calon suamiku tidak datang di hari pernikahan kami,sementara keluarga pamanku mendesak agar aku mencari pengantin penganti agar mereka merasa tidak di permalukan.terpaksa,aku meminta supir truk yang ku anggap tengil untuk menikahiku,tapi di luar dugaanku, suami penganti ya aku sepelehkan banyak orang itu...... bukan orang sembarang bagaaiman bisa begitu dia berkuasa dan sangat menakutkan
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Sheena Sheeila, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Berita viral
Rizal datang sedikit larut saat ibu sudah beristirahat di kamar. Sudah begitu dia tidak langsung masuk tapi malah duduk di teras memeriksa ponselnya.
"Rizal?" tegur ku.
Rizal yang melihatku datang langsung menutup ponselnya dan bertanya. " ibu di mana?"
"Sudah istirahat. Ibu tidak biasa tidur larut, jadi jam 9 malam sudah ngantuk."
Sepertinya baru teringat sesuatu, Rizal bangkit menghampiri mobil pick up nya. Dia balik lagi setelah mengambil sebuah buket indah dari dalam mobilnya.
"Selamat Nyonya Risna Rizal Pratama sarjana ekonomi." Rizal menyebutkan namaku lengkap dengan tempelan namanya dan gelar yang barusan aku dapatkan. Dia menyerahkan buket itu padaku.
Aku tersenyum menerimanya lalu segera ku peluk pria baik itu. Aku tidak lupa pria inilah yang mengusahakan agar ibuku datang di hari wisudaku.
"Terima kasih ya, Rizal untuk semuanya," ujarku menyerusuk ke dalam pelukannya. Nampak begitu terharu bahwa Tuhan masih sangat baik padaku mengirimkan pria ini menemaniku.
"Sama-sama, sayang. Aku tidak menolak ko dicium sebagai ungkapan terima kasihnya," tukas Rizal yang membuatku bangkit dari pelukannya. Aku tersenyum dan menjijit untuk menyampaikan bibirku pada bibirnya.
"Kau hanya memintaku menciummu?" kerlingku setelah melepaskan ciuman. Aku sudah mulai berani menggodanya sekarang.
Rizal tersenyum lalu mengarahkan bibirnya di telingaku untuk berbisik. "Nanti saja kita cari hotel. Malu ada ibu di rumah. Kau berisik sekali klau bercinta."
Mendengarnya, aku jadi reflek meninju perutnya namun tidak keras. Rizal pura-pura mengadu hingga membuatku merasa bersalah. "Ya ampun, maaf, Rizal. Sakit ya?" aku memeriksa perutnya.
"Iya, tapi bukanya yang disitu. Dibawahnya," tukas pria itu yang dengan nakalnya menggiring tanganku ke bawah perutnya. Untung aku sigap dan menghindarinya sambil mencebik karna sudah hampir terkena jebakan betmen.
Rizal hanya terkekeh sambil membuntuti ku masuk.
"Kenapa baru pulang?" tanyaku kemudian setelah kami sudah masuk ke dalam. Ku ambilkan air minum untuknya sekedar membasahi kerongkongannya.
"Tadi ada muatan tapi baru bisa antar setelah antar kamu wisuda. Jadi maaf ya baru bisa pulang," tukas Rizal menjelaskan kenapa baru pulang selarut ini.
Mendengar hal itu, aku semakin terharu dan memeluknya lagi.
Benar kata ibu, Rizal memang pria yang sangat bertanggung jawab. Dia memenuhi tanggung jawabnya mengantarkan ku di wisuda, baru itu kemudian menjalankan tanggung jawab pekerjaannya.
"Sudah makan belum?" tanyaku, takutnya seharian bekerja dia sampai lupa makan.
"Belum sih, tapi ini sudah malam. Aku sudah tidak bernafsu makan.''
Benar 'kan apa aku kira tadi. Rizal pasti melupakan jam makannya.
" Tadi aku dan ibu sudah masak banyak. Ibu juga bawa banyak makanan kesukaanku. Mubazir sekali kalau tidak ada yang makan. Aku ambilkan makanan, ya?" ku tarik lengan Rizal kemeja makan dan dia hanya mengikuti saja seperti anak kecil yang menuruti ibunya.
"Baik, sedikit saja, ya?" Rizal tidak menolak. Mungkin tidak ingin membuatku kecewa karna tidak ada yang makan masakanku.
"Iya." dengan semangat kuambil makanan untuk Rizal.
"Apa itu?" tanyanya melihatku mengambilnya makan.
"Ini makanan kesukaanku. Tapi jangan segan blang tidak enak klau kau tidak suka", tutur ku.
Aku ingat, saat memasaknya tumis ikan peda waktu itu, sebenarnya Rizal sangat tidak suka, namun karna hanya ingin menghargai masakan ku dia memakannya saja dan tidak banyak komentar. Walau ku tahu dia begitu menahan rasa asin ikan peda yang ku masak.
"Apa ini namanya?" tanya Rizal lagi memperhatikan isi piringnya.
"Ini Abon ikan gabus. Sejak kecil aku suka sekali ikan gabus. Biasanya paling suka klau di semur. Tapi karna ibu tidak mungkin membawa semur dari kampung ke kota, jadinya dia mengolahnya menjadi abon ikan gabus."
Sambil mendengar ku yang tidak berhenti mengoceh, Rizal langsung melahap makanan yang sudah aku ambilkan.
Kulihat dengan seksama dan kali ini tidak memperlihatkan ekspresi apapun. Apa di juga menyukainya?
"Suka, Rizal?" tanyaku memastikan.
Kutunggu jawabannya. Karna seandai nya dia tidak berkenan, aku tidak keberatan klau membuatkan sesuatu yang bisa dimakannya.
Aku bisa memaklumi klau dia tidak suka. Rizal tinggal dan besar di kota, tentu jarang menemukan makanan yang aneh seperti itu.
"Enak, kok!" ujar Rizal masih melahap makanan di piring itu.
Senangnya melihat suamiku menyukai makanan yang aku suguhkan.
"Jangan lupa cah kangkungnya di makan."
ku tambahkan cah kangkung yang belum disentuhnya di piring. Rizal juga tidak menolak.
Deringan ponselku di meja membuatku teralihkan. Tadi setelah di omelin pria ini, ku rubah settingan ponselku agar terdengar deringnya.
Aku segera bangkit melihat siapa yang menelfon. Ada nama Sheena di sana. Segera ku angkat ponselnya dan mencari tempat lain untuk menerimanya.
"Selamat malam, Sheena?" sapaku dengan nada sedikit heran. Untuk apa tengah malam Sheena menelponku?
"Malam, Risna. Maaf klau menganggu. Tapi aku lihat status pesanmu baru 5 menit lalu aktif. Jadi aku hubungi kamu," ku dengar suara Sheena.
"Iya, tidak apa Na. Aku juga belum tidur 'kok. Suamiku baru pulang kerja. Ada apa, Na?" tanyaku.
"Haha, hanya kaget saja karna kau sedang viral sekarang di medsos. Coba chek I* dan tiktok Rani," tukas Sheena.
Aku kemudian ingat tadi pagi Rani mengatakan akan memviralkan aku yang mengunakan gaun KW.
Deg!
Apa wanita itu sudah membuatku malu di media sosial?