Ayu Larasati, seorang dokter spesialis kejiwaan yang lebih senang tidur di rumah sakit daripada harus pulang ke rumahnya. Ada sebab nya dia jarang pulang ke rumah. Apalagi jika bukan drama ibunya yang menginginkannya menikah dan segera memberikannya cucu.
Ibunya memaksa ingin menjodohkan dirinya dengan seorang laki-laki.
Duta Wicaksana, seorang bupati yang amat disegani di kota Magelang. Dia amat pintar mengelola kota nya sehingga kota nya bisa menjadi kota maju. Tapi sayangnya belum memiliki pendamping. Dirinya pasrah ketika akan dijodohkan oleh orang tuanya dengan seorang perempuan.
Mereka dipertemukan dalam ta'aruf. Mungkinkah cinta mereka akan bersemi?
Atau mungkinkah bunga cinta itu akan layu sebelum waktunya?
Mari kita simak perjalanan kisah cinta mereka.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Mak Nyak, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Kencan
Duta dan Laras menikmati pemandangan yang terhmapar di depan matanya. Sangat menyejukkan mata. Udara yang masih segar mereka hirup dalam-dalam.
"Makasih ya Ay" ucap Duta tersenyum kepada Laras.
Laras membalas senyumnya. "Makasih buat apa dulu?"
"Makasih udah mau maafin abang, makasih udah mau mengungkapkan perasaan kamu sama abang, dan makasih mau jadi pendamping hidup abang" tutur Duta.
Laras menautkan alisnya. "Yang ketiga kayaknya belum Laras lakuin deh"
"Alah, kamu tuh ya. Udah ngungkapin perasaan sama abang itu udah cukup jadi bukti ke abang bahwa kamu mau jadi pendamping hidup abang"
Laras hanya tersenyum. "Ya kan keluarga abang belum denger keputusan Laras"
"Iya besok minggu abang kesana sama keluarga abang"
"Emang sabtu abang mau kemana sih?" tanya Laras menyelidik.
"Ada wawancara sama tv x, tentang proyek taman kemarin. Abang gak enak nolaknya. Kamu mau gak nemenin abang?"
"Mmm, sabtu ya? Kayaknya kak Ais ngajak jalan deh bang. Maaf ya gak bisa ikut"
"Hmmm, ya sudah lah gak papa. Abang sih pengennya kamu ikut. Gak papa kan abang gak jadi datang ke rumah kamu hari sabtu?"
"Ya gak papa lah, kan yang penasaran sama jawaban Laras abang, bukan aku nya"
"Hahahah, abang udah gak penasaran lagi sama jawabannya. Abang udah yakin banget bakal jadi suami kamu. Takdir bekerja dengan sendirinya Ay, kita selalu dipertemukan entah bagaimana, lewat mamah, kak Yuna, kemarin kondangan dan sekarang Ais"
"Hmm, iya juga sih. Apalagi aku sekarang lagi halangan. Mana bisa sholat istikharoh"
"Kamu siap jadi istri abang? Nerima segala kekurangan abang?"
"Insyaallah" ucap Laras penuh senyum dan dibalas oleh Duta dengan senyuman pula.
Tak lama makanan pun datang.
"Makasih ya mbak" ucap Laras kepada pelayan itu.
"Sama-sama bu"
Pelayan itu pergi. Duta geleng-geleng kepala melihat menu di depannya.
"Banyak banget Ay, bisa habisin semua nya?" tanya Duta masih heran.
"Bisa, kan ada perut abang juga. Hahahah" Laras tertawa lepas membuat Duta menikmati tawa itu.
"Kamu makin cantik kalau tertawa begitu Ay, sering-sering ketemu ah biar bisa lihat tawa kamu" ucap Duta menggoda Laras.
"Ish, abang mulai lagi deh. Jangan suka godain Laras"
"Emang kenapa? Takut tergoda ya??"
"Ishh, udah-udah makan. Ngobrol terus" Laras mulai membaca doa dan menyantap makanannya.
Mereka menikmati makanan mereka dengan tenang. Hingga menghabiskan semua nya.
"Hadeh, kenyang perut abang Ay" Duta mengelus-elus perutnya.
"Sama Laras juga kenyang banget. Pulang yuk bang, udah mau maghrib"
"Iya, nanti mobil kamu abang bawa aja. Biar nanti diantar pak supir"
"Gak usah, biar nanti Laras bawa mobil sendiri aja"
"Abang kan juga pengen ketemu abi"
"Besok minggu kan ketemu abang sayang?"
"Haduuuuhhh meleleh abang kamu panggil begitu. Lunglai kaki abang gak bisa berdiri"
"Hahahaha, abang lebay ah. Ayo pulang! Mau Laras tinggal?"
"Bayar dulu dong, nih dompet abang" Duta memberikan dompetnya kepada Laras.
"Ambilin lah bang, gak enak masa ngambil sendiri?"
"Gak papa ambil aja"
"Ya sudah lah, debat terus dari tadi" Laras dan Duta berjalan keluar. Laras berhenti di kasir sedangkan Duta langsung masuk ke mobil.
"Berapa mbak?" tanya Laras kepada kasir.
"Meja nomor berapa buk?"
"Meja nomor 9"
"Totalnya 186 ribu rupiah" ucap kasir tersebut.
Laras membuka dompet Duta dan mengambil 2 lembar uang seratusan. Saat itu dia melihat ada foto seorang wanita yang tersenyum menampilkan gigi nya.
"Ini bu kembaliannya" ucap kasir itu membuyarkan pikirab Laras.
"Oh iya makasih mbak" ucap Laras tersenyum dan berlalu.
Laras menuju mobilnya dan langsung masuk. Dia memasang seatbelt nya dan menyerahkan dompet Duta. Muka Laras berubah menjadi datar. Duta bingung dengan perubahan sikap Laras.
"Nih bang dompetnya, makasih" ucap Laras datar. Laras hanya menaruhnya di dashbor mobil.
Duta bingung. Kenapa dia gak senyum?
"Ay" panggil Duta.
"Jalan bang, Laras capek!" ucap nya kembali judas.
Apa lagi salah ku. Ingin ku teriaaakk. Batin Duta dalam hati.
"Ay, kamu kenapa sayang?"
"Jalan bang!"
"Jelasin dulu ke abang, kamu marah? Karena apa? Abang ada salah sama kamu?"
Laras membuang muka sembarang arah dan bersidekap. Dia tak menjawab pertanyaan Duta.
Duta semakin yakin bahwa Laras sedang tidak baik-baik saja. Dia sedang marah. Duta mengambil dompetnya, dia membukanya. Dan barulah dia sadar jika foto Dini masih ada di dalam dompetnya.
Aduh Dutaaaa. Dasar ceroboooh. Cari penyakit ini namanyaaaa 😭😭. Batin Duta dalam hati.
"Ay, sayang ini foto lupa abang keluarkan dari dompet abang. Abang lupa"
"Aku gak mau bahas itu. Aku capek pengen pulang"
"Abang buang foto Dini sekarang" Duta keluar dari mobil dan membawa dompetnya. Dia mengeluarkan foto Dini dari dalam dompetnya dan membuangnya di tong sampah.
Laras mengikuti arah Duta keluar mobil dan melihatnya membuang foto Dini. Seketika amarahnya hilang. Duta kembali ke dalam mobil. Dia melihat Laras masih membuang muka.
"Ay, abang udah buang foto Dini. Jangan cemburu dengan orang yang sudah tidak ada. Itu akan percuma sayang" tutur Duta mencoba meredam emosi Laras.
"Justru kenangan itu selalu abang simpan dan gak bisa dilupakan membuat yang masih ada tersingkir dengan sendirinya" jawab Laras.
Duta diam memikirkan omongan Laras. Memang selama ini Duta masih menyimpan semua tentang Dini. Semuanya. Hingga dia bertemu Laras dan mampu mengetuk pintu hatinya kembali.
"Laras minta maaf" ucap Laras.
"Kamu gak salah, yang kamu ucapkan benar adanya. Abang dari dulu gak pernah bisa lupa dengan Dini. Tapi setelah bertemu kamu, ada getaran sendiri di hati abang. Mulai saat itu abang merasa siap untuk membuka hati abang lagi. Maafin abang ya, abang lupa membuang fotonya Dini"
"Sinikan dompet abang" Laras menengadahkan tangannya kepada Duta.
Duta menautkan alisnya. Dia kembali merogoh saku celananya dan mengambil dompetnya. Dia memberikannya kepada Laras.
"Buat apa Ay?" tanya Duta.
Laras membuka tasnya dan mencari keberadaan dompetnya. Dia membuka dompetnya dan mengambil foto dirinya. Lalu memasukkan ke dalam dompet Duta.
Duta tersenyum dan mengelus-elus kepala Laras.
"Nih udah diganti sama foto Laras. Kalau yang ini jangan dibuang!" ancam Laras
"Hahaha, iya. Udah ya jangan marah lagi sama abang?"
"Iya abang"
"Makasih"
"Sama-sama sayang"
"Aaahhh, lagi-lagi. Abang meleleh nih. Kaki abang gemeteran" ucap Duta penuh senyuman.
"Hahahha, udah sih. Nanti kalau sudah menikah tak panggil sayang tiap hari"
"Sekali lagiiiii aja. Please" Duta memohon kepada Laras.
"Ayo pulang abang sayaaang. Udah mau maghrib. Nanti Laras bisa kemalaman sampai rumahnya" ucap Laras sambil menahan tawa.
"Makasiiiiihhh" ucap Duta penuh senyum mengembang di bibirnya. Duta mulai melajukan mobilnya.
Sepeninggalan Duta dan Laras ada seseorang yang hendak membuang botol minuman. Dia melihat ada foto Dini dalam tong sampah itu. Lalu dia mengambilnya.
"Dini? Kenapa foto nya ada disini?" Ucap orang itu sambil mengedarkan pandangannya tapi tak menemukan siapa-siapa.
.
.
.
Like
Vote
Komen
Tip
Udah 2x up ya, nanti malam insyaallah lagi. Kalau author gak ngantuk. Hahahaha 😜✌✌
😂😂😂