keluarga Adipati Wiyanarka, Sekar Nala. Dan kamu juga tidak perlu memainkan peranmu sebagai istriku. Pernikahan ini hanya formalitas..."
Nala merasa sedikit tersinggung.
"Kalau hanya formalitas, kenapa kamu meniduriku?" sela Nala dengan cepat dan lantang.
Para pengawal pangeran Arga Yudha Kertajaya langsung berbalik. Dan Welas juga langsung menutup telinganya.
Mata pangeran Arga Yudha Kertajaya melebar. Wanita di depannya itu, rasanya menjadi sangat berani sekarang. Dulu, dia hanya akan menangis di depan pangeran Arga Yudha Kertajaya, dan akan bersikap kasar di depan orang lain. Tapi, tadi dia juga tidak langsung menampar Ratih Jayengwati seperti terakhir kali pertemuannya dengan Ratih Jayengwati. Sekar Nala bahkan bicara cukup banyak pada Ratih Jayengwati, bahkan menyebutnya 'dinda'.
Pangeran Arga Yudha Kertajaya melepaskan tangan Nala. Dan memilih pergi meninggalkan tempat itu.
Nala mengusap pergelangan tangannya itu perlahan.
"Cih, biasanya menggertak. Giliran di gertak, kabur!" kesalnya.
Nala masih di sana, masih mengomel tentang pangeran Arga Yudha Kertajaya. Saat pangeran Arga Yudha Kertajaya menoleh ke arahnya sambil berjalan dengan raut wajah kesal.
Sumi sudah datang bersama beberapa pengawal yang ikut ke istana dari kediaman Adipati Wiyanarka.
"Mbak Welas, bagaimana?" tanya Sumi.
"Tidak terjadi apa-apa"
"Syukurlah"
Nala kembali ke istananya, dia duduk di sebuah pendopo yang ada di bawah jembatan kayu. Dimana ada kolam ikan di bawahnya.
Setelah makan siang, dia keluar untuk mencari udara segar.
"Ya ampun, seharusnya aku baca novel itu sampai selesai. Kan aku jadi tidak tahu bagaimana akhirnya, aku sudah terlanjur kesal pada kelakuan bodoh Sekar Nala. Sekarang aku harus apa? minta bantuan Jenderal Mahesa Wulung, atau aku mempertahankan kehidupan pangeran Arga Yudha Kertajaya yang menyebalkan itu?" gumamnya bingung.
Nala bahkan berkali-kali duduk dan berdiri. Benar-benar kebingungan. Dia mencoba untuk mencerna semua yang terjadi, dan alur cerita yang ada di novel itu.
"Hem, kalau aku bantu pangeran. Maka dia yang akan menjadi Raja kan? lalu aku tidak harus di penjara kan? aku tidak akan mati! eh..."
Nala baru memikirkan hal itu, tapi kemudian dia berubah pikiran lagi.
"Salah, salah. Ini salah! kalau aku bantu pangeran Arga Yudha Kertajaya, dan dia menjadi Raja, bukan Si Arga Jaya Dirgantara. Bukanya nanti yang akan dia jadikan ratu itu si Ratih Jayengwati itu. Ya ampun, kenapa aku gak kepikiran kesana. Hehh, ini sih sama saja. Aku pasti juga akan di injak-injak oleh wanita itu. Sekarang saja dia menatapku dengan galak begitu!" gumamnya lagi.
Nala duduk dan meletakkannya kepalanya yang penuh dengan pemikiran beban berat itu di atas meja.
"Hahhh, aku harus bagaimana?" gumamnya.
"Sembah pangabekti Tuan putri!"
Nala mengangkat kepalanya.
"Jenderal" ucapnya sedikit terkejut.
***
Bersambung...